Saturday 29 December 2012

Pentingnya Sex Education


Di era global ini teknologi yang semakin canggih merupakan suatu anugrah yang sangat berharga untuk kita. Banyak kemudahan yang di dapatkan dari teknologi tersebut. Seperti halnya internet yang membantu kita medapatkan berbagai informasi yang kita inginkan. Dari yang berbentuk tulisan sampai dalam bentuk gambar. Bahkan saat ini juga berkembang informasi berupa video yang semakin membantu kitaDi era global ini teknologi yang semakin canggih merupakan suatu anugrah yang sangat berharga untuk kita. Banyak kemudahan yang di dapatkan dari teknologi tersebut. Seperti halnya internet yang membantu kita medapatkan berbagai informasi yang kita inginkan. Dari yang berbentuk tulisan sampai dalam bentuk gambar. Bahkan saat ini juga berkembang informasi berupa video yang semakin membantu kita dalam mengerti maksud dari suatu informasi. Di satu sisi memang berkembangnya teknologi ini memberi banyak manfaat. Tetapi di sisi lain juga menimbulkan dampak negatif berupa penyalahgunaan fasilitas teknologi tersebut. Banyak dari pengguna teknologi seperti remaja yang memanfaatkannya untuk hal-hal negatif seperti mengakses website porno, dari mulai gambar sampai video. Ini sangat berdampak pada psikologis remaja tersebut yang kita tau bahwa remaja merupakan masa purbetas dimana psikologis mereka masih labil. Akibatnya mereka ada yang terjerumus kedalam dunis sex bebas. Banyak lembaga yang melakukan penelitian mengenai dampak dari penyimpangan seksual di kalangan remaja tersebut. Hasilnya sangat mengkhawatirkan, di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya tingkat ketidakperawanan siswinya mencapai lebih dari 50%. Untuk menyelesaikan masalah tersebut perlu diadakan sex education. Sex education merupakan pendidikan tentang masalah seksualitas bagi remaja. Informasi yang penting diberikan berupa pengetahuan mengenai perkembangan sistem reproduksi pria maupun wanita, pembuahan sel sperma oleh sel telur sampai proses kehamilan, penyimpangan seksual, dampak penyimpangan seksual yang ditinjau dari segi kesehatan, kejiwaan serta kemasyarakatan. Pendidikan ini bisa dilakukan melalui pendidikan formal maupun non formal. Dalam pendidikan formal, pendidikan seksual harus dimasukkan dalam kurikulum pembelajaran di setiap sekolah dari tingkat SMP samapi SMA. Hal ini sangat penting karena dari pendidikan ini akan berdampak positif seperti timbulnya kesadaran remaja mengenai bahaya peyimpangan seksualitas yang juga dibarengi dengan pengetahuan mereka mengenai proses reproduksi serta bahaya dari penyimpangan tersebut. Dari segi informal, masalah perhatian orang tua terhadap anak mengenai seksualitas serta gaya hidup remaja saat ini merupakan hal yang patut di perhatikan. Komunikasi anak dan orang tua harus selalu di kontrol sehingga keprcayaan anak terhadap orang tua tetap terjaga. Karena banyak remaja yang terjerumus ke hal buruk tersebut adalah anak yang kurang perhatian dari orang tuanya. Perilaku kehidupan sehari-hari dari orang tua juga harus diperhatikan karena itu merupakan contoh yang akan berdampak pada kehidupan anak tersebut. dalam mengerti maksud dari suatu informasi. Di satu sisi memang berkembangnya teknologi ini memberi banyak manfaat. Tetapi di sisi lain juga menimbulkan dampak negatif berupa penyalahgunaan fasilitas teknologi tersebut. Banyak dari pengguna teknologi seperti remaja yang memanfaatkannya untuk hal-hal negatif seperti mengakses website porno, dari mulai gambar sampai video. Ini sangat berdampak pada psikologis remaja tersebut yang kita tau bahwa remaja merupakan masa purbetas dimana psikologis mereka masih labil. Akibatnya mereka ada yang terjerumus kedalam dunis sex bebas. Banyak lembaga yang melakukan penelitian mengenai dampak dari penyimpangan seksual di kalangan remaja tersebut. Hasilnya sangat mengkhawatirkan, di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya tingkat ketidakperawanan siswinya mencapai lebih dari 50%. Untuk menyelesaikan masalah tersebut perlu diadakan sex education. Sex education merupakan pendidikan tentang masalah seksualitas bagi remaja. Informasi yang penting diberikan berupa pengetahuan mengenai perkembangan sistem reproduksi pria maupun wanita, pembuahan sel sperma oleh sel telur sampai proses kehamilan, penyimpangan seksual, dampak penyimpangan seksual yang ditinjau dari segi kesehatan, kejiwaan serta kemasyarakatan. Pendidikan ini bisa dilakukan melalui pendidikan formal maupun non formal. Dalam pendidikan formal, pendidikan seksual harus dimasukkan dalam kurikulum pembelajaran di setiap sekolah dari tingkat SMP samapi SMA. Hal ini sangat penting karena dari pendidikan ini akan berdampak positif seperti timbulnya kesadaran remaja mengenai bahaya peyimpangan seksualitas yang juga dibarengi dengan pengetahuan mereka mengenai proses reproduksi serta bahaya dari penyimpangan tersebut. Dari segi informal, masalah perhatian orang tua terhadap anak mengenai seksualitas serta gaya hidup remaja saat ini merupakan hal yang patut di perhatikan. Komunikasi anak dan orang tua harus selalu di kontrol sehingga keprcayaan anak terhadap orang tua tetap terjaga. Karena banyak remaja yang terjerumus ke hal buruk tersebut adalah anak yang kurang perhatian dari orang tuanya. Perilaku kehidupan sehari-hari dari orang tua juga harus diperhatikan karena itu merupakan contoh yang akan berdampak pada kehidupan anak tersebut.

Friday 28 December 2012

Book Kaleidoscope 2012 : Top Five Best Book Covers


1.  Emeritus, Memoar Seorang Pendeta by Ita Siregar

Cover yang dibuat oleh ilustrator senior Iksaka M Banu ini saya rasa sangat mewakili kisah dalam buku ini tentang seorang pendeta dari gereja besar yang memasuki masa Emiritasi (pensiun).

Didominasi warna hijau, dengan tampilan  seorang pendeta yang sedang melangkah dalam koridor diantara kursi-kursi gereja yang kosong membuat novel ini terkesan dramatis.






   2. Gadis Kretek by Ratih Kumala

Cover yang dikemas dalam nuansa merek rokok ini terkesan klasik dan indah. Tidak bosan rasaya menatap tampilan cover ini. Sebulan setelah novel ini terbit, cover ini banyak menuai komentar sebab dianggap provokatif  karena menampilkan seorang wanita yang sedang memegang rokok. 

Cover ini dibuat oleh Iksaka M. Banu



3. Playing God by Rully Roesli

Cover yang menggambarkan boneka dokter yang digerakkan oleh tali-tali yang tersorot oleh sebuah sinar ini saya rasa sangat menggambarkan kisah2 dalam buku ini dimana profesi  dokter kadang harus berperan sebagai tuhan yang menentukan hidup matinya seseorang.




 4. Sepatu Dahlan by Khrisna Pabichara

Desain cover dengan ilustrasi seorang anak yang sedang menatap sang surya ini bagus sekali. Sepeda dengan sepasang sepatu yang tergantung menggambarkan cita-cita sederhana Dahlan kecil yang begitu menginginkan sepeda dan sepatu seperti teman-teman sekolahnya.





5. Winter Dreams by Maggie Tiojakin

Cover yang didesain oleh Steven Andersen ini indah sekali, dengan dominasi warna kuning dan siluet buran gedung dan seekor burung membuat cover buku ini terkesan hangat.

Cover novel ini multi interpretasi, pembaca harus menebak-nebak sendiri apa yang ingin disampaikan ilustratornya dengan cover seperti ini... sangat menarik!

#####

Kalau diminta untuk memilih, dari kelima cover buku di atas saya akan memilih cover Winter Dreams sebagai Best of The Best kategori Book Cover dari buku-buku yang kubaca selama tahun 2012 ini.


@htanzil

 
 Posting ini merupakan event Book Kaleidoscope 2012 yang digagas oleh blog Fanda Classiclit 
Kelima cover buku di atas dipilih berdasarkan buku-buku yang kubaca selama tahun 2012 (disusun berdasarkan abjad)

Tuesday 11 December 2012

Post Kolonial & Wisata Sejarah dalam sajak - Membaca Sejarah yang dipuisikan


[No. 299]
Judul : Post Kolonial & Wisata Sejarah dalam sajak.
Penulis : Zeffry Alkatiri
Penerbit : Padasan
Cetakan : I, 2012
Tebal : 192 hlm

Kita sering membaca sejarah ditulis dalam bentuk buku teks atau difiksikan dalam bentuk novel, namun sejarah yang ditulis, diinterpretasikan, dan dibukukan dalam bentuk puisi rasanya baru kali ini kita menemukannya dalam buku "Post Kolonial  Wisata Sejarah dalam Sajak" karya Zeffry Alkatiri, penyair, pengamat sejarah yang juga pengajar dan peneliti di Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UI.

Dalam buku kumpulan puisinya ini  Zeffry menafsirkan sejarah dalam bentuk puisi/sajak dalam kalimat-kalimat yang lugas, tanpa kiasan-kiasan atau metafora-metafora yang kadang membingungkan pembacanya. Semua puisinya ditulis dalam bentuk sajak realis sarat dengan kritik sosial yang langsung mengena hati dan pikiran pembacanya.

Sebagai contoh mari kita lihat sajak berjudul Smakelijk Eten, Meneer! yang menggambarkan bagaimana posisi para meneer Belanda dan ungkapan kekesalan jongos pribumi yang melayani mereka di masa kolonial dulu.

"Smakelijk eten, Menner!"
Diucapkan oleh para jongos berseragam tanpa sepatu
Yang antre menyediakan Risjsttafel dalam nampan-nampan
Kepada para Dewa dan Dewi kemakmuran
Yang mulutnya seperti gua
Yang tak pernah selesai menelan segala.

"Makanlah apa yang tuan mau"
Kami akan sediakan.
Kami akan sediakan,
Smakelijk eten, Meneer!"

Cuah!!

(2010)

Buku ini memuat 117 sajak yang terbagi dalam dua bagian besar yang mengikuti periode historis sejarah Indonesia dan dunia, bagian pertama terdiri dari 21 puisi dengan tema nusantara sejak kedatangan pengembara asing yang pertama hingga keadaan Indonesia di masa kolonialisme dan setelahnya . Bagian kedua terdiri dari 96 puisi yang diberi nama Wisata Sejarah yang merupakan tafsiran penulis dari penggalan sejarah bangsa-bangsa di dunia.

Di bagian pertama puisi yang menurut saya paling menarik adalah puisi berjudul "Kami Hanya Menonton: Pengakuan si Midun, si Amat, dan si Inah (Dari Buyut sampai Cucu). Puisi  ini merupakan puisi yang terpanjang dalam buku ini, tersaji  dalam 104 stanzah, 28 halaman, dalam cakupan periode historis sejak jaman kolonial Belanda hingga masa kini. Puisi ini  merekam keadaan sejarah dan kondisi sosial Indonesia dari masa ke masa. Berikut saya cuplikkan beberapa stanzah secara acak (bukan dalam urutan aslinya) dalam puisi ini yang mewakili beberapa periode waktu.

Kami sering menonton:
Ketika para nyonya dan noni
Membeli roti dan kue-kue
Di toko Van Otten dan Borgerij
Kalau sudah begitu 
Kami hanya bisa membayangkan 
Kue tampah murah Mpok Minah

......

Kami menonton 
Orang Belanda dan Indo 
Dikerangkeng seperi di kebon binatang
Kami melihat : tubuh mereka kurus dan kumal
Tak bedanya dengan kami yang berada di luar.

....... 

Kami menonton:
Banyaknya orang antre beras dan minyak 
Di wilayah kampung kami setiap hari
Kami melihat :
Banyak perempuan muda tak mampu
Membeli jepitan rambut paling murah sekalipun

Dan kami juga menonton:
Mulai banyak  orang tidur di kolong jembatan,
Di tempat pembuangan sampah, dan di emperan jalan.
Sementara kami menonton:
Presiden kami kawin lagi.

....

Kami menyaksikan :
Generasi baru kami hanya mengenal
Para pahlawan dari beberapa negeri asing
Yang mempunyai nomor dan nama
Di punggung mereka

 .....

Kami menonton :
Iring-Iringan mobil presiden hampir setiap hari di Jakarta
Kalau sudah begitu:
Kami harus menunggu lama karenanya.
Bahkan pernah ada seorang ibu yang terpaksa harus melahirkan di jalan.
Sementara presiden, wakil presidan dan para istrinya senyam senyum saja
Melihat jalanan yang dirasakan lenggang olehnya. 

 ....
 
Ada banyak sekali puisi-puisi menarik dalam buku ini. Bagian pertama dengan mudah kita dapat memahaminya karena pada umumnya kita mengetahui sejarah bangsa kita sendiri, namun di bagian kedua (Wisata Sejarah) dimana berisi puisi-puisi tentang sejarah bangsa-bangsa di dunia walau ditulis dalam puisi yang relaitf pendek-pendek (hanya dalam beberapa baris saja)  namun bagi kita yang tidak memahami latar sejarah dunia yang memadai rasanya akan sulit untuk menangkap isi dari puisi-pusi di bagian kedua buku ini.

Buku ini saya rasa baik untuk dibaca siapa saja yang ingin mengetahui sejarah lewat puisi yang realis, terlebih bagi mereka yang suka sejarah. Buku ini  menawarkan kebaharuan dalam membaca dan menginterpretasi sejarah plus kritik-kritik sosialnya dalam dalam bentuk puisi. Mona Lohanda dalam kata penutupnya mengatakan bahwa lewat puisi-puisi dalam buku ini "Kita diajak untuk menjadi bijaksana, belajar dari sejarah, belajar menjadi bangsa yang berdikari-mandiri dan berbangga diri"

Buku ini juga dipilih oleh dewan juri Khatulistiwa Litrary Award (KLA) 2012 sebagai pemenang kategori puisi. Dalam laporan pertanggung jawabannya dewan juri berpendapat bahwa :


Ia menghadirkan semacam kritik atas kritik, dengan mengajukan banyak pertanyaan terhadap kenyataan yang dianggap mapan. Sebuah intervensi yang khas sastra terhadap upaya menghadirkan sejarah yang lurus dengan pikiran yang logis. 

Satu hal yang menjadi catatan juri KLA 2012 atas buku ini adalah soal judulnya yang tidak mencerminkan sebuah buku puisi :

 Satu-satunya masalah dengan kumpulan ini yang dirasakan juri adalah judulnya, yang bisa membuat orang salah mengira sedang berhadapan dengan sebuah tesis ilmiah, dan juga berpotensi mematahkan gairah membaca

  
@htanzil




Friday 30 November 2012

Maryam

No.298
Judul : Maryam
Penulis : Okky Madasari
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Februari 2012
Tebal : 275 hlm

Setelah tahun lalu masuk sebagai finalis 5 besar Khatulistiwa Literary Award  akhirnya di tahun ini Okky Madasari penulis muda asal Magetan, Jawa Timur berhasil memenangkan anugerah Khatulistiwa Literary Award 2012 dengan novelnya yang berjudul Maryam.

Dewan Juri KLA 2012 memilih Maryam sebagai pemenang dengan pertimbangan sebagai berikut : 

Novel ini berhasil mengangkat masalah kekerasan terhadap pengikut Ahmadiyah dari hiruk-pikuk berita media dan kontroversi di sekitarnya ke tingkat yang berbeda. Ia menjadi kritik terhadap penindasan yang dilakukan pihak yang kuat terhadap yang lemah atas nama agama

( Dewan Juri Khatulistiwa Literary Award 2012)

Dalam novel ketiganya ini Okky mengangkat kisah Maryam, seorang perempuan penganut Ahmadiyah asal Lombok dengan kisah cintanya termasuk diskriminasi dan penderitaan yang dialami keluarganya karena terusir dari kampung halamannya sendiri karena berbeda keyakinan

Di novel ini dikisahkan bagaimana sebenarnya pengikut Ahmadiyah yang diwakili oleh keluarga Maryam sebenarnya telah sejak lama berbaur dengan masyarakat, hidup berdampingan dengan kaum muslim lainnya tiba-tiba saja menjadi kaum yang terusir sehingga mereka  harus meninggalkan rumah yang telah mereka miliki selama puluhan tahun.

Sejak kecil sebenarnya Maryam mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda antara kepercayaan yang dianut keluarganya dengan kaum muslim umumnya. Ia menyadari bahwa kaumnya memiliki masjid sendiri dan pengajian sendiri yang secara rutin dilakukan oleh kaum Ahmadiyah.

Ketika beranjak dewasa Maryam semakin menyadari keeksklusifan kaumnya setelah ia menerima wejangan bahwa kelak ia harus menikah dengan sesama kaum Ahmadi. Awalnya hal itu bukan masalah bagi Maryam karena ia memang sedang menjalin hubungan dengan Gamal, yang juga penganut Ahmadi, sayangnya kisah cintanya kandas setelah kekasihnya ini berpindah keyakinan dan menyatakan bahwa segala sesuatu yang diyakini oleh keluarga mereka adalah sesat.

Putus dari Gamal tak membuat Maryam terpuruk, ia melanjutkan hidupnya, lulus sekolah ia bekerja di Jakarta dan memiliki karir yang cukup baik. Ia memiliki kekasih yang baru, Alam,  yang bukan seorang Ahmadi. Hubungan ini tentu saja tidak direstui oleh kedua orang tuanya. Namun Maryam tidak peduli, ia memilih jalan hidupnya sendiri. Maryam meninggalkan keluarganya. Keluarga Alam sendiri tidak keberatan kalau anaknya menikah dengan Maryam dengan syarat Maryam bersedia menginggalkan keyakinannya.

Maryam akhirnya memilih meninggalkan keyakinannya agar dapat menikah dengan Alam, sayangnya pernikahan ini tidak berjalan mulus. Maryam yang tidak kunjung memiliki anak sering dikait-kaitkan oleh mertuanya yang meganggap itu adalah hukuman akibat kepercayaan yang pernah dianutnya. Maryam akhirnya tidak tahan dan memilih bercerai dan  kembali kepada orang tuanya di Lombok.

Sayangnya setiba di kampung halamannya, ia tidak menemukan dimana keluarganya berada karena keluarganya telah diusir oleh penduduk setempat karena keyakinan yang dianutnya. Dimana keluaganya berada? Dengan disertai rasa bersalahnya karena selama ini ia telah meninggalkan keluarganya  Maryam bertekad untuk mencari dimana keluarganya berada.

Novel ini merupakan karya ketiga dari Oky Madasari setelah Entrok dan 86. Seperti kedua novel sebelumnya novel ketiga ini mengangkat realitas sosial yang hidup di masyarakat kecil yang tertindas. Dalam Maryam Okky dengan berani mengangkat tema sensitif tentang perbedaan keyakinan yang beberapa tahun belakangan ini menjadi sorotan pemberitaan media yaitu soal kekerasan yang menimpa kaum Ahmadiya.

Untuk menguatkan kisahnya kabarnya penulis melakukan  riset mendalam selama 6 bulan di Lombok termasuk mendatangi lokasi pengungsian kaum Ahmadiyah di Gedung Transito dan wawancara dengan orang-orang Ahmadi yang rumahnya dirusak massa.

Berdasarkan risetnya inilah Okky berhasil menulis novel Maryam  plus CD yang berisi lagu-lagu karyanya sendiri. Karenanya tak heran novel ini tampak begitu membumi, ditulis dengan kalimat-kalimat sederhana tanpa harus kehilangan esensi dari apa yang hendak diangkat penulisnya. Okky juga berhasil mengetengahkan  karakter dan perasaan Maryam secara kuat melalui  kisah cintanya, pengorbanannya, dan konflik yang dihadapinya karena perbedaan keyakinan. Sayangnya Okky tampak kurang mendramatisir beberapa peristiwa yang sesungguhnya bisa membuat novel ini lebih dramatik lagi sehingga dapat meninggalkan kesan yang lebih mendalam lagi bagi pembacanya. 

Novel ini tidak menjelaskan apa itu Ahmadiyah dengan ajarannya namun ia mengangkat sisi manusiawi dari kaum Ahmadiyah yang meruapakan salah satu kaum yang terpinggirkan dan kerap mengalami aniaya baik secara sosial maupun fisik. Novel yang dibungkus dalam kisah personal tentang cinta dan hubungan Maryam dengan keluarganya ini membuka mata hati kita tentang mereka yang terusir karena iman di negeri yang memiliki lambang burung Garuda yang gagah yang sedang mencengkram semboyan "Bhineka Tunggal Ika"

Sumbangan terbesar novel ini pada kita semua adalah bagaimana melalui novel ini kita dapat melihat sisi manusiawi kaum Ahmadiyah dari sudut pandang para Ahmadi yang walaupun dikucilkan, bahkan dianiaya sedemikian rupa namun mereka tetap memegang teguh kepercayaan mereka. Dengan bijak Okky tidak menyimpulkan benar atau salahnya ajaran ini, novel ini juga bukan novel pembelaan terhadap kaum Ahmadiyah melainkan novel yang yang membuat pembacanya melihat sisi lain dari apa yang sering kita baca dan saksikan di berbagai media tentang Ahmadiyah.

Melalui novel ini Okky seakan hendak menyuarakan kaum yang selama ini tidak mampu bersuara karena dianggap sesat sehingga keadilan bukan hak mereka. Bukan menyuarakan ajaran mereka melainkan menyuarakan ketidakadilan dan derita dari mereka yang tertindas . Tidak hanya bagi kaum Ahmadiyah melainkan bagi mereka yang tersisihkan karena perbedaan keyakinan.

Sebagai sebuah novel yang mengangkat tema ketidakadilan novel ini ditutup dengan sebuah surat permohonan yang menggugah yang ditulis Maryam untuk para penguasa 



"Kami hanya ingin bisa pulang dan segera tinggal di rumah kami sendiri. Hidup aman. Tak ada lagi yang menyerang. Biarlah yang dulu kami lupakan. Tak ada dendam pada orang-orang yang pernah mengusir dan menyakiti kami. Yang penting bagi kami, hari-hari ke depan kami bisa hidup aman dan tenteram. Kami hanya mohon keadilan. Sampai kapan kami harus menunggu?" 

(hlm 274-275)


Okky Madasari, pemenang KLA 2012 kategori Prosa saat memberikan sambutan di malam Anugerah Khatlusitiwa Literary Award ke 12 2011-2012 di Plaza Senayan, 29 November 2012

 Foto : Twit @RichardOh http://mypict.me/index.php?id=348299958

@htanzil

Wednesday 28 November 2012

Tintin dan Alpha-Art

Judul : Tintin dan Alpha Art
Penulis : Herge
Penerjemah : Anastasia W. Mustika & Donna Widjajanto
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Februari 2009
Tebal : 64 hlm ; 22 cm

Tintin dan Alpha Art (Tintin et l'alph-art) adalah buku terakhir dari seri Petualangan Tintin. Sayangnya kisah ini tak tuntas diselesaikan oleh Herge. Ketika komik ini masih dalam bentuk sketsa dan narasinya sendiri masih belum selesai, Herge keburu meninggal dunia di tahun 1983 akibat penyakit yang dideritanya.

Pada tahun 1986 atas permintaan para penggemarnya, Fanny Remi (istri Hergé) bersama penerbit Casterman dan La Fondation Herge akhirnya menerbitkan Tintin et l'alph-art dalam bentuk apa adanya berupa sketsa dan narasi ala kadarnya. Persis sebagaimana yang Herge tinggalkan sebelum wafat. Hal ini sesuai dengan amanat Herge bahwa Tintin tak boleh diselesaikan tanpa dirinya. Kemudian dalam rangka memperingati ulang tahun ke-75 Tintin pada tahun 2004, menerbitkan ulang Tintin et l'alph-artdengan menambahkan beberapa material tambahan yang baru ditemukan di tahun-tahun belakangan.

Di Indonesia sendiri, baru kali ini Tintin dan Alpha Art diterjemahkan. Langkah Gramedia selaku pemegang hak cipta Tintin untuk menerbitkan ulang seluruh kisah petualangan Tintin termasuk cepat. Belum genap setahun sejak diterbitkannya Tintin di Soviet pada April 2004, Gramedia kini telah menuntaskan kerjanya dengan menerbitkan judul ke 24, Tintin dan Alpha Art. Dengan demikian lebih dari 20 tahun semenjak Tintin hadir di Indonesia baru kali inilah seluruh kisah petualangan Tintin dapat dinikmati secara lengkap.

Dalam kisah terakhirnya ini Tintin terlibat dalam petualangan yang melibatkan seni. Alpha Art sendiri adalah gerakan kreasi seni yang berdasarkan huruf-huruf alphabet. Dikisahkan karya-karya seniman Alpha Art, Ramosh Nash saat itu sedang dipamerkan di sebuah Galeri milik Henri Fourcart. Melalui telepon Tintin secara langsung diundang oleh Foucart untuk menemuinya di galerinya. Namun pertemuan itu tak pernah terjadi karena Foucart tewas dalam sebuah kecelakaan lalu lintas.

Naluri Tintin mengatakan bahwa ada yang tidak wajar dalam kematian Foucart. Ketika meninjau lokasi kejadian kecelakaan, tiba-tiba Tintin diserang oleh beberapa penjahat. Kejadian ini membuat Tintin semakin curiga dan memutuskan untuk mengungkap ada apa dibalik tewasnya Fourcart. Kelak akan terungkap bahwa pembunuhan ini terkait juga dengan pemalsuan karya-karya seni.


Seperti yang diungkap di paragraf awal tulisan ini, kisah Tintin ini memang tak tuntas dan masih berupa sketsa kasar. Demikian juga dengan edisi terjemahannya yang tampaknya dibuat berdasarkan edisi Casterman terbitan tahun 2004. Selain soal ukuran yang lebih kecil dibanding edisi aslinya, semua lay out dalam versi Gramedia ini sama persis dengan edisi Casterman 2004 dimana di satu sisi menampilkan script dialog dan narasi yang tersaji seperti pada naskah drama, sementara di sisi yang lain ditampilkan goresan asli dari halaman-halaman sketsa yang dibuat oleh Herge.

Kadang halaman sktesa asli itu tersaji dalam ukuran kecil yang ditempatkan secara dinamis, namun ada juga beberapa sketsa yang tampil satu halaman penuh. Beberapa sketsa yg ingin ditonjolkan tampak diperbesar dan disajikan secara artistik sehingga pembaca bisa melihat dengan jelas coretan-coretan Herge yang mungkin tak terlihat secara jelas di bagian halaman sketsa yang kecil.

Herge sendiri hanya sempat membuat 42 halaman sktesa yang telah memiliki alur cerita, dari ke 42 halaman sketsa itu hanya tiga halaman pertama saja yang telah agak halus dan mungkin sudah 90% selesai. Sisanya masih berupa sketsa kasar seperti yang terdapat di cover komik ini dimana Tintin hanya digambarkan bermuka bulat, hidung pentul dan jambul, atau Kapten Haddock yang digambarkan bermuka bulat, hidung besar, jenggot dan rambut yang kasar.




Sketsa terakhir Herge (Tintin & Alpha Art)





Namun selain ke 42 halaman sktesa inti, ada pula 9 halaman tambahan yang tak kalah menariknya karena setidaknya dapat memberikan gambaran cerita akhir dari komik ini. Di halaman tambahan ini akan diperoleh informasi antara lain Kapten Haddock yang tampak berubah karena bergaul dengan para seniman, menyukai benda-benda seni, dan mengubah penampilannya layaknya seorang seniman., menyanyi, bermain gitar, dan merubah kediamannya menjadi seperti galeri seni.



Lalu muncul pula musuh bebuyutan Tintin, Rastapopoulus yang berniat menyiram Tintin dengan cairan polyester agar menjadi sebuah karya seni. Yang tak kalah menariknya adalah munculnya kata Sondonesia dibawah sketsa bangunan berundak yang menyerupai candi bodobudur. Mungkinkah yang dimaksud adalah Indonesia ?



Kesemua sketsa pada halaman tambahan tersebut memang tampak tak terususun secara teratur dan membingungkan, jadi pembaca hanya bisa menduga-duga atau berimajinasi sendiri kira-kira seperti apa kelanjutan dan akhir dari petualangan Tintin ini, namun disinilah letak kenikmatan membaca komik ini. Melalui karya terakhir Herge yang masih berupa sketsa ini kita dapat mengetahui bagaimana sang maestro Herge mencoretkan garis-garis awal dari sebuah komik yang indah. Selain itu buku ini juga menawarkan sebuah pengalaman baru dalam membaca dan menginterpretasi sebuah komik yang masih berbentuk sketsa kasar dan belum selesai.

 Bagi penggemar Tintin tentunya akan dibuat penasaran kira-kira seperti apa komik ini jika komik ini selesai dituntaskan. Walau tak pernah mendapat restu dari ahli waris Herge untuk melanjutkan komik ini beberapa penulis mencoba untuk menuntaskannya dengan gaya yang serupa dengan Herge. Hingga kini sudah ada 3 versi Tintin dan alpha Art yaitu Yves Rodier's version, 1995  Régric's version, 1996. Éditions Ramo Nash's version, 198??

Berikut adalah Tintin et L'Alph Art versi Yves Roider's





@htanzil

*) Posting ini merupakan re-posting dari postingan saya tahun 2009 yang lalu dengan sedikit tambahan dalam rangka event posting bareng Tintin yang diadakan oleh BBI (Blogger Buku Indonesia)
 
ans!!