Thursday 27 September 2012

Character Thrusday #1 Lee Duncan in Rin Tin Tin


Character Thrusday adalah sebuah meme blog yang  digagas blogger buku Fanda dimana  di tiap postingan dalam Character Thrusday akan dibahas karakter salah satu tokoh dari buku yang sedang atau telah kita baca. Untuk Character Thrusday #1  saya akan menuliskan sedikit tentang karakter tokoh  Lee Duncan, pemilik sekalligus pelatih aktor anjing paling terkenal sepanjang masa Rin Tin Tin yang saya peroleh dari buku yang sedang saya baca yaitu : Rin Tin Tin,  perjalanan Hidup Seekor Anjing pada Perang Dunia I 
by Susan Orlean, 

Lee Duncan adalah seorang tentara Amerika yang selama PD I bertugas di Prancis. Pada tahun 1918, Lee Duncan menemukan anak anjing terlantar di sebuah wilayah pertempuran Prancis. Duncan akhinya membawa anak anjing yang kelak diberi nama Rin Tin Tin itu pulang ke Amerika setelah perang usai. Duncan punya mimpi besar untuk Rin Tin Tin yang akhirnya berhasil ia wujudkan kelak.

Duncan sendiri terlahir dari keluarga miskin, setelah ayahnya meninggalkan ibunya, Duncan dititipkan di sebuah panti asuhan selama beberapa tahun. Hal ini membuat dirinya merasa tersisihkan dari keluarganya sendiri hingga akhirnya tiga tahun kemudian ibunya menjemputnya kembali.

Sedari kecil Lee Duncan menyukai binatang peliharaan, termasuk anjing. Karenanya ketika akhirnya menjadi tentara dan menemukan anak anjing terlantar di tengah reruntuhan sebuah kota di Prancis Duncan segera membawanya pulang. Singkat cerita Lee melatih Rin Tin Tin, dengan mimpinya ia mencoba mengetuk pintu para produser film di Hollywood agar Rin Tin Tin bisa mendapat peran dalam film.

Mimpi dan optimismenya bahwa Rin Tin Tin akan menjadi bintang film berbuahkan hasil hingga akhirnya Rin tin Tin menjadi aktor anjing pertama yang mendunia.

Lee Duncan sendiri begitu mencintai Rin Tin Tin, saking cintanya kehidupan pribadinya tercurahkan sepenuhnya untuk anjing kesayangannya itu. Kesamaan nasib antara Rin Tin Tin dan dirinya yang pernah terlantarkan rupanya membuat cintanya pada Rin Tin Tin demikian besar. 

Cintanya pada Rin Tin Tin membuat seluruh kehidupannya tercurah untuk anjing kesayangannya itu. Dalam memoar yang ditulisnya sendiri tak banyak diungkap tentang kehidupan pribadinya, dia hanya menuliskan tentang kehidupan di lokasi pembuatan film dan tur publitas dengan anjingnya. Beberapa wanita pernah mengisi kehidupannya namun Duncan jauh lebih sibuk dengan Rinty daripada dengan bagian kehidupannya yang lain

Ketika telah menikah dan Rin Tin Tin I telah meninggal Duncan tetap mencurahkan perhatiannya pada anjing-anjing keturuanan Rin Tin Tin. Ketika penulis buku ini mewawancari Carolyn, putri tunggalnya dengan pertanyaan "Apakah sebagai anak dirinya merasa tersaingi oleh anjing-anjingnya?" dengan tertawa Carolyn berkata "Tidak, tidak pernah ada persaingan. Anjing-anjing itu selalu didahulukan."

Sampai akhir hidupnya Lee Duncan adalah sosok yang misterius, sikapnya kadang tidak jelas dan terselubung oleh banyak impian akan Rin Tin Tin. Film yang paling ingin Lee Duncan buat adalah kisahnya sendiri, kisah tentang bagaimana dirinya keluar dari panti asuhan, ikut berperang, menemukan anak anjing, dan membuat anak anjing itu menjadi bintang. Itu bukan kesombongan melainkan semacam pengakuan, dan keingiinan ini selalu ada dalam pikirannya. 

Demikian sedikit tentang karakter Lee Duncan, karakter misterius yang selalu optimis dengan mimpinya, sayangnya untuk mengejar mimpinya itu ia terlalu fokus pada impiannya sehingga tanpa disadarinya Duncan hanya memberikan sedikit cinta bagi keluarganya dibanding kepada Rin Tin Tin yang adalah sahabat sejatinya sepanjang masa.





Rin Tin Tin, 
perjalanan Hidup Seekor Anjing pada Perang Dunia I 
by Susan Orlean, Ufuk Fiction Mei 2012, 564 hlm







@htanzil



Monday 17 September 2012

Istana Mimpi

[No. 296]
Judul : Istana Mimpi
Penulis : Ismail Kadare
Penerjemah : Fahmi Yamani
Penerbit : Serambi
Cetakan : I, Juni 2012
Tebal : 274 hlm

"Kami ingin membaca mimpi orang!"  

Demikian ujar Dr. Moren Cerf, Ilmuwan California Institute Technology  seperti yang dilansir oleh BBC London dua tahun yang lalu. Dr. Moren Cerf memang saat itu sedang mengembangkan sebuah alat yang dapat merekam mimpi seseorang dengan menggunakan sebuah visualisasi elektronik dari aktivitas otak seseroang yang bermimpi. Entah sudah sejauh mana proyek mesin pembaca mimpi itu namun hal ini membuktikan bahwa mimpi hingga kini dianggap sebuah misteri sehingga orang masih berusaha untuk mengungkapkan dan menafsirkannya untuk berbagai keperluan tertentu.

Bagi sebagian orang mimpi tak sekedar bunga tidur, namun bisa menjadi bahasa simbol dari Tuhan atas kejadian yang akan datang. Sejarah mencatat keinginan orang untuk menafsir mimpi sudah ada sejauh perkembangan kebudayaan manusia. Buku tafsir mimpi tertua ditulis pada tahun 1100 SM dan hingga kini buku-buku tafsir mimpi dalam berbagai versi masih terus dicetak dan dibaca orang.

Apakah mimpi adalah sebuah pertanda? itulah yang terus menjadi pertanyaan besar bagi setiap orang tak terkecuali bagi sastrawan Albania Ismail Kadare. Dalam salah satu karya terbaiknya yang berjudul Istana Mimpi  Kadare mencoba mengaitkan mimpi manusia dengan kediktatoran penguasa Albania di masa silam.

Novel Istana Mimpi yang untuk pertama kali di Albania dengan judul Nepunesi i pallatit te endrave pada 1981 ini menceritakan tentang Mark Allen seorang pemuda gugupan dan galau yang bekerja di Istana Mimpi atau Tabir Sarrail, sebuah lembaga bentukan Sultan yang tugasnya mengumpulan mimpi-mimpi seluruh rakyat dari seluruh penjuru wilayah kekuasaan Sultan.

Semua mimpi rakyat hingga penguasa tak ada satupun yang luput untuk dicatat, dikumpulkan, disortir, dan ditafsirkan untuk mencari apa yang disebut Mimpi Utama yang dipercaya dapat memberikan pertanda bagi takdir Kekhafilahan dan peristiwa-peristiwa besar yang akan datang.

Ketika mimpi utama diperoleh, mimpi yang telah ditafsirkan ini akan diantarkan kepada Sultan dengan menggunakan kereta kuda khusus. Sang pemilik mimpi akan diberi penghargaan dan hadiah namun ironisnya si pemimpi ini akan dibawa ke Istana Mimpi untuk diinterogasi, untuk menceritakan secara lebih detail lagi mimpi dan kehidupannya. Interogasi ini bisa berhari-hari hingga si pemimpi kelelahan, jatuh sakit, dan akhirnya keluar dari Istana Mimpi dalam keadaan telah menjadi mayat.

Dikisahkan Mark Allen adalah pegawai baru Istana Mimpi, ia pertama kali bekerja di bagian terendah yaitu di bagian penyortiran dimana ia harus memilah-mimah mimpi mana yang tidak bermanfaat atau mimpi-mimpi palsu untuk dibuang sedangkan mimpi yang diperkirakan dapat memiliki arti bahkan berpotensi menjadi mimpi utama akan ia teruskan ke bagian tafsir untuk dicari maknanya.

Walau bekerja dengan penuh keraguan, karier Mark-Alem menanjak cepat karena ia berasal dari keluarga Quiprili, sebuah dinasti keluarga yang berpengaruh di Kekhalifahan. Konflik terjadi ketika pada akhirnya Mark-Alem secara tak terduga ia harus menangani mimpi yang ternyata berhubungan dengan takdir keluarganya dan Kekhalifahan.

Mimpi itu adalah mimpi seorang pedagang yang bermimpi

"Sebidang tanah kosong di dekat sebuah jembatan; semacam tanah kosong di mana orang membuang sampah. Di tengah-tengah sampah, debu, dan toilet yang rusak, sebuah alat musik aneh bermain sendirian hanya ditemani seekor banteng yang sepertinya kesal dengan suara itu dan berdiri di dekat jembatan lalu melenguh..."(hlm. 57).

Siapa bisa menduga kalau mimpi yang tampaknya tidak memiliki arti ini ternyata berisi ancaman terhadap kekhalifahan. Dan ternyata arti mimpi ini menyangkut keluarganya, dan lebih sial lagi Mark-Alem pernah meloloskan mimpi ini ketika ia masih di bagian penyortiran. Dengan demikian kedudukannya terancam dan ia akan dicurigai sengaja meloloskan mimpi tersebut untuk keselamatan keluarganya.

Novel ini bisa dikatakan sebuah parabel tentang kediktaroran bagaimana penguasa dangan lembaga super power bentukannya berusaha untuk mengendalikan rakyatnya sampai-sampai mimpi rakyatpun diawasi dan dicatat. Melalui tokoh Mark-Alem sebagai orang yang langsung berada di jantung Istana Mimpi kita akan melihat bagaimana proses pencatatan dan penafsiran mimpi dilakukan. Kadare berhasil menggambarkan kemisteriusan dan kedahsyatan pengaruh Istana Mimpi ini bagi kekhalifan, dan bagaimana kedudukan keluarga Quprilli dan kesulatanan yang telah terjalin selama ratusan tahun dan telah banyak berjasa bagi kekhalifahan ternyata menyimpan sebuah bom waktu bagi Sang Sutlan yang bisa meledak setiap saat.

Jadi selain tentang Istana Mimpi novel ini juga menceritakan bagaiamana hubungan antara keluarga Qupirili yang merupakan trah asli penduduk Albania yang memiliki sejarah panjang dan epik sendiri ini  diam-diam melahirkan kecemburan dari Kekhalifahan Utsmani Turki yang sebenarnya adalah penakluk dari wilayah Albania yang telah didiami selama ratusan tahun oleh keluarga Quprili.

Novel ini juga merupakan novel yang penuh satir dan humor gelap, namun semuanya itu akan lebih terasa jika pembaca novel ini sedikit memahami sejarah Albania, jika tidak kita paling hanya akan bisa menikmati novel ini menurut penafsiran kita sendiri dengan setting sebuah negeri antah berantah.karena Kadare sama sekali mencantumkan tahun kejadian dan nama Sultan tetap dibiarkan anomin hingga akhir kisahnya. Petunjuk yang diberikan hanyalah berupa wilayah negeri yang disebut Albania.

Namun dengan memahami atau tidaknya pembaca akan sejarah Albania yang melatari novel ini, saya rasa pembaca akan mengerti bahwa di novel ini Kadare dengan idenya yang orisinil tentang Istana Mimpi ini hendak menggambarkan bagaimana sebuah pemerintahan tirani begitu mencengkram kebebasan rakyatnya. Tidak heran begitu novel ini terbit, pemerintah Albania langsung melarang peredaran novel ini.

Bagi saya pribadi novel ini juga menggambarkan bagaimana sebenarnya sebuah penguasa tirani dengan kediktatorannya sebenarnya adalah penguasa yang penakut sampai-sampai mimpi rakyatpun dicatat dan diawasi untuk mencegah terjadi pemberontakan.

Tentang Pengarang

Ismail Kadare dilahirkan pada 1936 di kota pegunungan Gjikrokaster, dekat perbatasan Yunani. Dia adalah penyair dan penulis novel paling terkenal di Albania. Dalam sebagian karyanya, dia mengisahkan sejarah Albania yang kental dengan kediktatoran sehingga karya-karyanya ini menjerumuskan dirinya ke dalam sejumlah konflik penguasa Albania sejak 1945 sampai 1985. Pada 1990, Kadare meminta suaka politik ke Prancis dan kini membagi waktunya antara Paris dan Tirana.

Sejumlah penghargaan sastra diterimanya, antara lain pada 2005 Kadare mendapat Man Booker International Prize 2005. Kadare juga telah berkali-kali dinominasikan sebagai pemenang Nobel Sastra. Karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam tiga puluh bahasa termasuk di Indonesia. Sebelum Istana Mimpi karya Kadare yang telah diterjemahkan adalah


Elegi Untuk Kosovo, Jalasutra 2004



Piramid, Margin Kiri 2011


@htanzil

Monday 10 September 2012

I Love Moday

No. 295
Judul : I Love Monday, Mengubah Paradigma dalam Bekerja dan Bisnis
Penulis : Avan Pradiansyah
Penerbit : Kaifa
Cetakan : II, Juni 2012
Tebal : 299 hlm

"Seorang ibu menulis surat dalam rubrik konsultasi sebuah media. Ia bilang ia selalu merasa galau setiap Senin pagi. Tekanan darahnya meningkat, perut mual, kepala pusing, dan penglihatan berkunang-kunang. Bahkan, untuk masuk ruang kerjanya saja ia harus minta bantuan anaknya untuk mengantarkan sampai ke tempat duduknya. Di hari Senin ia bekerja dengan lambat dan hasilnya sering kurang akurat. Anehnya, setelah Senin berlalu kondisi ibu ini kembali normal."

(sumber : http://swa.co.id/column/i-love-monday )
Hal di atas mungkin saja pernah kita alami, atau kalaupun tidak separah itu minimal kita sering merasa malas menghadapi hari Senin. Setelah dua hari libur (Sabtu,Minggu) Senin menjadi hari yang sangat membosankan karena harus kembali pada rutinitas pekerjaan yang melelahkan. Karenanya tidak heran istilah I don't Like Monday menjadi begitu populer apalagi sejak Bob Geldolf & The Boomtown Rats menciptakan sekaligus menyanyikan lagu dengan judul I dont Like Monday 
Tanpa disadari lagu yang sangat populer itu membentuk stigma  kita mengenai hari Senin sebagai hari yang paling tidak kita sukai, hari yang penuh kecemasan dan  penderitaan. Kasus di atas juga seakan membuktikan sebuah laporan ilmiah yang dirilis oleh British Medical Journal  akan serangan jantung yang meningkat 20% pada hari Senin, jika demikian tentunya akan ada banyak perusahaan harus menganggung biaya yang angat besar karena banyak karyawan yang sakit di hari Senin. 
Arvan Pradiansyah, seorang motivator, Happines Inspire, dan penulis buku-buku pengembanangan diri  (Cheris Every Moment, 7 Laws of Happines, You are Not Allone dll) rupanya mencermati kasus ini yang ia namakan dengan  Monday Morning Blues. Dalam sebuah kolom di harian Swa, Arvan juga menungkapkan bahwa

"Sebuah survey di Amerika Serikat bahkan menunjukkan 1 dari 3 orang membenci hari Senin lebih dari hari apapun. Survey ini juga menunjukkan bahwa rata-rata orang mengeluh selama 34 menit di hari Senin dibandingkan dengan keluhan di hari kerja lain yang rata-rata “hanya” mencapai 22 menit."

Bagaimana dengan kita? apakah kita juga begitu membenci hari Senin? tentunya hal ini tidak seharusnya kita alami karena hari Senin harusnya jadi awal semangat untuk mengawali hari-hari kerja kita seminggu kedepan. Lalu bagaimana kita mengatasinya? jawabannya ada di buku terbaru Arvan Pradiansyah yang berjudul  I Love Monday, Mengubah Paradigma dalam Bekerja dan Bisnis

Di bab pertama Arvan memaparkan dengan gamblang mengapa kita begitu malas menghadapi hari Senin dan mengapa pekerjaan seakan menjadi begitu menyiksa kita,  tidak hanya di hari Senin saja tetapi setiap hari kita kadang mengeluh dengan pekerjaan yang menumpuk sehingga kita tidak merasa bahagia karena bekerja jadi sebuah beban hidup yang melelahkan padahal hampir sebagian besar keseharian kita dihabiskan untuk berkerja.

Bagi Arvan, penyebab ketidakbahagiaan dalam bekerja di hari Senin yang juga berdampak pada hari-hari selanjutnya bukanlah karena masalah teknis melainkan karena paradigma atau cara pandang kita yang salah dalam menyikapi pekerjaan kita. Ada tiga paradigma umum dalam bekerja, yang pertama melihat pekerjaan sebagai "job" yaitu setumpuk tugas yang harus diselesaikan. karenanya tidak aneh kalau orang sering merasa malas datang ke tempat kerja. Orang yang memiliki paradigma ini tidak bisa menikmati pekerjaannya dan tidak akan bahagia karena sedang melakukan skenario orang lain (si pemberi kerja), jadi orang ini datang ke kantor untuk menjalankan mimpi dan kemauan orang lain.

Paradigma kedua, adalah melihat pekerjaan sebagai carrer, orang yang berpandangan seperti ini memainkan 'peran sutradara' dalam pekerjaannya, ia memiliki rencana besar dan sedang menjalankan  mimpi, cita-cita, dan kemauannya sendiri untuk menata masa depannya dalam bekerja. Biasanya orang seperti ini terlihat lebih bersemangat dalam bekerja. Paradigma kedua ini  memang menghasilkan kesuksesan, tetapi sayangnya bukan kebahagiaan.

Paradigma ketiga, yang sesungguhnya merupakan inti dari dari buku ini adalah melihat pekerjaan sebagai calling (panggilan). Orang yang melihat bekerja sebagai 'panggilan' tidak lagi sedang menjalankan skenarionya sendiri dalam bekerja, melainkan menjalankan skenario Tuhan

"Disini, kita menyadari bahwa kita sesungguhnya adalah utusan Tuhan yang dikirimkan-Nya ke dunia ini karena sebuah maksud tertentu. Maksud itu sesungguhnya merupakan misi hidup dan alasan kita dilahirkan ke dunia ini." (hal 8-9)

Dengan memaknai pekerjaan sebagai sebuah panggilan maka Arvan menyimpulkan bahwa kita diutus ke dunia ini karena ada rencana dan misi Tuhan dalam dunia ini dan tugas kita adalah menemukan maksud Tuhan itu untuk mewujudkannya dalam pekerjaan kita.

"Misi hidup kita di dunia, yaitu membantu orang lain, membuat orang lain sukses, dan bahagia. Upaya kita untuk meneruskan cinta Tuhan dengan cara melayani sesama manusia." (hal 87)

Dari ketiga paradigma di atas Arvan menyimpulkan bahwa paradigma ketigalah yang  membuat kita merasa bahagia dalam bekerja sehingga tak ada akan lagi  istilah I don't Like Monday karena setiap pekerjaan yang kita lakukan adalah sebuah  panggilan Tuhan bagi kita yang diwujudkan dalam bekerja untuk melayani orang lain. Selama kita melayani orang lain, tidak ada pekerjaan yang tidak berguna dan membosankan. Semua pekerjaan menjadi mulia dan penting karena kita bekerja untuk memenuhi panggilan Tuhan dengan melayani orang lain untuk mencapai God Satisfaction

Karena sumber kebahagiaan adalah memaknai pekerjaan sebagai sebuah 'panggilan' maka dengan gamblang Arvan juga mengatakan bahwa uang bukanlah sumber kebahagiaan, buku ini memuat dua bab tersendiri mengenai uang dan pekerjaan yaitu "Berhentilah Mencari Uang" dan "Sekali Kagi Berhentilah Berpikir tentang Uang".

Di dua bab ini Arvan mengatakan bahwa karena hakikat bekerja adalah memenuhi panggilan Tuhan dengan melayani orang lain maka fokus utama kita dalam bekerja hendaknya berpindah dari fokus pada diri sendiri (yaitu mencari uang) ke fokus pada orang lain (yaitu untuk melayani). Lantas bagaimana dengan uang?  bukankah kita membutuhkan uang? Arvan dengan tegas mengatakan bahwa

"Ketika tidak memikirkan uang, uang akan datang kehadapan Anda dengan sendirinya." (hlm 89)

Dalam hal ini Arvan mendasarinya dengan mengatakan bahwa mementingkan dan melayani orang lain adalah rahasia bisnis terpenting sepanjang masa. Bisnis yang memeningkan diri sendiri akan hancur, dengan demikian jika kita mementingkan orang yang kita layani dalam bekerja atau berbisnis maka dengan sendirinya orang yang kita layani akan puas. Apa yang terjadi jika mereka puas terhadap pelayanan kita? inilah yang dimaksud dengan uang akan datang ke hadapan anda dengan sendirinya.

Di bab-bab selanjutnya buku ini mengurai satu persatu dari ketiga paradigma diatas dengan contoh-contoh praktis sehingga kita benar-benar bisa menilai diri kita sendiri bagaimana selama ini kita memandang pekerjaan yang kita lakukan. Setelah membahas ketiga paradigma dalam bekerja, buku ini menjabarkan makna 'calling' dalam bekerja dalam berbagai cara sehingga kita akan menemukan kebahagiaan dalam bekerja seperti bekerja = beribadah, perlukah berdoa sebelum bekerja?, menemukan makna pekerjaan agar pekerjaan kita tidak membosankan, hingga warisan positif yang harus kita tinggalkan ketika suatu saat nanti kita harus pindah tempat kerja.

Buku ini ditulis dengan sangat menarik dalam kalimat-kalimat sederhana yang tidak terkesan menggurui. Contoh-contoh praktis dilengkapi dengan bagan-bagan sederhana  membuat buku ini mudah dipahami oleh siapa saja sehingga dapat menginspirasi sekaligus mengubah paradigma pembacanya dalam hal bekerja. Lay out yang dinamis dan jumlah halaman per-babnya yang tidak terlalu panjang membuat buku setebal 299 halaman dengan 35 bab ini memiliki tingkat keterbacaan yang sangat tinggi.

Yang mungkin  agak disayangkan adalah penulis tampaknya hanya melihat dari sudut pandang si pekerjanya saja, sedangkan dari sudut si pemberi kerja atau lingkungan kerja tidak dibahas ataupun kalau ada hanya sekilas saja, misalnya bagaimana menciptakan lingkungan kerja yang baik yang akan akhirnya membuat para pekerja akan merasa nyaman dan bahagia dalam bekerja yang tentu saja sedikit banyak juga bergantung pada lingkungan atau atmosfer yang diciptakan oleh si pemberi kerja. Jika saja penulis juga memberikan masukan atau tips bagaimana membuat karyawan merasa bahagia di tempat kerja dengan didukung oleh suasana kerja yang memadai tentunya buku ini akan lebih sempurna.

Terlepas dari hal di atas dengan membaca buku ini kita semua akan melihat pekerjaan kita dengan paradigma baru sehingga walau pekerjaan kita tampak begitu sederhana  kita akan melihat bahwa apa yang kita kerjakan adalah sesuatu yang mulia dan begitu berharga karena kita sedang menjalankan sebuah tugas dari Tuhan. Dengan demikian kita akan lebih bersemangat setiap hari untuk berangkat ke kantor dan bekerja dengan penuh rasa syukur dan cinta.

Ada banyak hal yang menarik di buku ini yang tidak mungkin bisa terungkap di review ini. Satu hal yang pasti jika kita sedang jenuh dengan pekerjaan kita yang monoton, atau kehilangan makna akan apa yang sedang kita kerjakan, bacalah buku ini! dan temukan kembali kegairahan dan paradigma baru dalam bekerja dan bisnis.

@htanzil

NB:
- Posting review ini merupakan #postingbareng dengan teman2 Blogger Buku Indonesia

- Ketika saya mengerjakan review ini di hari Senin, renungan pagi saya juga berbicara ttg hal yang senafas dengan buku ini. Berikut saya copy paste-kan artikel renungan pagi yang saya baca.
Moga manfaat!


Efesus 6:5-9
Jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah. —Efesus 6:6
Di akhir dekade 1660-an, Sir Christopher Wren ditugaskan untuk merancang ulang gereja Katedral St. Paulus di London. Menurut cerita, suatu hari Wren mengunjungi lokasi pembangunan gereja megah tersebut dan ia tidak dikenali oleh para pekerja di sana. Sambil berkeliling, Wren bertanya kepada beberapa pekerja tentang apa yang sedang mereka lakukan. Salah seorang pekerja menjawab, “Saya sedang memotong sebongkah batu.” Pekerja kedua menjawab, “Saya bekerja demi upah.” Namun pekerja ketiga memiliki pandangan berbeda: “Saya sedang menolong Christopher Wren membangun gedung katedral yang megah untuk kemuliaan Allah.” Sungguh suatu sikap dan motivasi yang sangat berbeda!

Alasan kita mengerjakan apa yang kita kerjakan adalah hal yang sangat penting, terutama menyangkut pekerjaan dan karir kita. Oleh karena itu, Paulus menantang jemaat di Efesus untuk melakukan pekerjaan mereka, “jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah, dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia” (Ef. 6:6-7).


Apabila kita melakukan pekerjaan hanya untuk mendapatkan gaji atau menyenangkan atasan, kita akan kehilangan motivasi yang tertinggi, yakni melakukan yang terbaik sebagai bukti dari pengabdian kita kepada Allah. Jadi, apa alasan kita bekerja? Sama seperti pekerja yang menjawab pertanyaan Wren, kita bekerja “untuk kemuliaan Allah.” —WEC
Jangan hanya selalu ingin
Mengerjakan pekerjaan lain,
Tetapi dengan syukur kerjakanlah
Tugas yang padamu Tuhan berikan. —NN.
Siapa pun yang menggaji Anda, sesungguhnya Anda bekerja untuk Allah.

***

 
ans!!