Saturday 30 June 2007

Zaman Perunggu, Jilid 1 : Seribu Kapal

Judul : Zaman Perunggu, jilid 1 : Seribu Kapal
Judul Asli : Age of Bronze vol. 1 - A Thousand Ships
Penulis : Eric Shanower
Penerjemah : Lulu Wijaya
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Mei, 2007
Tebal : 225 hlm ; 1 cm

Genre : Novel Grafis

Coba sebutkan kisah mitologi Yunani apa yang paling populer ? Secara cepat mungkin dalam benak kita meluncurlah dua kisah y.i kisah Herkules dan kisah Perang Troya. Dari sekian banyak kisah dalam mitologi Yunani, Perang Troya merupakan kisah legenda yang paling banyak dikisahkan. Perang Troya adalah penyerbuan terhadap kota Troya yang terletak di Asia Kecil, oleh tentara Achaean (Yunani Mycenaean), yang terjadi setelah Paris menculik Helena dari suaminya Menelaus, raja Sparta.

Dari mana sebenarnya kisah Perang Troya berasal. Dalam kesasteraan kuno Yunani, kisah ini kerap muncul karena diangap merupakan salah satu peristiwa penting dalam mitologi Yunani. Dua karya yang mengisahkan Perang Troya yang paling terkenal adalah Iliad dan Odyssey karya Homer. Itupun sebenarnya tidak menceritakan kisah Perang Troya secara lengkap. Iliad berhubungan dengan tahun-tahun terakhir pengepungan Troya, sedangkan Odyssey menceritakan pulangnya Odyssey, salah satu pemimpin Achaea dari penyerbuannya ke Troy. Sedangkan kisah lainnya tersebar dalam fragmen-fragmen karya-karya sastra Yunani kuno lainnya.

Anehnya walau kisahnya sendiri telah berusia ribuan tahun, kisah Perang Troya masih menarik untuk terus diceritakan dan dihidupkan kembali dalam berbagai bentuk. Begitu banyak penulis, dramawan, sineas, seniman yang menulis kisah Perang Troya sesuai dengan versinya masing-masing, legenda ini telah ditambah-tambahi, diperindah, atau mengungkap hal-hal baru sehingga tak heran kisah terkenal ini banyak berubah dari versi aslinya. Dalam versi layar lebar rasanya kita masih ingat film kolosal yang berjudul “Troy” yang disutradarai oleh Wolfgang Petersen dan dimainkan oleh bintang-bintang besar Hollywod seperti Brad Pitt, Eric Bana, Diane Kruger, dll

Eric Shanower, komikus Amerika yang sebelumnya dikenal sebagai pembuat Oz graphic novels, tergerak untuk memvisualisasikan Perang Troya dalam bentuk komik ketika ia mendengarkan buku audio The March of Folly: From Troy to Vietnam karya Barbara W. Thucman. Perhatiannya terserap oleh salah satu bab mengenai Perang Troy. Dan semenjak itulah kisah Perang Troy selalu mengugah otot-otot kreatifitasnya sehingga iapun segera merlakukan riset sejarah Prang Troy. Ratusan buku dilahapnya, sadar bahwa komik Prang Troy akan memuat ribuan panel, Eric Shanower memutuskan untuk membuat komiknya menjadi tujuh buah jilid dibawah judul The Age of Bronze .

Seri pertama Age of Bronze - One Thousand Ships yang terjemahannya diterbitkan oleh Gramedia menjadi Seribu Kapal, Eric Shanower memulai kisahnya dengan menampilkan gambar Paris yang sedang tertidur ketika sedang menggembalakan kerbau-kerbaunya. Setelah membawa kerbau-kerbaunya pulang ke kandangnya. Paris yang tinggal bersama kedua orang tuanya di kaki gunung Ida didatangi oleh utusan raja dari Troy. Mereka ditugaskan mencari kerbau terbaik untuk dijadikan hadiah dalam pertandingan festival di Troy. Kebetulan Angelous (ayah angkat Troy) memiliki kerbau terbaik di seluruh desa Ida.

Walaupun Agelous merelakan kerbaunya dipersembahkan pada raja, namun Paris menolaknya. Karena tak kuasa menolak permintan Raja, akhirnya Troy memiliki ide untuk ikut dalam festival guna memenangkan pertandingan sehingga kerbau milik ayahnya bisa dimilikinya kembali.

Siapa yang menduga niat sederhana Paris berangkat ke Troy untuk memperoleh kembali kerbaunya ternyata memberikan dampak yang luar biasa pada sejarah dan legenda Yunani. Paris berangkat bersama Angelous menuju Troy dan memenangkan pertandingan, ketika kemenangannya ditentang oleh putra-putra Raja Priam (Raja Troy), Angelous menghadap Priam dan mengatakan bahwa sesungguhnya Paris adalah anak raja Priam yang dibuang ke hutan dan diasuh oleh Angelous. Paris dibuang karena menurut ramalan, jika Paris dibiarkan hidup ia akan membawa bencana bagi Troy.

Tanpa diduga, walau salah seorang anak Raja Priam mengingatkan kembali akan ramalan bahwa Paris akan membawa bencana bagi Troy, Paris diterima kembali ke lingkungan istana dan menjadi bagian dari keluarga kerajaan. Saat itu Priam berniat untuk membawa kembali Hesione, saudarinya yang ditawan oleh Telamon dari Salamis. Paris mengusulkan diri untuk pergi ke Salamis untuk membawa Hesion pulang ke Troy. Namun alih-alih membawa Hesione pulang, Pram malah membawa Helen dari Sparta yang merupakan istri dari Raja Menelaus.

Tindakan Paris membuat berang Raja Menelaus, ia segera meminta kakaknya, Raja Agung Agamemnon untuk membantunya. Jauh hari sebelum Helen dinikahi oleh Menelaus, Helen pernah diperebutkan oleh 48 raja dan pangeran di seluruh daratan dan kepulauan. Akhirnya Helen dipinang oleh Raja Menelaus. Untuk menghindari peperangan akibat persaingan dalam memperebutkan Helen, para peminang bersumpah, siapapun yang karena Helen mengancam suaminya nanti, atau mengambil Helen dengan paksa, maka yang lainnya akan mengejar pelanggar ini dan menghukumnya.

Untuk itu Raja Agung Agamemmon segera mengumpulkan sekutu-sekutunya terutama mereka yang telah terikat sumpah untuk berangkat ke Troy dan membawa kembali Helen ke Sparta. Ketika itulah ini seorang peramal mengungkapkan bahwa orang-orang Achaea (sebutan untuk Raja Agung dan sekutu-sekutunya - sekarang Yunani) tak akan memenangkan pertempuran tanpa Achiles, putra Peleus.

Pencarian Achiles memakan waktu hampir dua tahun, hingga akhirnya Achiles bisa ditemukan dan orang-orang Achea dengan seribu kapalnya siap berangkat menuju Troy untuk membawa pulang Helen.

Di sinilah kisah Seribu Kapal berakhir. Seperti yang dijanjikan Eric Shanower, kelanjutan kisah Perang Troy akan bersambung di jilid-jilid berikutnya. Hingga kini dari 7 jilid yang direncanakan terbit, baru dua jilid yang terbit , Jilid 2 : Sacrifice telah terbit pada tahun 2004, dan jilid 3 : Betrayal – part one akan terbit di musim panas 2007 ini.

Seperti diungkap oleh Eric Shanower dalam ‘Sekilas Tentang Seribu Kapal’, komik Age of Bronze ini merupakan versi baru dari kisah Prang Troy. Walau tetap setia pada alur utama kisahnya kita akan melihat bahwa dalam karyanya ini Eric menghilangkan peranan dewa-dewa yang seharusnya memegang peranan penting dalam legenda dan mitologi Yunani. Tampaknya Eric berusaha merasionalisasi-kan peranan Dewa sehingga kisah Perang troy tampak terlihat lebih manusiawi. Eric hanya menyisakan mimpi dan penglihatan-penglihatan yang hingga sekarang masih dipercaya oleh sebagian masyarakat modern. Langkah Eric ini mengingatkan kita pada Pramoedya yang dalam karya-karyanya selalu menyngkirkan hal-hal supranatural dan membuang mitos-mitos yang tidak relevan dengan dunia modern.

Tampaknya novel grafis ini dikerjakan dengan riset yang mendalam, Eric tentunya tak mau sembarangan untuk menampilkan detail dalam panel-panelnya guna menyajikan visualisasi kisah yang terjadi ribuan tahun yang lampau. Untuk itu ratusan buku dilahapnya. Buku ini memuat lebih dari seratus bibiliografi baik untuk alur cerita, tokoh-tokoh, dan gambaran umum mengenai peristiwa yang terjadi. Selain itu terdapat juga lampiran silsilah bangsa Achaea dan silsilah keluarga kerajaan Troy.

Atas risetnya yang sungguh-sungguh ini, tak heran jika akhirnya novel grafis yang dilukis dengan warna hitam putih, ini menjadi begitu detail dalam visualisasinya. Setidaknya apa yang dilukis oleh Eric dapat memberikan kita gambaran yang mendekati situasi dimana ksiah Perang Troy terjadi. Gambar-gambarnya indah, bersih dan tidak membuat mata menjadi lelah. Penempatan panel-panel gambarnya juga dinamis, sedikit banyaknya panel gambar dalam satu halaman disesuaikan dengan kebutuhan visualsiasi ceritanya.

Yang mungkin agak mengganggu dalam karya ini adalah ada begitu banyaknya nama-nama tokoh dijumpai dalam buku ini. Bagi Mereka yang tidak terbiasa membaca kisah-ksiah Yunani kuno hal ini tentu saja menimbulkan kebingungan. Untunglah daftar nama di bagian belakang buku ini cukup membantu untuk mengingatkan kita akan nama tokoh yang muncul dalam cerita.

Usaha Eric Shanower mengangkat kembali kisah Perang Troy dalam bentuk novel grafis patut dihargai. Apalagi jika ia sanggup menyelesaikan seluruh epos Perang Troy secara lengkap dalam ketujuh jilid bukunya kelak. Bukan tak mungkin nama Eric Shanower pun akan ikut menjadi legenda karena berhasil mengisahkan kembali sebuah legenda peperangan yang begitu menguras tenaga, waktu, penuh dengan air mata, nafsu, dan pengkhianatan .

Sejauh ini usaha Eric setidaknya telah membuahkan hasil, novel grafis Seribu Kapal meraih penghargaan Eisner Award, sebuah penghargaan untuk karya-karya komik dunia yang mungkin bisa disetarakan dengan anugerah Oscar bagi insan perfileman dunia. Tahun 2001, dan 2003 Eric Shanower dinanugerahi Eisner Award sebagai Best Writer/Artist untuk novel grafisnya serialnya : Age of Bronze.

Akhirnya, karya ini sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja. Visualsiasinya yang menarik, detail dan akurat setidaknya dapat memberikan kita gambaran yang mendekati situasi dimana kisah Perang Troy terjadi. Selain itu kisahnya yang menarik sepertinya akan menyentuh kemanusiaan kita yang paling mendasar, menyangkut masalah-masalah kemanusiaan yang abadi, tentang cinta, nafsu berahi, kematian, kehormatan dan jati diri.

@h_tanzil

Saturday 23 June 2007

Instrumen Orang Sukses

Judul : Instumen Orang Sukses
Penulis : Ardian Syam
Penerbit : Lembaga Penerbitan FE Unversitas Indonesia
Cetakan : I, Mei 2007
Tebal : 112 hal

Semua orang pastilah ingin sukses. Namun meraih kesuksesan tidak semudah membalikkan telapak tangan, perlu ada perjuangan, ada proses yang harus dilalui, tak jarang proses itu harus dilalui dengan berlikunya jalan hingga akhirnya sukses bisa diraih.

Ada berbagai cara untuk meraih sukses, sudah banyak buku yang diterbitkan yang berisi tips-tips meraih kesuksesan. Dan kini diantara puluhan judul buku-buku sukses itu, terbit sebuah buku yang berjudul “Instrumen Orang Sukses” karya Ardian Syam yang namanya dikenal sebagai kontributor di www.pembelajar.com, www.andriewongso.com, www.halamansatu.net, dan www.wikimu.com . Selain itu, Ardian juga penah menerbitkan bukunya yang berjudul “Kacamata Kuda” (Amara Books, 2006)

Jika sudah banyak buku-buku sukses ditulis orang, lalu apa yang menarik dari buku ini ?
Prof. Roy Sembel, Ph.D dalam kata pengantar di buku ini mengungkapkan bahwa tidak seperti buku-buku sukses lainnya dimana biasanya mengulas langkah-langkah menuju sukses, pembentukan sikap, penentuan tujuan,dll, buku ini mengulas alat dan atribut yang dapat digunakan untuk membantu kita mencapai sukses.

Alat dan atribut yang dibunakan untuk mencapai sukses itu dalam buku ini diistilahkan sebagai ‘instrumen’. Pada intinya, buku ini menegaskan bahwa untuk meraih sukses kita perlu meningkatkan nilai diri kita dengan menggunakan sejumlah instrumen-instrumen yang sebenarnya telah ada disekitar kita. Dalam kata pengantarnya Ardian menngungkapkan bahwa buku ini diutujukan khusus kepada Anda yang sedang dalam proses menuju sukses atau baru mencapai zona sukses. Dikatakan instrumen karena semua yang disediakan buku ini memang untuk digunakan dengan baik dan penuh perhatian sehingga menimbulkan suara-suara yang indah dan berharmoni.

Apa saja instrumen atau alat-alat yang digunakan untuk meraih kesuksesan ? Buku ini mengulas 8 buah instrumen yang sangat mudah diperoleh dan mudah pula dipergunakan asal kita bisa ‘memainkan’nya, yaitu Kartu nama dan handphone, Bergaul, Internet, Buku, Dalam Rapat, Kreatif, Menulis ke Media, dan Tetap fokus.

Instrumen yang mendapat bahasan yang paling banyak terdapat pada instrumen Bergaul dan Internet. Dalam bergaul, buku ini mengungkap bahwa begaul adalah instumen yang terbukti efektif dan cepat dalam meningkatkan nilai diri kita. Dalam bab ini pembaca akan dikenalkan dengan apa yang dinamakan small world phenomenon (small world efect) yaitu hipotesis bahwa setiap orang di dunia dapat dihubungi melalui sebuah rantai pendek pertemanan.

Konsep ini juga pernah dikenal dengan istilah six deegrees of separation yang menyatakan bahwa dua orang teman yang tidak saling kenal dapat terhubungkan oleh enam orang teman. Buku ini memberikan contoh sederhana bahwa kita dapat menjadi teman Presiden SBY karena kita kenal A yang menjadi sudaranya B, sementara B tinggal di sebelah rumah C, sedangkan C berteman dengan D, kebetulan pula D adalah keponakan dari E, lalu ternyata E adalah adik sepupu dari F yang merupakan teman main SBY waktu masih kecil. Kesimpulannya, konsep ini menyimpulkan bahwa tidak banyak orang yang perlu kita hubungi bila ingin berkenalan dengan orang orang-orang tertentu. Tetapi kita tidak pula dapat bertemu dengan orang tersebut bila kita tidak mulai bertemu dengan orang-orang tertentu yang mungkin bisa mempertemukan kita dengan orang yang dituju

Yang menarik dan mungkin instrumen yang paling mutakhir untuk saat ini adalah Internet. Dengan agak mendetail buku menggungkap bahwa dalam dunia cyber kita bisa memanfaatkan 3 alat yang telah disediakan oleh Internet secara cuma-cuma, yaitu milis (atau mail list), weblog (Blog), dan Friendster. Ketiga alat ini dibahas secara mendalam lengkap dengan sejarah singkat, langkah-langkah praktis seperti bagaimana cara bergabung dalam milis, dan fiendster.

Lalu ada pula instrumen rapat yang ternyata bisa digunakan sebagai alat menuju kesuksesan. Dalam bab ini diuraikan 15 tips guna menaikkan nilai diri kita dalam rapat, seperti; duduklah berseberangan dengan ketua rapat, datang dengan persiapan matang, jangan memonopoli diskusi, dll.

Masih ada banyak lagi pelajaran berharga yang dapat diperoleh di buku ini, semuanya berujung pada ajakan untuk meningkatkan Nilai Diri melalui kedelapan instrument yang semuanya berada disekitar kita. Walau kedelapan instrumen tersebut bukan hal yang baru bagi kita, namun bukan berbarti buku ini tidak menjadi bermanfaat, karena kalaupun kita sudah mengetahuinya bahasan dalam buku ini dapat dijadikan sebagai pengasah atau mengingatkan kita akan-hal-hal yang perlu kita lakukan guna meraih kesuksesan.

Buku ini ditulis dengan bahasa yang mudah dimengerti, ringkas, namun padat. Kita tidak akan disuguhi teori-teori manajemen yang mengawang-ngawang, namun kita akan langsung diajak mempraktekkan instrument-instrumen itu dengan langkah-langkah yang amat praktis dan masuk akal. Tampaknya buku tipis (112 hal) namun kaya manfaatnya ini cocok untuk dibaca oleh siapa saja, terlebih bagi mereka yang ingin menapak jalan kesuksesan melalui alat-alat yang sebenarnya telah ada di sekililing kita.

@h_tanzil

Saturday 16 June 2007

Blindness

Judul : Blindness
Penulis : Jose Saramago
Penerjemah : Arif Bagus Prasetyo
Penyunting : Yos Rizal
Penerbit : Ufuk Press
Cetakan : I, Maret 2007
Tebal : 447 hlm

Di sebuah kota tanpa nama terjadi kemacetan lalu lintas yang parah. Penyebabnya, di sebuah lampu setopan seorang pengemudi tak sanggup lagi meneruskan perjalanannya. Secepat kilat, apa yang ada dalam pandangan matanya tiba-tiba saja berubah menjadi putih. Ia bagaikan tercebur dalam lautan susu. Lelaki pengemudi itu buta ! Namun bukankah buta itu hitam ? Tak ada bedanya, apakah buta itu hitam atau putih, yang pasti lelaki itu kini tak bisa melihat apapun selain warna putih yang ada di hadapannya.

Seseorang menolongnya, mengantarnya ke rumahnya, sialnya penolongnya ternyata mencuri mobilnya. Namun ketika si pencuri berhasil membawa mobil lelaki buta, ke sebuah tempat di luar kota tiba-tiba saja ia mengalami nasib seperti si lelaki yang mobilnya dicuri. Si pencuri tak bisa melihat apapun kecuali warna putih yang menyelimuti matanya.

Sorenya lelaki buta pertama berkunjung ke dokter mata, dokter menemukan keanehan karena baik semua saraf dan organ matanya sehat, tak ada yang rusak. Malamnya dokter mata mencoba mencari literatur mengenai buta putih yang diderita pasiennya. Namun ketika ia mengumpulkan buku-buku untuk dikembalikan ke rak buku, tiba-tiba saja ia tak bisa melihat buku-bukunya karena semua yang dilihatnya menjadi putih. Dan dokter itu menyadari bahwa iapun mengalami kebutaan. Buta putih!

Secara cepat buta putih menyebar, menular bagaikan wabah influenza. Tak jelas apa media penularannya yang pasti semua yang berdekatan dengan orang yang buta dipastikan akan tertular. Dalam waktu singkat wabah ini menulari puluhan, hingga ratusan orang dalam kota tersebut. Pemerintah mengantisipasi penularan dengan mengisolasi orang-orang yang telah menjadi buta. Salah satunya ditempatkan dalam sebuah bangunan bekas rumah sakit jiwa dan dijaga secara ketat oleh sepasukan tentara.

Para orang buta yang dikarantina harus mengurus diri mereka sendiri, tak ada petugas medis atau sukarelawan yang menolong mereka. Hanya ada tentara yang bertugas menaruh jatah makanan di gerbang rumah sakit dan menjaga agar para orang buta tak melewati gerbang rumah sakit. Siapapun yang melewati batas yang ditentukan tentara tak segan akan menembaknya.

Dokter mata yang telah menjadi butapun tak luput dari pengkarantinaan. Ia ditemani istrinya yang pura-pura menjadi buta. Dokter mata, istrinya, dan beberapa orang buta lainnya merupakan rombongan pertama yang masuk dalam pengkarantinaan, dan kelak ketujuh orang yang masuk dalam rombongan pertama ini akan menjadi tokoh utama dalam novel ini.

Orang buta yang dikarantina terus berdatangan, jumlahnya mencapai ratusan sehingga melebihi kapasitas tempatnya. Bisa dibayangkan bagaimana mereka harus memenuhi kebutuhan dasarnya, tanpa fasilitas pengobatan, air, kakus, dan makanan yang tidak mencukupi. Ketika ada yang mati orang buta harus mengubur sendiri rekan mereka yang mati. Istri dokter menjadi satu-satunya orang yang dapat melihat dan hal ini dirahasiakannya hingga saat-saat terakhir mereka dikarantina.

Kehidupan di karantina semakin sulit ketika sekelompok orang buta bersenjata menguasai jatah makanan dan mengharuskan orang buta lain membelinya dengan barang berharga yang mereka miliki. Tidak hanya itu, merekapun meminta setiap bangsal mengirim wanita untuk memuaskan birahi mereka. Wanita ditukar dengan sejumlah paket makanan ! Tekanan ini membuat beberapa orang buta menjadi marah dan akhirnya melakukan pemberontakan hingga situasi di rumah sakit menjadi chaos sehingga menyebabkan terbakarnya seluruh bangunan rumah sakit.

Ketika kebakaran terjadi, mereka baru menyadari bahwa kini sudah tak ada tentara yang menjaga mereka karena tentarapun sudah menjadi buta! Orang-orang buta akhirnya bebas, namun situasi di luar tak ubahnya seperti di dalam, mereka harus tetap bertahan hidup karena seluruh warga kota menjadi buta. Tak ada pasokan listrik dan air karena semua pengelolanya menjadi buta. Orang-orang buta menjarah toko-toko makanan. Mereka yang tiba-tiba buta ketika berada di tengah jalan tak bisa menemukan dimana rumahnya hingga mereka memasuki rumah siapa saja yang ditemuinya. Tak adanya air membuat para orang buta membuang hajat dimana-mana. Jalanan penuh dengan tahi-tahi yang telah menjadi lumpur. Mayat berserakan di jalanan tanpa ada yang bisa menguburnya, beberapa dimakan anjing-anjing yang kelaparan, pembusukan terjadi dimana-mana. Kota dipenuhi ancaman wabah penyakit akibat udara yang tidak higenis.

Kisah diatas adalah novel kelam karya peraih nobel sastra 1998 asal Portugis - Jose Saramago. Dalam Blindness Jose Saramago terlihat jelas memperlihatkan kualitas kesastrawannya. Namun bukan berarti novel ini karya yang sulit dicerna seperti layaknya novel karya sastrawan dunia lainnya. Tak perlu kening yang berkerut untuk memahami novel ini. Kalaupun ada kerutan di kening itu akibat kepiawainya Saramago membuat kisahnya begitu menghujam sisi kemanusiaan pembacanya.

Blindness tak memberi ruang bagi pembacanya untuk terhibur. Novel ini memang novel yang muram, penuh persoalan kemanusiaan. Dalam kebutaannya yang mendadak, orang-orang buta kehilangan jati dirinya, nilai-nilai kemanusiaan mereka luntur karena masing-masing mempertahankan diri sendiri untuk hidup. Kalaupun ada humor, itupun humor yang pahit dan kelam. Sejak dari halaman pertama pembaca disuguhkan sebuah teror mental yang menakutkan karena kebutaan bisa terjadi secara tak terduga. Bahkan Saramago tak memberi kesempatan bagi pembacanya untuk memperoleh penjelasan medis bagaimana mungkin wabah kebutaan masal bisa terjadi. Semua terjadi begitu saja, dan peristiwa demi peristiwa yang mengalir mencekam membuat pembaca tak ingin diberi penjelasan medis bagaimana kebutaan masal bisa terhadi.

Di novel ini pembaca juga tak akan dipusingkan dengan sejumlah nama tokoh-tokohnya yang kadang membuat kita bingung. Tak ada sebuah namapun dalam novel ini. Setting cerita kotanya, nama jalan, nama bangunan, bahkan nama tokoh-tokohnya pun tanpa nama, melainkan hanya disebut dengan ; ‘orang buta pertama’, ‘dokter mata’, ‘gadis berkacamata hitam’, ‘pria bertampal mata hitam’, dll.

Dengan tidak adanya satu namapun dalam novel ini dan tak adanya penjelasan medis untuk wabah kebutaan masal ini tampaknya Saramago hanya mengizinkan pembacanya untuk mengarahkan seluruh perhatiannya pada berbagai persoalan kemanusiaan yang timbul. Hal ini membuat pembacanya akan larut dalam sebuah dunia orang buta yang tersaruk-saruk dalam mempertahankan kebutuhan dasarnya. Selain itu peristiwa demi peristiwa yang terjadi dan dialog-dialog antar tokohnya tak sekedar mengumbar kesuraman saja melainkan memaparkan makna perjuangan hidup, menohok sisi kemanusiaan kita, hingga menukik ke dalam esensi kehidupan dan kematian

Tak berlebihan rasanya jika dikatakan bahwa novel ini merupakan novel adikarya yang tidak boleh terlewatkan untuk dibaca. Novel ini telah menjadi best seller internasional dan dijual di 42 negara. Bersyukur edisi terjemahannya kini bisa kita nikmati. Terjemahannya sangat baik dan enak dibaca . Padahal jika menilik buku aslinya, novel ini mengunakan kalimat-kalimat yang panjang dan nyaris tanpa tanda baca kecuali titik dan koma. Rupanya edisi bahasa Indonesianya telah disesuaikan dengan ‘selera’ pembaca pada umumnya sehingga kalimat-kalimatnya lebih ringkas dan menyertakan tanda kutip bagi dialog-dialognya. Namun bagi mereka yang mempertahankan orisinalitas mungkin gaya pengalihbahasaan blindness membuat novel ini bisa dikatakan ‘cacat’.

Satu-satunya kirik untuk edisi terjemahannya adalah ilustrasi covernya yang berpotensi menimbulkan salah tafsir bagi calon pembacanya. Ilustrasi yang menonjolkan wajah wanita tanpa mata bukan tak mungkin membuat orang berpikir bahwa novel ini adalah novel horor sehingga bagi mereka yang tidak menyukai cerita horor akan mengabaikan novel ini. Cover bergaya minimalis dengan dominasi warna putih atau bahkan putih bersih saya rasa lebih mewakili isi daripada novel ini dibanding ilustrasi kepala wanita tanpa kepala.





Cover Blindness edisi Harvest Book








Novel Blindness (Portugis: Ensaio sobre a cegueira) pertama kali diterbitkan dalam bahas Portugis pada tahun 1995 dan edisi bahasa Inggrisnya terbit pada tahun 1998. Novel ini merupakan karya terbaiknya selain The Gospel According to Jesus Christ and Baltasar and Blimunda. Pada tahun 1998 Jose Samarago memenangkan nobel sastra, melihat kedekatan antara waktu terbit dan diraihnya nobel sastra bukan tak mungkin novel itu ikut andil dalam mengukuhkan Jose Saramago sebagai sastrawan kelas dunia. Sekuel novel ini, “Seeing” telah terbit pada tahun 2004, semoga kitapun bisa segera menikmati edisi terjemahannya.

Kabarnya Blindness juga akan diadaptasi kedalam sebuah film dengan judul yang sama yang akan diproduksi oleh Focus Features International. Film ini akan diarahkan oleh sutradara Fernando Meirelles dan naskahnya ditulis oleh Don McKellar. Sedangkan untuk tokoh utamanya rencananya akan diperankan oleh aktor Inggris Daniel Craig yang membintangi seri James Bond - Casino Royalle. Rencananya Daniel Craig dalam film ini akan berpasangan dengan Juliana Moore.

@h_tanzil

Saturday 9 June 2007

Edensor

Judul : Edensor
(Buku Ketiga dari Tetralogi Laskar Pelangi)
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : PT. Bentang Pustaka
Cetakan : I, Mei 2007
Tebal : 290 hlm ; 20.5 cm

“Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.”

- Arai

Semua orang pasti memiliki mimpi. Namun hanya sedikit orang yang berani menjadikan mimpinya sebagai tujuan hidupnya dan berusaha dengan segala upaya untuk mewujudkan mimpinya. Tak sedikit orang hanya menjadikan mimpi sebagai angan-angan yang seolah tak mungkin terjangkau, sehingga ia menyerah pada mimpinya, melupakannya, dan tenggelam dalam rutinitas hidup yang menjeratnya.

Ikal dan Arai adalah pemimpi yang berani. Walau terlahir dalam keluarga sederhana di Belitong, mereka memiliki mimpi setinggi langit. Mimpi yang diperolehnya dari Pak Balia, guru SMA-nya.

“Murid-muridku, berkelanalah, jelajahi Eropa, jamah Afrika, termukan mozaik nasibmu di pelosok-pelosok dunia. Tuntut ilmu sampai ke Sorbonne di Prancis, saksikan karya-karya besar Antoni Gaudi si Spanyol.” (hal 34)

Kalimat Pak Balia itu begitu menyentuh, menggelisahkan hati dan pikiran mereka dan menyimpannya sebagai mimpi yang harus mereka raih. Walau untuk menjelajahi Eropa bagaikan punguk merindukan bulan, mereka tak menyerah dengan keterbatasan mereka dan terus berusaha untuk mewujudkannya. Mimpi itulah yang menjadi benang merah dari seluruh kisah kehidupan Ikal yang kemudian ditulisnya dalam bentuk novel hingga lahirlah apa yang disebut sebagai Tetralogi Laskar Pelangi. (Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, Maryamah Karpov).

Setelah sukses di dua novel terdahulunya, kini terbitlah novel ketiganya “Edensor”. Jika dalam Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi Ikal bertutur mengenai mimpinya dan usahanya untuk meraih mimpi-mimpi besarnya. Di buku ketiganya ini, apa yang menjadi impian mereka benar-benar terwujud. Dalam Edensor mereka benar-benar telah berada dalam tanah yang telah dijanjikan oleh mimpi-mimpi mereka.

Masih dalam gaya bertutur dan penyajian yang sama seperti di buku keduanya, dimana Andrea merangkai kisah-kisahnya dalam penggalan-penggalan mozaik kehidupan. Demikian pula dalam Edensor. Kisah-kisahnya pendek-pendek saja (5-10 hal) sehingga di buku setebal 288 halaman ini memuat 44 mozaik/bab yang ditulis dengan lancar dan memikat Tak heran banyak pembaca mengaku membaca buku ini dalam sekali duduk.

Di sepuluh mozaik pertama, novel ini kembali mengisahkan kisah-kisah Ikal semasa masih di P. Belitong, bekerja di Bogor, hingga keberangkatannya menuju Sorbonne-Prancis. Di bagian ini ada beberapa kisah yang menarik antara lain kisah kelahiran si Ikal, bagaimana perjuangan Ibunya agar bisa melahirkan tepat pada tanggal kelahiran PBB (24 Oktober) agar kelak Ikal bisa menjadi juru pendamai. Lalu ada pula kisah bagaimana nama Ikal yang sebelumnya pernah diberi nama Aqil Barraq Badruddin harus diganti karena dirasa memberatkan. Namanya diganti menjadi Wadudh, dan akhirnya diganti lagi menjadi Andrea Hirata. Nama yang tak lazim bagi seorang anak melayu di Belitong.

Di mozaik-mozaik berikutnya barulah novel ini menceritakan mengenai pengalaman Ikal dan Arai di tanah impiannya – Sorbonne - Prancis. Hal ini menarik karena mengungkap bagaimana mereka harus menjalani kehidupan di sebuah dunia yang benar-benar baru. Ketika baru saja Ikal dan Arai menginjakkan kaki di Belgia, mereka terlunta-lunta di jalan dan didera cuaca dingin yang menggila yang hampir saja merengut nyawa mereka. Geger budayapun dialami oleh mereka, Ikal menemukan berbagai paradoks antara apa yang dilihatnya di Eropa dengan keadaan di tanah kelahirannya.

Dan yang paling menarik dari novel ini terdapat di mozaik 31 hingga selesai. Di bagian ini dikisahkan pertaruhan Ikal dan kawan-kawannya untuk mengelilingi Eropa pada saat liburan musim panas. Masing-masing membentuk kelompoknya sendiri-sendiri. Ikal berpasangan dengan Arai. Yang menang adalah mereka yang dapat menempuh paling banyak kota dan negara. Yang kalah harus mengurus laundry peserta lain selama tiga bulan, dan yang paling memalukan, harus menuntun sepeda secara mundur dari museum legendaris Le Leouvre ke gerbang L’Arc de Triomphe dimana di sepedanya digantungi pakaian-pakaian rombeng.

Ikal dan Arai melakukan perjalanannya sebagai backpaker. Untuk membiayai perjalanannya mereka harus rela menjadi pengamen seni, yaitu menampilkan seni patung dimana Ikal dan Arai menjadi patung dan berdandan sebagai seekor putri duyung. Perjalanan mereka penuh tantangan, ketika kehabisan uang, mereka harus makan daun-daunan mentah untuk bertahan hidup. Namun Ikal dan Arai tak pernah menyerah, mereka manusia yang hidup dalam mimpinya. Hanya berbekal impian, keberanian dan tekad untuk memenangkan taruhan, mereka akhirnya mereka mampu melakukan perjalanan ke 42 negara di Eropa, Rusia hingga menjejakkan kakinya ke Afrika!

Ketika kembali ke Paris, Ikal kembali menekuni kewajibannya sebagai mahasiswa. Ia tenggelam dalam risetnya. Berita buruk diterimanya karena Prof Turnbull, pembimbingnya akan pensiun dan pulang kampung dan bekerja di Sheffiled Inggris. Khawatir tesisnya terbengkalai, Ikal terpaksa mengikuti exchange program ke Shieffield Hallam University untuk melanjutkan risetnya dibawah bimbingan Prof Turnbull. Kini Ikal semakin dekat dengan Edensor, sebuah desa di Inggris yang selama ini hanya dibacanya di novel karya James Herriot pemberian A ling, gadis Hokian pujaan hatinya.




Novel James Herriot "If Only They Could Talk"
yang dibaca oleh Ikal, yang memuat keindahan desa Edensor






Di novel ketiganya ini Andrea tampaknya masih konsisten dengan gaya bertuturnya di dua novel terdahulunya. Kalimat-kalimatnya kerap menggunakan metafora-metafora yang mengejutkan dan mampu membuai pembacanya untuk masuk dalam kisahnya. Tak hanya kisah serunya berpetualang ke berbagai negara yang akan diperoleh pembacanya, dalam setiap kisahnya Andrea juga senantiasa menyelipkan berbagai perenungan bijak yang membuat pembacanya bergetar dalam haru, miris atau tersentuh semangatnya ketika membaca kisah-kisahnya.

Selain menyentuh pembacanya, novel ini juga menyajikan kelucuan-kelucuan yang menghibur. Walau kadar kelucuannya tak sampai membuat pembacanya tertawa-tawa seperti di novel keduanya, dalam edensor sisi humornya antara lain terdapat dalam pencarian Ikal terhadap pujaan hatinya A Ling. Untuk mencari jejak A Ling, ia mengandalkan kecanggihan Internet. Ia memasukkan nama A Ling di search engine dan menemukan nama itu berada di berbagai negara dan kota di Eropa,. Dengan modal ini maka setiap Ikal mengunjungi negara tertentu dia menyusuri alamat yang diperolehnya dari internet. Kelucuan merebak ketika ternyata nama A Ling yang diperolehnya ternyata seorang wantia tua, nama sebuah tempat, hingga nama merk obat kuat.

Bagi mereka yang suka melakukan perjalanan traveling ala backpacker , novel ini juga memberikan berbagai tips yang menarik seperti negara-negara mana yang menghargai para backpacker, fungsi baju second skin untuk mengatasi dingin, pengalaman bergaul dengan backpacker kanada, tempat-tempat tidur yang aman apakah di aman, di emper toko, di terminal, dll, termasuk cara membaca arah dengan membaca rasi bintang belantik

Dari berbagai kisah yang dimunculkan dalam buku ini, tampaknya Andrea memang sosok yang sarat pengalaman hidup dan pengetahuan, selain mampu menebar semangat dan inspirasi bagi pembacanya untuk berani mewujudkan mimpinya, di novel ketiganya ini kita akan melihat Andrea juga dengan cerdas memadukan sains, fisika, kimia, biologi, ekonomi, sastra, dan tak ketinggalan kritik-kritik sosial terhadap indonesia yang dilihatnya sebagai paradoks dari pengalamannya hidup di luar negeri. Yang tak kalah menarik adalah monolognya dengan ekonom dunia Adam Smith yang menyerang kaum monetaris yang bersekongkol mengumpulkan uang agar begara seperti Indonesia tergadai karena berhutang.

Dari ketiga karya Andrea, saya rasa novel pertamanya tetap lebih dahsyat dibanding Sang Pemimpi dan Edensor. Bukan berarti dua yang terakhir buruk, namun dalam Sang Pemimpi dan Edensor, ekplorasi karakter tokoh dan peristiwa tak sedalam Laskar Pelangi. Mungkin ini akibat gaya betutur Andrea di novel kedua dan ketiganya yang dipenggal-penggal dalam peristiwa-peristiwa yang dialaminya sehingga lebih menyerupai cerpen dengan benang merah yang kuat, yaitu mimpi Ikal dan Arai.

Namun terlepas dari perbandingan antara novel pertama, kedua, dan ketiganya. Dari tiga karya Andrea yang telah diterbitkan , ketiga-tiganya sangat berpotensi dalam memberikan letupan inspirasi bagi pembacanya untuk tidak menyerah dalam mengejar mimpi.

Semua telah kami rasakan, dalam kemenangan manis yang gilang gemilang dan kekalahan getir yang paling memalukan, tapi tak selangkah pun kami tak mundur, tak pernah. Kami jatuh, bangkit, jatuh lagi, dan bangkit lagi. (hal 277)

- Ikal -


@h_tanzil

Saturday 2 June 2007

The Edge Chronicles #1 : Beyond the Deepwoods

Judul : The Edge Chronicles # 1 : Beyond The Deepwoods
Penulis : Paul Stewart
Ilustrator : Chris Riddel
Penerjemah : Meithya Rose Prasetya
Penerbit : Penerbit Matahati
Cetakan : Mei, 2007
Tebal : 347 hlm

The Edge Chronicles # 1 : Beyond the Deepwoods adalah novel fantasi berilustrasi karya penulis dan ilustrator Inggris Paul Stewart & Chris Riddel. Kisahnya menceritakan petualangan Twig, seorang anak berusia tiga belas tahun dengan setting sebuah negeri antah berantah yang dinamai The Edge. Sejak bayi Twig diasuh oleh pasangan woodtroll (mahluk mitologi Eropa) – Spelda dan Tumun di depan pondok kediaman mereka di dalam hutan Depwoods. Sebuah hutan dengan wilayah yang gelap, misterius dan sangat berbahaya dimana terdapat mahluk-mahluk buas seperti gyle, goblin, termanant gog, pohon pemakan daging, dan banyak mahluk-mahluk mengerikan lainnya.

Di usianya yang ketiga belas, Twig mulai menyadari bahwa dirinya berbeda dengan lingkungannya yang dihuni para woodtroll. Ketika spelda - ibu angkatnya - menceritakan padanya bagaimana Twig yang masih bayi ditemukan oleh Spelda di depan pondoknya, mulailah Twig tergerak untuk menemukan jati dirinya, siapa orang tua kandungnya, dan darimana ia berasal.

Keunikan Twig diantara lingkungan woodtroll juga menarik perhatian perompak langit yang menginginkannya untuk menjadi awaknya. Untuk mencegah Twig dari incaran Perompak Langit, Spelda dan Tumun menyuruh Twig untuk sementara tinggal bersama sepupu troll-nya yang jauh dari kediamannya sekarang. Berbekal tekad untuk menyingkir dari incaran perompak langit dan berusaha menemukan jati dirinya, Twig memulai petualangannya yang menegangkan. Sebelum berangkat Spelda berpesan agar dalam perjalanannya Twig selalu berada pada jalur wodtrooll agar terhindar dari ancaman mahluk-mahluk buas, terutama mahluk yang paling ditakuti di Edge, yaitu Gloamlozer.

Tanpa disadarinya Twig keluar dari jalur yang harus ditempuhnya. Ia terseret masuk dalam dunia kelam para goblin dan mahluk buas lainnya. Ia bertemu dengan berbagai mahluk buas yang mengancam keselamatannya. Tak hanya bertemu monster yang mengancam jiwanya, petualangannya juga membawanya bertemu dengan seekor banderbear yang akan menjadi sahabatnya, bahkan Twig juga bertemu dengan Sang Perompak Langit yang justru untuk itulah ia berangkat dari kediamannya. Dan yang paling mengerikan adalah pertemuannya Gloamlozer ! Di tengah petualangan menegangkannya ini, Twig juga terus bertanya-tanya siapa sebenarnya dirinya dan dimanakah sebenarnya dia harus berada. Pertanyaan inilah yang memberinya semangat bertahan hidup dari hadangan monster-monster jahat yang kelak akan membawanya pada takdir penemuan jati dirinya.

Berhasilkan Twig menempuh perjalannya menuju kediaman sepupunya sekaligus menemukan jati dirinya ? Rasanya akan menjadi tak menarik jika akhir novel fantasi ini diungkap dalam ulasan ini.

Bagi pecinta novel fantasi, rasanya sayang untuk melewatkan membaca karya ini. Kisahnya ditulis dengan apik. Karena ditujukan bagi pembaca remaja, alur kisahnya cepat dan tak rumit. Petualangan Twig sangat memesona dan sangat imajinatif. Setting ceritanya di sebuah negeri antah berantah -The Edge- saja sudah membuat pembaca terpesona oleh keliaran alam fantasi yang tiada batas.



Setiap bab menghadirkan petualangan dan perjumpaan dengan monster yang berbeda-beda, sehingga hampir semua bab dalam novel ini diberi judul sesuai dengan monster yang harus dihadapi oleh Twig, misalnya skullpelt, bloodoak, koloni gyle goblin, banderbear, dll. Lepas dari ancaman monster di satu bab, petualangan yang tak terduga dengan monster lainnya menanti di bab berikutnya. Tak heran novel ini berpotensi membuat pembacanya enggan melepaskan buku ini sebelum sampai di halaman terakhir.

Bagi mereka yang terbiasa membaca kisah-kisah fantasi Eropa, beberapa nama mahluk mitologi dalam novel ini tak akan asing, seperti troll, goblin, trogg, dll. Namun novel ini menyajikan lebih banyak lagi monster imajinatif yang tak akan pernah kita pikirkan dalam benak kita, sedikitnya lebih dari 10 jenis mahluk imajinatif akan menyeret pembacanya memasuki serunya petualangan Twig dalam menemukan jati dirinya.

Dan yang tak kalah menariknya, novel ini dihiasi oleh leibh dari 100 buah ilustrasi yang kuat dan imajinatif karya Ilustrator buku-buku anak – Cris Riddel. Ilustrasi hitam putih dalam buku ini terkesan tajam dan kuat. Tarikan garis-garisnya bersih dan detail sehingga sangat membantu pembacanya untuk membayangkan bagaimana rupa monster-monster baik yang mengerikan, unik, lucu yang ditemui Twig dalam petualangannya.













Penempatan ilsutrasinyapun dinamis. Kadang ditempatkan di tengah halaman, kadang satu halaman penuh, ada juga yang menghiasi pinggiran halamannya, bahkan beberapa tampak menyeberang diantara dua halaman. Hal ini membuat ilusrasinya tampak bagai suatu kesatuan yang membangun kisah dalam novel ini menjadi nyaris sempurna bagi pecinta fiksi fantasi.

The Edge Chronicles – Beyond The Deepwods pertama kali terbit di Inggris pada tahun 1998. Hingga kini telah terbit sebanyak 9 judul dari 10 judul yang direncanakan. Bisa diabayangkan petualangan imajinatif apa yang akan kita temui di judul-judul selanjutnya.

Walau terjemahan novel ini bisa dikatakan terlambat hampir sepuluh tahun dari karya aslinya (1998), namun pecinta buku fantasi patut bersyukur karena akhirnya novel terjemahannya kini telah hadir untuk menyemarakkan genre novel fantasi remaja terjemahan yang saat ini telah diisi oleh serial Harry Poter - JK Rowling, The Chronicle of Narnia – CS Lewis, The Bartimaeus Trilogy - Jonathan Stroud, dll.

Semoga saja penerbit Matahati memiliki nafas yang panjang untuk konsisten menerbitkan kesembilan judul selanjutnya. Jika akhirnya novel ini mendapat sambutan yang baik dari pembaca tanah air, bukan tak mungkin judul-judulnya selanjutnya akan segera diterbitkan. Yang pasti seperti yang tertera di lembar terakhir novel ini, judul kedua dari seri ini – Stromchaser – akan segera diterbitkan.

Yang mungkin perlu diperbaiki oleh Penerbit Matahati adalah desain covernya. Cover edisi terjemahannya jauh kalah menarik dibandingkan dengan cover aslinya. Padahal cover novel kisah fantasi remaja haruslah dibuat semenarik dan seimajinatif mungkin agar menarik minat pembacanya. Sungguh sayang jika novel dengan ilustasi menarik di halaman dalamnya tidak diimbangi dengan keindahan cover bukunya.

Terlepas dari masalah cover, novel berilustrasi ini juga tampaknya bisa menarik perhatian bagi mereka yang tadinya tidak suka membaca. Bukan tak mungkin mereka yang tadinya tidak suka membaca, begitu melihat banyaknya ilustrasi-ilustrasi imajinatif dalam novel ini menjadi tertarik untuk membacanya.

Dan yang pasti, seperti endorsement dari Publisher Weekly yang tertera dalam cover depan buku ini ; “Buku ini novel ini akan membuat orang dewasa dan anak-anak terpesona”.

Berlebihankah pujian tersebut, mari kita buktikan….!

@h_tanzil

 
ans!!