Tuesday 31 May 2011

Wuthering Heights

No [260]
Judul : Wuthering Heights
Penulis : Emily Bronte
Penerjemah : Lulu Wijaya
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : I, April 2011
Tebal 488 hlm ; 20 cm

Wuthering Heights adalah salah satu karya klasik dalam sastra Inggris yang mengangkat nama Emily Bronte (1818-148) ke dalam salah satu tokoh besar dalam kesusasteraan Inggris. Novel ini merupakan kisah saga dua keluarga tentang kisah kasih tak sampai. Namun ini bukan kisah cinta biasa yang cengeng karena Emily Bronte mengemasnya dalam sebuah kisah yang memikat dengan menghidupkan karakter gelap tokoh-tokohnya secara gamblang dan apa adanya.

Wuthering Heights sendiri adalah nama sebuah rumah besar di Yorkshare Inggris. Kisah novel ini diawali dengan kedatangan Mr. Lockwood yang menemui Mr. Heathcliff di Wuthering Heights untuk menyewa Thrushcross Grange, sebuah rumah milik Heathcliff yang letaknya tidak terlalu jauh dengan Wuthering Heights.

Pertemuannya dengan Mr. Heathcliff yang terkesan aneh dan kasar membuat Mr. Lockwood mencoba mencari tahu tentang Heathcliff dan sejarah Wuthering Heights dari Miss. Ellen Dean, seorang pembantu rumah tangga yang pernah lama bekerja di Wuthering Heights . Dari tuturan Miss Dean inilah kisah kelam Wuthering Heigths terungkap secara detail hingga lembar-lembar terakhir novel ini.

Awalnya Wuthering Heights dimiliki oleh Mr. Earnshaw, seorang tuan tanah di Yorkhshire yang memiliki dua orang anak yg bernama Hindley dan Catherine . Sepulang perjalanan bisnisnya di Liverpool Mr. Earnshaw membawa pulang seorang bocah gipsi kotor yang sedang bergelandang di jalanan. Anak itu diberinya nama Heathcliff, sama dengan nama anaknya yang telah meninggal dunia karena sakit. Kehadiran Heathcliff di tengah keluarga Earnshaw ini ternyata merupakan awal dari bencana di keluarga ini. Sikap pilih kasih Earnshaw yang lebih menyayangi Heathcliff dibanding kedua anak kandungnya sendiri menanamkan benih kebencian dan iri hati di benak putra sulungnya, Hindley.

Dalam setiap kesempatan, ketika ayahnya pergi Hindley selalu mencoba untuk melakukan hal-hal yang jahat terhadap Heathcliff. Walau selalu dicela, direndahkan, dan diperlakukan jahat oleh Hindley namun Heatcliff kecil tak pernah melawan. Namun sikap pasifnya ini ternyata berbeda dengan apa yang ada dalam hatinya. Semua perlakuan jahat Hadley disimpannya dalam hati dan dibiarkan tumbuh menjadi dendam kesumat yang kelak akan dibalasnya di masa yang akan datang.

Berbeda dengan Hindley, sikap Catherine terhadap Heathcliff sangatlah baik, karena sama-sama memiliki jiwa petualangan maka mereka menjadi cepat akrab. Keakraban ini ternyata menumbuhkan benih cinta kuat antara Heathcliff dan Catherine, namun karena kondisi sosial yang berbeda dan hubungan mereka berdua ditentang oleh keluarganya maka cinta mereka tak berujung pada sebuah pernikahan.

Singkat cerita sebuah peristiwa mempertemukan keluarga Earnshaw dengan keluarga Linton, pemilik Thrushcross Grange yang letaknya tak jauh dari Wuthering Heights. Pertemuan ini mempertemukan Catherine dengan Edgar Linton yang ternyata mencintainya. Walau sebenarnya Catherine tetap mencintai Heathcliff namun akhirnya ia memutuskan untuk menikah dengan Edgar Linton.

Keputusan yang diambil Catherine ini membuat Heatcliff melarikan diri dan kelak kembali ke Wuthering Heights sebagai pria kaya dan berpendidikan. Sepulangnya ke Wuthering Heights ia mulai menyusun rencana pembalasan dendam kepada keluarga Earnshaw dan Linton yang diyakininya telah melecehkan dan menghancurkan cinta dan hidupnya.

Dendam kesumat yang tumbuh dalam diri Heatcliff akan menggerakkannya untuk membuat suasana keluarga Earnshaw dan Linton seolah berada dalam neraka. Begitu licik dan sistematisnya rencana jahat ini dilakukan sehingga mereka yang terjerat dalam pusaran dendamnya menjadi tak mampu untuk lari dari neraka yang diciptakan Heathcliff.

Heathcliff berusaha menghancurkan kehidupan orang-orang dalam lingkaran kehidupan Catherine dan Linton. Cinta Heathcliff pada Catherine demikian dalam, gelap, dan sinis. Gagal menikah dengan Catherine, ia menikah dengan Isabell, adik ipar Catherine. Namun pernikahannya ini bukan atas dasar cinta, melainkan untuk menjalankan misi balas dendamnya, dengan terang-terangan ia menceritakan rencananya ini pada Miss Ellen demikian :

"Aku ingin merasakan kemenangan dengan melihat keturunanku menguasi harta mereka; anakku mempekerjakan anak-anak mereka untuk membajak tanah-tanah ayah mereka demi mencari nafkah" (hlm 3000)

Heathcliff pada akhirnya memang dengan keji merengut kebahagiaan Issabel ,istrinya sendiri, tidak hanya itu saja, putri Catherine, dan bahkan putranya sendiripun kelak akan diperlakukan dengan keji dan dijadikan alat untuk menguasai seluruh harta keluarga Linton. Saking tak tahannya dengan perlakuan Heathcliff pada dirinya, Issabel menulis surat panjang akan deritanya pada Miss Ellen dan diantaranya menulis demikian

Apakah Mr. Heathcliff itu manusia?Kalau ya, apakah dia itu gila?. Dan kalau tidak, apakah dia iblis?" (hlm 230)

Emily Bronte menulis novel ini dengan begitu gelapnya, sejak awal hingga akhir hawa kebencian, dendam kesumat, dan kemarahan membungkus novel ini. Hampir tak ada pergantian dari suasana yang suram ke suasana yang lebih ceria, kalaupun ada hanya sekilas saja sebelum akhirnya Bronte mengembalikan suasana hati pembacanya ke suasana hati yang lebih gelap lagi.

Jangan harap ada kalimat berbunga-bunga dalam novel ini, makian atau umpatan tokoh-tokohnya tertulis dengan jelas sehingga membuat saya tercengang membaca bagaimana Heatcliff memaki anak kandungnya sendiri dengan sebutan iblis . Tampaknya sangat mungkin edisi terjemahannya ini sudah diperhalus, sehingga saya tak dapat membayangkan bagaimana jika membaca edisi aslinya?

Karakter tokoh-tokoh dalam Wuthering Heights ini juga benar-benar suram. Bronte menguak habis sisi gelap para tokoh-tokohnya, tak ada yang disembunyikan, semua amarah, kebencian, dan dendam terungkap dengan gamblang. Selain itu beberapa tokohnya juga diciptakan begitu ringkihnya terhadap kesehatannya. Penyakit baik yang disebabkan oleh akibat fisik maupun mental menghantui setiap tokoh-tokohnya sehingga membuat novel ini menjadi begitu sarat dengan kisah kematian tokoh-tokohnya.

Tak mudah memang membaca novel ini, selain isinya yang suram sehingga melelahkan suasana hati pembacanya, alur dari novel ini juga terkadang tidak linier sehingga pembaca perlu berkonsentrasi membacanya. Selain itu kita juga akan dibingungkan dengan penyebutan nama tokoh-tokohnya yang kadang menggunakan nama depan, kadang nama belakang (nama keluarga), atau bahkan nama panggilan sepertinya misalnya Catherine Linton bisa disebut dengan Catherine, Mrs. Linton, atau Cathy.

Namun terlepas dari semua itu saya berpendapat bahwa novel ini novel yang bagus dan memorable karena seperti diungkap di atas, walau tema utamanya sederhana dan umum namun kita akan siduguhkan dengan sebuah kisah dengan plot yang tidak terduga, selain itu eksplroasi karakter tokoh-tokohnya juga begitu kuat sehingga pembaca bisa membenci setengah mati sekaligus mencintai mereka. Selain itu novel ini juga menyadarkan saya bagaimana perilaku pilih kasih dari orang tua terhadap anak-anaknya dapat berdampak buruk yang sedemikian hebatnya di masa yang akan datang.

Sejarah penerbitan

Novel Wuthering Heights ini merupakan satu-satunya novel yang ditulis oleh Emily Bronte pada tahun 1847 saat ia baru berusia 29 tahun. Di edisi pertamanya Wuthering Heights terdiri dari 3 volume, dimana dua jilid pertama ditulis olehnya dengan nama pena Ellis Bell, sedangkan jilid 3 nya yang berjudul Anne Grey ditulis oleh Anne Bronte, salah seorang saudaranya.

Ketika pertama kali terbit novel ini tak mendapat sambutan yang positif dari pembacanya hal ini mungkin dikarenakan Emily menulis novelnya ini dengan struktur novel yang tidak lazim dizamannya sehingga dianggap aneh dan membingungkan oleh pembacanya di masa itu. Setahun kemudian, di usianya yang ke 30 Emily meninggal dunia karena penyakit TBC yang dideritanya.



Pada tahun 1850, novel karya Emily ini dicetak ulang dengan kata pengantar dari Charlotte Bronte yang menyatakan bahwa novel Wuthering Heights lebih bagus dari karyanya sendiri, Jane Eyre. Di cetakan kedua ini volume 1 dan 2 disatukan menjadi satu buku dengan judul Wuthering Heights dan mencantumkan nama asli Emily Bronte sebagai penulisnya. Setelah itu barulah novel ini menuai sukses dan novel ini dipandang sebagai karya unik pencapaian seorang jenius yang hampir terlepas dari gerakan literer pada zaman tersebut. Dan kini novel ini dianggap sebagai salah satu karya klasik dalam sastra Inggris dan dunia.

Berita terakhir yang saya peroleh tentang novel ini adalah terjualnya edisi pertama Wuthering Heights (1847) pada tahun 2007 yang lalu di rumah lelang Bonhams Innggris . Novel ini terjual seharga £114.000 (+/- Rp. 2 milyar). Juru bicara rumah lelang Bonhams mengatakan novel itu dibeli oleh seorang pembeli yang tidak ingin diungkapkan namanya dan novel edisi pertama tersebut akan tetap disimpan di Inggris.

Film Wuthering Heights

Saking terkenalnya novel ini Wuthering Heights juga telah mempengaruhi begitu banyak karya sastra dan seni di seluruh dunia mulai dari novel, opera, puisi, film sampai lagu. Dalam hal film adaptasi yang paling terkenal adalah yang dirilis pada 1939. Dibintangi Merle Oberon sebagai Catherine Linton, Laurence Olivier sebagai Heathclif. Film yang disutradarai Wiiliam Wyler ini mendapat nominasi Academy Award 1939 untuk kategori Best Picture.





Tahun 1970 film Wuthering Heights kembali dibuat, film ini dibintangi aktor yg kelak akan memerankan film James Bond, Timothy Dalton sebagai Heathcliff dan Anna Calder-Marshall sebagai Catherine.





Pada tahun 1992 Wuthering Heights dirilis ulang oleh sutradara Peter Kosminsky dengan Juliette Binoche sebagai Catherine dan Ralph Fienes sebagai Heathcliff.


Di tahun 2006 sempat beredar rumor bahwa Wuthering Heights akan kembali difilmkan dengan dibintangi oleh Angelina Jolie dan Johnny Depp namun rumor ini sempat dibantah oleh beberapa media dan hingga kini tak terdengar lagi kabar beritanya.

@htanzil

Thursday 19 May 2011

Saga no Gabai Bachan

[No. 259]
Judul : Saga No Gabai Bachan (Nenek Hebat dari Saga)
Penulis : Yosichi Shimada
Koord. Penerjemah : Mikihiro Moriyama
Penerjemah : Indah S. Pratidina
Penerbit : Kansha Books
Cetakan : I, April 2011
Tebal : 245 hlm

“Kebahagiaan itu bukanlah sesuatu yang ditentukan oleh uang. Kebahagiaan itu adalah sesuatu yang ditentukan oleh diri kita sendiri, oleh hati kita.”

Demikianlah kira-kira inti dari buku ini. Buku kecil yang bersahaja ini merupakan kisah nyata dari penggalan kehidupan penulisnya, Akihiro Tokunaga atau kini dikenal dengan nama Yosichi Shimada (61 thn) selama ia tinggal bersama neneknya di kota kecil Saga setelah Hiroshima dijatuhi bom atom oleh sekutu.

Paska pemboman Hiroshima dan Nagasaki perekonomian Jepang hancur , sehingga dampaknya secara langsung juga dirasakan oleh sebagian besar rakyatnya. Hal ini juga dirasakan oleh keluarga Tokunaga, apalagi tak lama setelah Tokunaga lahir ayahnya yang merupakan tulang punggung keluarga meninggal dunia akibat terpapar radiasi bom atom. Karena merasa tak sanggup untuk membesarkan dan menyekolahkan anaknya di Hiroshima maka oleh ibunya Tokunaga dititipkan pada neneknya di kota Saga.

Berbeda dengan Hiroshima yang merupakan sebuah kota besar di Jepang, Saga adalah sebuah kota kecil yang jauh dari keramaian. Kehidupan Tokunaga di Hiroshima memang sulit, kepindahannya ke Saga tidak membuat hidupnya menjadi nyaman, bersama neneknya ia malah harus hidup lebih miskin lagi dibanding ketika ia bersama ibunya di Hiroshima. Secara materi memang Tokunaga menjadi semakin miskin namun sikap hidup, pandangan, dan perilaku neneknya yang bersahaja ternyata membuat hidupnya menjadi kaya akan berbagai pengalaman hidup yang kelak akan membuatnya kaya dan bahagia secara batiniah.

Kehidupan Tokunaga bersama neneknya memang sangat-sangat sederhana bahkan bisa dikatakan sangat miskin. Neneknya hanyalah seorang petugas kebersihan di sebuah universitas di Saga. Jadi untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya nenek Osana hanya mengandalkan gajinya yang kecil dan uang bulanan kiriman anaknya yang pas-pasan.

Namun walau hidup miskin bukan berarti Nenek Osana menyerah pada keadaan dan menjadi nenek yang murung. Bersama Tokunaga ia menjalani hidupnya secara optimis, wajahnya selalu berseri karena bagi dia kebahagiaan bukan ditentukan oleh uang, melainkan dari hati. Nenek Osana menerima kenyataan hidup bahwa ia hidup dalam kemiskininan, tapi ia tak mau bersedih dengan keadaannya. Dalam sebuah kesempatan Nenek Osano mengatakan pada Tokunaga bahwa ada dua jenis orang miskin yaitu miskin muram dan miskin ceria.

“Ada dua jalan buat orang miskin. Miskin muram dan miskin ceria. Kita ini miskin yang ceria. Selain itu karena bukan baru-baru ini saja menjadi miskin, kita tidak perlu cemas. Tetaplah percaya diri. Keluarga kita memang turun-temurun miskin.”

Demikianlah kehidupan Nenek Osano, walau hidup miskin tapi dia tidak pernah membiarkan dirinya dikalahkan keadaan melainkan selalu tampak bahagia

Untuk menyiasati hidupnya yang serba kekurangan Nenek Osano memanfaatkan semua yang ada di sekitarnya. Ketika berangkat kerja Nenek Osano tanpa malu sengaja mengikatkan sebuah tali di pinggangnya dimana di ujungnya terdapat sebuah magnet yang menyapu tiap jalan yang dilaluinya. Dengan cara itu ia mendapat paku atau sampah logam yang berserakan di jalan untuk dikumpulkan dan dijual kembali. Ketika Tokunaga menanyakan hal ini pada neneknya, Neneknya menjawab dengan lugas.

“Sungguh sayang kalau kita sekedar berjalan. Padahal kalau kita berjalan sambil menarik magnet, lihat, begini menguntungkannya, kalau kita jual, sampah logam lumayan tinggi harganya. Benda yang jatuh pun kalau kita sia-siakan, bisa dapat tulah.” (hal 42)

Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan makanan tiap harinya nenek memanfaatkan sungai yang mengalir di depan rumahnya. Setiap hari ia mengumpulkan ranting2 yang terseret arus sungai, ranting-ranting itu kemudian dijemur dan dijadikan kayu bakar. Selain itu sungai itu pula selalu membawa sayur-sayuran dan buah-buahan yang dibuang penjualnya karena tidak laku. Sayur-sayuran dan buah-buahan itu diambil oleh Nenek Osana, dicuci dan dimasak. Dengan begitu sebagaian besar makanan yang ada di rumah Nenek merupakan hasil perolehan dari sungai. Dengan bercanda Nenek Osana menyebut sungai tersebut sebagai supermarket dengan pelayanan ekstra karena langsung diantar ke rumahnya tanpa biaya. J

Jenis sayur dan buah-buahan yg mengalir di sungai tak selalu sama, karenanya alih-alih melihat buku resep untuk mencari ide lauk santapan, Nenek akan menengok ke sungai dan berkata “Hari ini lauknya apa ya?”. Kemudian barulah ia menentukan menu. Namun demikian kadang sungai itu tak mengalirkan apapun selain ranting-ranting, jika demikian Nenek Osana tetap optimis dan mengatakan bahwa “Hari ini supermarket libur”.

Bagi Nenek Osana kehidupan yang dialaminya adalah anugerah yang harus dijalaninya dan tanpa ragu ia berkata bahwa “Hidup itu selalu menarik. Daripada hanya pasrah, selalu coba cari jalan”

Walau hidup miskin Nenek Osana juga selalu berusaha berbuat kebaikan tanpa harus digembar-gemborkan atau diketahui oleh si penerima kebaikan karena baginya “ Kebaikan sejati dan tulus adalah kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui orang yang menerima kebaikan.

Hal-hal seperti inilah yang dilihat dan dialami oleh Tokunaga selama ia tinggal bersama neneknya. Bagi Tokunaga ini adalah kesempatan berharga dimana dia bisa memiliki pengalaman yang luar biasa untuk menjalani hari-hari bersama neneknya yang sangat menyenangkan walau kemiskinan membelit hidup mereka.

Pengalaman hidup Tokunaga bersama nenek Osana ini juga membuat dirinya tergerak untuk menuliskannya dalam sebuah buku agar semua orang tahu tentang cara hidup dan pangangan hidup neneknya. Dalam bukunya ini Tokunaga menulis kisah kehidupan yang dialaminya selama ia tinggal bersama neneknya semenjak SD hingga SMA. Ada 17 kisah menarik dan inspiratif dalam buku ini mulai dari kisah perjalanan pertamanya ke Saga hingga akhirnya ia lulus SMA dan harus memilih antara tinggal bersama neneknya di Saga atau mengejar mimpi-mimpinya di Hiroshima.

Sebagai bonus di lembar-lembar terakhir, buku ini juga menyertakan kutipan-kutipan Nenek Osana yang berasal dari isi buku ini. Halaman ini oleh penerbit diberi judul "Tips Hidup yang Menyenangkan dari Nenek yang membesarkan Yosichi Shimada : Nenek Osano!"

Sama seperti kesederhanaan nenek Osana , kesemua kisahnya ini ditulis dalam kalimat-kalimat yang sederhana dan mudah dipahami oleh siapa saja sehingga buku ini memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi sekaligus membuat kita tersenyum, terenyuh, dan yang pasti kisahnya yang inspiratif ini dapat memberi makna yang dalam bagi pembacanya dalam hal memaknai nilai-nilai kesederhanaan.

Buku Saga no Gabai Bachan ini terbit untuk pertama kalinya di Jepang pada tahun 2001. Kemudian penulisnya juga mengadakan pertunjukkan drama dengan tema pandangan hidup Nenek Osana di seluruh Jepang. Dengan demikian buku ini menjadi semakin terkenal, apalagi dengan kemunculan penulisnya di Asahi TV dlm progam “Tetsuka no Heya” (Kamar Tetsuko) yg dipandu oleh Testuko Kuroyanagi (penulis Toto Chan: Gadis Cilik di Jendela)

Setelah mengenalkan buku Saga no Gabai Bachan di acara Tetsuko no Heya pesanan buku ini di toko-toko buku langsung membludak sehingga kurang dari satu tahun buku ini telah terjual 100.000 eks di Jepang. Bahkan kini kisah Nenek Hebat dari Saga ini diadaptasi dalam bentuk film layar lebar, game, maupun manga.





Poster Film Saga no Gabai Bachan




Di Indonesia sendiri buku ini yang diterjemahkan langsung dari Bahasa Jepang oleh Indah S. Pratidina dan dimentori oleh Prof. Mikihiro Moriyama (profesor pada bidang kajian Indonesia di Departemen Asian, Fakultas Studi Luar Negeri, Universitas Nanzan, Jepang) terbit pada bulan April 2011 ini kabarnya mendapat respon yang positif dari pembacanya, hal ini terbukti dengan dilakukannya cetak ulang novel ini pada Mei 2011, tepat satu bulan setelah cetakan pertama buku ini terbit.

Seistimewa apa sih buku ini? Silahkan dibaca sendiri saja dan semoga dengan membacanya kita akan mendapatkan seperti apa yang dikatakan motivator terkenal Arvan Pradiansyah dalam endosrmentnya di buku ini

“Novel ini seru, kaya nuansa (bikin terenyuh. Lucu, mengharukan), mampu mengaduk-ngaduk emsoi pembaca dan yang pasti akan membangkitkan kebahagiaan”

@htanzil

 
ans!!