Wednesday 27 October 2010

Ompung Odong-Odong

[No. 244]
Judul : Ompung Odong-Odong (Membingkai Kenangan Merangkai Makna)
Penulis : Mula Harahap
Editor : Ang Tek Khun
Pengantar : Jansen Sinamo
Catatan Penutup : Hernadi Tanzil

Bagi orang yang berkecimpung di dunia buku nama Mula Harahap tentunya sudah tidak asing lagi. Bagi orang yang berkecimpung di dunia buku nama Mula Harahap tentunya sudah tidak asing lagi. Di kalangan perbukuan Indonesia, beliau sangat dihormati karena kecerdasan gagasan-gagsannya.

Bang Mula, begitu teman-temannya memanggilnya berkiprah di dunia buku hampir seumur hidupnya, sejak ia mulai mencoba menulis di majalah Kuncung, menjadi pengurus teras IKAPI DKI Jakarta dan IKPAI pusat untuk beberapa periode, ketua panitia Pesta buku untuk beberapa tahun , pengurus Yayasan Adi Karya yg memberikan penghargaan kepada buku-buku bermutu, menjadi konsultan perbukuan di DIKNAS, dan aktivitas lainnya di dunia perbukuan, terakhir beliau menjabat sebagai direktur Tangga Pustaka yang didirikannya. Selain berkiprah di dunia buku, Bang Mula juga aktif di organisasi sosial keagamaan.

Selain seabrek aktivitasnya di dunia buku, Bang Mula juga seorang pembaca buku yang baik, namun tak hanya buku yang dibacanya ia juga membaca kehidupan baik kehidupannya sendiri maupun orang-orang yang ada disekitarnya dan semuanya itu dituangkan dalam tulisan-tulisannya yang blog pribadinya

http://mulaharahap.wordpress.com/

Karenanya ketika hari Kamis pagi (16/9/2010) yang lalu ketika secara mendadak Bang Mula dipanggil oleh Tuhan maka dunia perbukuan Indonesia berduka karena kehilangan seseorang pejuang buku, yang mampu berpikir kritis untuk kemajuan dunia buku tanah air. Paska perginya Bang Mula teman-teman sejawatnya langsung berencana sebuah gelaran saat pembukaan Indonesia Book Fair (2 /10/2010) dengan mengadakan event Tribute to Mula Harahap sekaligus launching buku yang berisi tulisan-tulisan Bang Mula di blognya yang diterbitkan oleh Gradien.

Karena materi tulisan sudah tersedia maka tampaknya penerbit bergerak cepat untuk menerbitkan buku ini, dan berhasil memilih lebih dari 70 tulisan Bang Mula yang dibagi ke dalam empat bagian utama : Membingkai kenangan, Ompung Odoing-odong, Gaptek Man, dan Merangkai Makna.

Membaca tulisan-tulisan Bang Mula adalah membaca kehidupannya dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Seluruh tulisannya diangkat dari kesehariannya. Tak ada kisah-kisah heroik ataupun kisah bombastis, semuanya tersaji apa adanya sehingga tulisan-tulisannya terasa sangat dekat dengan pembacanya. Tidak ada kesan menggurui atau memaksakan agar pembacanya mengambil pelajaran moral dari tulisannya. Tidak karena tampaknya Bang Mula hanya bertutur mengenai apa yang ‘dibaca’nya dari kesehariannya. Ia hanya membaca dan menulis, dan pembaca dipersilahkan menyimpulkan sendiri apa yang telah ditulisnya.

Ada berbagai macam kisah yang ditulisnya, mulai dari masa lalunya, anak-anaknya, adat batak, keluarga, kegaptekannya soal teknologi, kegemarannya ber Facebook, cucunya, soal kepecayaannya, hingga soal buku generasi baru dengan perangkat e-reader, semua tertuang apa adanya dengan sederhana dan tanpa perenungan-perenungan yang membuat kening pembacanya berkerut.

Dalam tulisan-tulisannya kita akan melihat sosok Bang Mula apa adanya baik sebagai seorang anak kecil yang polos, seorang bapak, seorang Ompung, hingga pimpinan sebuah penerbitan. Semua ditulisnya dengan jujur. Bang Mula yang namanya dikenal di dunia buku sebagai pegiat dan praktisi perbukuan yang disegani tak ragu untuk menelanjangi dirinya apa adanya. Bahkan ketika kasus video mirip artis menyeruak ia menulis dengan sangat jujur bagaimana ia yang pada awalnya menolak untuk menontonnya akhirnya toh menontonnya. Sungguh sebuah pengakuan yang jujur dan apa adanya.

Selain jujur dan apa adanya, melalui tulisan-tulisannya kita akan melihat sosok Bang Mula sebagai sosok yang tegas, punya prinsip, dan mampu menggali sesuatu dari hal yang paling remeh temah sekalipun sehingga menjadi sebuah tulisan yang menarik untuk dibaca.

Banyak dari tulisan-tulisan dalam bukunya ini Bang Mula memposisikan diri sebagai Ompung (Kakek), karena alasan inilah rupanya penerbit memberikan judul untuk buku ini dengan “Ompung Odong-Odong” Selain karena itu adalah salah satu judul dalam tulisan beliau yang ada dalam buku ini. Ompung Oddong-odong memang bukan tulisan terbaiknya yang ada di buku ini, namun rupanya penerbit menangkap semburat kebahagiaan yang dinikmati Bang Mula saat ia menjadi seorang Ompung dengan satu orang cucu yang memang sangat terasa sekali dalam sebagian besar tulisan-tulisannya.

Sebagai buku kumpulan tulisan yang memuat tulisan-tulisan bernas Bang Mula saya rasa buku ini bisa mewakili semua hal yang telah diungkap Bang Mula di blognya. Tulisan-tulisan yang dipilih termasuk yang terbaik dari ratusan tulisan di blognya. Sayangnya penerbit tak mencantumkan tanggal kapan tulisan itu pernah diposting di blognya. Saya rasa itu perlu karena dengan demikian pembaca dapat menautkan antara isi tulisan dengan waktu tulisan itu dibuat sehingga ketika buku ini dibaca di masa-masa yang akan datang, pembaca akan mengetahui bahwa peristiwa yang disinggung di tulisan-tulisan itu terjadi pada era tahun sekian, bulan sekian, dsb.

Namun terlepas dari hal diatas, seperti sub judul buku ini, maka semua tulisan dalam buku ini akan menjadi sebuah bingkai kenangan akan seorang Mula Harahap dalam memaknai setiap kehidupannya dan orang-orang di sekitarnya .

Apa yang telah ditulisnya bukanlah sebuah kisah perenungan atau sebuah buku motivasi yang menuntun pembacanya untuk berubah atau menjadi seperti dirinya, Bang Mula hanya mengisahkan dirinya dan apa yang dilihatnya secara jujur apa adanya dengan demikian pembaca seolah diberi kebebasan untuk menyimpulan apa yang telah dibacanya menurut sudut pandangnya dan interpretasinya masing-masing.

@htanzil

Tuesday 19 October 2010

Betelguese Incident - Toba Beta


[No. 243]
Judul : Betelguese Incident - Insiden Bait Al-Jauza
Penulis : Toba Beta
Penerbit : PT. Bumi Initama Semesta
Cetakan : I, Juni 2010
Tebal : 492 hlm

Betelgeuse adalah adalah bintang yang terletak 427 tahun cahaya dari Bumi. Bintang ini merupakan bintang paling terang kedua di rasi bintang Orion dan bintang paling terang kesembilan pada langit malam. Nama Betelgeuse berasal dari kata Bait al-Jauzā, berasal daribahasa Arab yang berarti "rumah sang raksasa".

Bintang yang menurut para ahli astronomi sedang mendekati kehancurannya dan dapat membengkak 100 kali lipat sebelum meledak ini oleh Toba Beta dijadikan judul sebuah novel science fiction Sebuah genre yang boleh dibilang masih jarang digarap oleh penulis-penulis lokal. Ini adalah novel pertamanya dan sekaligus merupakan buku pertama dari sebuah seri yang diberinya nama "Novel berseri petualangan jagad raya : Sandi Semesta"

Yang menjadi dasar dari novel berseri ini adalah sebuah rangkaian peristiwa bencana alam sangat dahsyat yang terjadi akibat ledakan kataklismik Gunung Sunda Purba dan Gunung Toba Purba antara 100.000 hingga 50.000 tahun yg lalu. Efek dari Bencana tersebut ternyata memancarkan badai partikel unik. Badai partikel tersebut terus merambat dan melintasi ruang antarbintang dan mengarah ke suatu sector yang berjarak 36.200 tahun cahaya dari pusat galaksi Bimasakti.

Badai partikel itu akhirnya menghantam bintang Sactir yang berada di kawasan Global Cluster NGC-6101. Ada 10 planet yang mengitari bintang Sactir. Planet kedua dan ketiga terpanggang habis. Namun ada satu planet yang tak terkena bencana dimana di atas planet tersebut ada kehidupan dengan 600 juta jiwa dengan teknologi antarbintang yang canggih. Mereka adalah bangsa Sactirion. Mereka mengira bencana ini diakibatkan oleh sebuah peradaban di bumi sehingga mereka menyiapkan armada perang untuk menghantam bumi dan isinya.

Pada tahun 2056 sebuah pesan dari galaksi lain yang tidak diketahui darimana berasal sampai ke Bumi tepatnya pusat luar angkasa Indonesia. Saat itu Indonesia dikisahkan telah menjadi negara yang sangat maju dalam bidang IPTEK khususnya dalam hal teknologi ruang angkasa dimana Ciwidey – Bandung yang menjadi sentral penelitian ruang angkasa. Karena isi dari pesan itu belum mampu dipecahkan dan khawatir merupakan pesan penting dari kehidupan lain maka para ilmuwan dan petinggi negeri secara rahasia mengadakan rapat darurat untuk mencoba memahami isi pesan tersebut.

Lalu kisah dalam novel ini mundur ke tahun 2016-2037 yang mencertiakan sepak terjang dua orang mahasiswa INTERAIN (Institut Ruang Angkasa Indonesia) yang berlokasi di Ciwidei Bandung bernama Sandi Semesta dan Mira Darwis. Sandi Semesta adalah mahasiswa cerdas yang lahir dari keluarga sederhana. Sedangkan Mira Lesmana adalah putri seorang konglomerat yang memiliki pengaruh luas dan banyak membiayai proyek-proyek luar angkasa Indonesia.

Awalnya keduanya tidak saling mengenal namun sebuah persitiwa perkelahian antara dua geng pemuda yang melibatkan Mira Darwis yang saat itu sedang berpacaran dengan salah satu pimpinan geng tersebut akhirnya membuat mereka bertemu karena secara tidak disengaja Sandi Semesta menyelamatkan Mira dari kejaran anggota geng yang memusuhinya. Setelah kejadian itu Mira putus dengan pacarnya dan lambat laun tumbuh rasa cinta antara Sandi dan Mira

Bertahun-tahun kemudian di jagad raya sana dimana para Dewan Devara yang dalam novel ini dikisahkan menjadi semacam entitas yang mengatur kendali semesta tengah terjadi perselisihan pendapat soal pengaturan semesta raya, pertengkaran mereka mengakibatkan salah satu Dewan Devara yang bernama Bara keluar dengan membawa niat untuk mempengaruhi dan menguasai dewan devara yang ada.

Devara Bara berniat turun ke bumi untuk melakukan hal-hal jahat, niat ini diketahui oleh anggota dewan Devara lain. Devata Talmis yang mengetahui bahwa Bara sedang melakukan aktivitas berbahaya di dalam ruang yang sudah lama diciptakannya di gua Belanda area Taman Hutan Raya Dago, Bandung segera mengejarnya.

Pertemuan mendadak antara dua entitas tersebut menyebabkan kota Bandung dilanda guncangan gempa hebat berkekuatan 6.2 SR. Planet bumi seakan shock akibat peremuan dua kekuatan dahsyat yang muncul spontan di permukaannya. Saat itu kebetulan Mira Darwis dan keluarganya sedang mengunjungi Gua Belanda di Tahura dengan ditemani Dewi yang adalah adik dari Sandi Semesta. Gempa berkekuatan besar itu menyebabkan mulut gua hancur dan mereka terperangkap dalam gua. Mira beserta keluarga bisa selamat keluar dari gua namun Dewi masih terperangkap di dalam.

Sandi Semesta berusaha mencari keberadaan Dewi namun sialnya ia bertemu dengan Bara yang menyandera Dewi, mereka berkelahi dan Sandi terluka parah. Dalam keadaan terluka parah Sandi ‘diambil’ oleh Devara Talmis sedangkan Dewi tetap menjadi sandera Devara Bara. Dengan demikian Sandi dan Dewi tak pernah ditemukan dan dikabarkan hilang dan mati terperangkap dalam gua yang runtuh.

Hilangnya Sandi dan Dewi membuat Mira merasa bersalah, karenanya Mira dengan bantuan orang tuanya melakukan proyek besar-besaran di gua Belanda untuk menemukan Sandi dan Dewi, jikapun tidak ia berharap dapat menemukan jasad mereka berdua. Namun proyek tersebut akhirnya membawa Mira pada sebuah temuan aneh di dalam gua yang berasal dari peradaban yang lebih maju dari manusia. Dan hal ini akan membawa Mira pada sebuah petualangan yang menakjubkan ke sebuah galaksi lain yang tidak mungkin akan ia lupakan.

Sementara di galaksi lain Sandi digembleng oleh Devara Talmis untuk menggantikan posisi Devara Bara. Sandi terus belatih sambil berharap jika kemampuannya telah memadai ia akan mengejar Bara dan menyelamatkan Dewi. Selain itu ada misi lain yang harus diemban oleh Sandi yaitu mencegah terjadinya pertempuran besar-besaran antara bangsa Sactrion dan penduduk bumi.

Secara umum novel ini memang menarik dan ini adalah novel Sci Fiction yang sesungguhnya dimana materi-materi sci-fic tidak hanya sekedar tempelan melainkan menjadi bagian dari sebuah kisah besar yang hendak dibangun oleh penulisnya. Penulis tampaknya tak canggung-canggung untuk mengisahkan kisahnya ini dengan setting di Bandung, Indonesia yang dikisahkan memiliki infrastruktur dan SDM yang hebat dalam teknologi ruang angkasa .

Walau novel ini adalah rekaan belaka namun penulis mendasari semua itu berdasarkan referensi ilmiah sehingga tak menimbulkan kesan sebagai kisah dari negeri khayalan. Apa-apa yang dituliskan mengenai teknologi komunikasi, transportasi, navigasi antara planet, dll dideskpripsikan dengan cukup mendetail sehingga seolah-olah teknologi itu sudah ada dan diterapkan padahal kenyataannya mungkin baru sekedar wacana atau prototipe saja. Namun karena didasarkan pada hal-hal yang ilmiah maka rasanya bukan tak masuk akal bisa di masa depan semua yang terdapat dalam novel ini akan terwujud juga.

Selain memaparkan kehebatan-kehebatan peralatan, pesawat, dan teknologi ruang angkasa yang sudah sangat maju dan, serunya duel antara Sandi dan Bara di Betelgeuse, kisah pertempuran antara pasukan bumi dan mahluk asing novel ini juga menyajikan dialog-dialog filosofis perihal keberadaan alam semesta antara tokoh Sandi dan Devara Talmis sehingga hal ini akan membuka cara berpikir dan wawasan pembaca dalam memaknai alam semesta.

Novel gemuk ini sepertinya memang mencoba memuaskan pembacanya dengan berbagai hal, selain materi sci fiction, penulis juga memasukkan unsur kisah asmara dan dunia mahasiswa layaknya sebuah novel roman, mungkin hal ini dimaksudkan agar pembaca tak bosan membaca novel sci fiction setebal 492 halaman. Namun justru di bagian ini saya rasa ada banyak hal yang terlalu didalami oleh penulis yang mungkin seharusnya bisa dipangkas agar novel ini bisa menjadi lebih ramping dan tidak berlarut-larut dalam kisah yang mungkin bisa mengaburkan pembacanya dari tema sentral novel ini.

Contohnya saat Sandi menolong keluarga kaya dari perampokan, lalu deskripsi keseharian Sandi dan kawan-kawannya di kampus, dan konflik antara dua geng pemuda. Saya rasa bagian ini bisa dipangkas lebih ringkas lagi sehingga pembaca bisa diajak langsung masuk ke inti kisah. Karena judul novel ini adalah Betelguese Incident : Insident di bait al-zura tentunya sejak awal pembaca umumnya akan bertanya-tanya ada insiden apa di Al Zura? Sedangkan di novel ini peritiwa di bait Al zura sendiri baru muncul di bagian-bagian akhir itupun tak banyak.

Sayangnya juga di bagian ketika menceritakan dunia mahasiswa Sandi dan Mira, penulis tak mengeksplorasi perangkat-perangkat teknologi yang mereka pakai saat itu. Kalau saja di bagian ini diceritakan bagaimana teknologi hp, computer, dan gadget2 lain di masa itu tentunya akan lebih menarik lagi.

Setting waktu yang bolak balik antara tahun 2026, 2057, 2032 dan kisahnya yang kompleks juga menuntut pembaca untuk lebih konsentrasi membaca novel ini. Ada beberapa bagian yang tak tuntas tapi memang sepertinya harus seperti itu karena ini merupakan buku pertama dari sebuah novel berseri dan kita baru akan bisa menemukan sebuah gambaran utuh jika sudah membaca seluruh seri dari novel ini. Semoga kemunculan judul berikutnya bisa terbit tak terlalu lama sebelum pembaca lupa akan apa yang telah dibacanya.

Terlepas dari hal-hal diatas ada banyak hal menarik dari novel ini. Dengan cerdas penulis juga mencoba memadukan kondisi geografis sunda kuno dengan misteri semesta yang belum terpecahkan. Penulis tampaknya berhasil menciptakan kisah masa depan yang didasarinya dari peristiwa-periwtiwa geologi yang terjadi di Nusantara ribuan tahun yang lampau

Dan yang luar biasa, seperti telah saya ungkap diatas tak canggung-canggung menuliskan kisahnya dengan sangat Indonesia sehingga ada semangat optimisme yang hendak disampaikan bahwa Indonesia akan menjadi Negara maju di bidang teknologi ruang angkasa. Sebenarnya bisa saja penulis menuliskan setting kisahnya di negera maju atau di Negara antah berantah namun penulis dengan percaya diri meghadirkan setting kisahnya di Indonesia tepatnya di Bandung di kota yang pernah memberinya ide-ide sinpiratif di perjalanan hidupnya.

Toba Beta sedang menciptakan mimpi-mimpi masa depan bagi Indonesia. Akankah 40-50 tahun lagi Indonesia akan sedemikian majunya seperti dalam novel ini. Mimpi telah ditulis dan ditawarkan bagi kita dan generasi di masa depan, tinggal apakah kita mau bersuaha meraih mimpi itu?

Selain itu melihat betapa seriusnya penulis menggarap novel ini saya merasa jika penulis konsisten untuk menulis di jalur ini dan memiliki nafas panjang untuk melanjutkan judul-judul selanjutanya saya percaya ini akan menjadi era kebangkitan genre Sic Fiction lokal yang lama tenggelam dan tak terdengar di khazanah sastra tanah air.


@htanzil

Thursday 7 October 2010

Karamazov Bersaudara - Dostoevsky

[No. 242]
Judul : Karamazov Bersaudara (Novel Grafis)
Penulis : Dostoevsky
Penerjemah : Isao Arief
Penerbit : Elexmedia Komputindo
Tebal : 382 hlm

Buku Ini adalah novel grafis/komik yang diadaptasi dari salah satu karya monumental Vyodor Dostoevsky “The Brothers Karamazov”. Awalnya saya sama sekali tidak menyangka kalau salah satu masterpiece Dostoyevsky itu bisa diadaptasi ke dalam novel grafis, karenanya begitu melihat bukunya di rak buku komik di TB Gramedia saya langsung membelinya. Ketebalan komiknya juga membuat saya tertantang untuk membacanya. Dikemas dalam ukuran novel komik ini memiliki ketebalan 382 halaman! Wow! Belum pernah rasanya melihat dan membaca komik setebal itu dalam satu buku.

Yang juga membuat saya penasaran adalah pertanyaan bagaimana mungkin sebuah novel serius karya novelis Rusia ini bisa diadaptasi ke dalam komik? Mampukah panel-panel gambar dan kata-kata dalam balon gambarnya ini menyampaikan intisari novel setebal 700-an halaman ke dalam sebuah komik tebal.

Tadinya saya penasaran siapa komikus yang mengadaptasi Kamarazov Brother ke dalam bentuk komik, ternyata setelah melihat halaman copyright nya tak tertulis satu namapun kecuali nama pemegang copyrightnya yaitu VARIETY ART WORKS, EAST PRESS., LTD , Tokyo Japan.

Kisahnya sendiri menceritakan masa muda Aluysha, tokoh utama dan putra ketiga keluarga Karamazov. Ayahnya, Fyodor Karamazov adalah pria miskin yang kemudian menjadi kaya, dan memiliki tanah sehingga menjadi bangsawan dan memiliki istri yang cantik. Namun Fyodor bukanlah pria baik-baik, ia memiliki moral yang bejat, di depan istinya ia kerap bermain wanita dan minum minuman keras. Tak tahan dengan kelakuan suaminya, istrinya melarikan diri. Fyodor tak berubah, istri keduanya menjadi gila dan meninggal dunia, namun ia tak juga jera dan terus hidup seenaknya. Ia terus menumpuk harta, bermain wanita dan minum minuman keras.

Di tengah kehidupan bejat seperti itulah lahir ketiga anaknya, ia tega meninggalkan anak-anaknya dan terus hidup bersenang-senang dengan harta dan wanita-wanitanya sehingga ketiga anak-anaknya ini diasuh oleh keluarga yang berbeda sehingga masing-masing menjalani hidupnya sendiri-sendiri. Putra sulungnya, Dimitri adalah sosok pemberani yang menjadi tentara, seperti ayahnya ia suka bersenang-senang dan emosional. Ivan, putra kedua menimba ilmu di Moskow dan menjadi intelektual atheis. Dan yang terakhir adalah Aloyshia, pemuda yang baik hati, polos dan memutuskan untuk menjalani kehidupannya di biara.

Suatu saat sang ayah mengumpulkan ketiga anak-anaknya dan menyatakan bahwa ia akan menikah kembali. Foyodor juga menyatakan bahwa kini ia membutuhkan banyak uang karenanya ia tak akan memberikan satu rubel pun uangnya pada ketiga anaknya. Ivan dan Aloyshia tak keberatan dengan keinginan ayahnya namun Dimitri menolaknya apalagi setelah diketahui bahwa wanita yang ingin dinikahi oleh ayahnya adalah Grushenka yang masih menjadi kekasih Dimitri.

Pertemuan ayah dan ketiga anaknya itu menjadi ricuh karena baik Fyodor maupun dimitri saling mempertahankan keinginannya, ayah dan anak teribat perkelahian bahkan hampir saja Dimitri membunuh ayahnya sendiri. Beruntung perkelahian itu berhasil dicegah, Dimitri meninggalkan ayahnya dengan membawa dendam di hatinya dan ia tetap bertekad untuk menghalangi niat ayahnya untuk menikahi kekasih hatinya.

Dari peristiwa inilah kisah keluarga Karamazov berkembang, masing-masing tokoh kelak memiliki konfliknya sendiri-sendiri. Selain kakak beradik Karamazov muncul pula tokoh-tokoh lain yang ikut mewarnai kisah ini. Seperti yang menjadi ciri khas novel2 Dostoyevsky maka aspek psikologis tokoh-tokohnya begitu kental mewarnai sekujur tubuh komik ini.

Tak hanya itu, dengan membaca Karamazov bersaudara ini pembaca diajak memahami situasi sosial dan politik Rusia di abad 19 dimana kebebasan mulai berani diekspresikan namun ketidak adilan masih dirasakan sehingga mulai menimbulkan konflik antara para bangsawan dan rakyat kecil yang saat itu mulai dipengaruhi oleh gerakan komunisme.

Kembali ke pertanyaan di atas, mampukah komik ini mengadaptasi novel serius yg merupakan salah satu masterpiece Dostoevsky? Saya belum pernah membaca versi novelnya jadi saya tak bisa membandingkan antara komik ini dengan novelnya. Namun demikian walau kisah dan karakter tokoh-tokohnya kompleks dan saya tidak terbiasa membaca komik setebal ini saya tetap bisa memahami keseluruhan kisahnya.

Selain kisahnya yang menarik gambaran ekspresi wajah tokoh-tokohnya juga digambarkan dengan begitu baik sehingga mampu menggambarkan karakter dan situasi hati dari masing-masing tokoh2nya sehingga pembaca akan ikut larut dalam dramatisasi kisah yang terdapat dalam buku ini. Penyajian panel-panel gambarnyapun dibuat demikian dinamis, dalam satu halaman bisa terdiri dari 3 sampai 7 panel gambar. Atau kadang ada yang hanya berisi satu atau dua panel saja, bahkan ada dua halaman sekaligus yang hanya berisi satu panel gambar wajah tokohnya sehingga emosi dari si tokoh tergambar dengan jelas.

Terbitnya karya Dostevsky ini dalam bentuk komik ini patut mendapat apresiasi setinggi-tingginya. Novel Karamazov Bersaudara ini hingga kini belum pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia Walau kini hadir dalam bentuk komik namun setidaknya ini adalah langkah awal untuk mengenalkan karya ini ke pembaca Indonesia sebelum membaca novelnya.

Selain Karamazov Bersaudara, penerbit Elexmedia juga menerjemahkan komik-komik yang diadaptasi dari karya2 sastra dunia dalam seri ‘World Masterpiece’ antara lain Metamorphosis (Kafka), Crime and Punishment (Dostoevsky), King Lear (Shaskepheare), dan sebagainya. Tentunya kehadiran komik-komik seri World Masterpiece ini sedikit banyak dapat mempopulerkan karya-karya sastra klasik dunia ke pasar pembaca yang lebih luas lagi sehingga karya2 besar ini tak hanya dibaca oleh segelintir pembaca sastra saja tapi dapat juga dibaca dan dipahami oleh pembaca umum. Karena pasar komik manga lebih didominasi oleh pembaca remaja tentu saja akan jadi hal yang positif jika karya2 klasik dunia ini dapat dibaca oleh para remaja yang selama ini membaca Naruto, One Piece, Kungfu Boy, dll.

@htanzil

 
ans!!