Suami adalah tulang punggung keluarga, seumpama pilot bagi pesawat terbang,
nakhoda bagi kapal laut, masinis bagi kereta api, sopir bagi angkutan
kota, atau sais bagi sebuah delman. Demikianlah suami adalah seorang
pemimpin bagi keluarganya. Sebagai seorang pemimpin harus berpikir
bagaimana nih mengatur bahtera rumah tangga ini mampu berkelok-kelok
dalam mengarungi badai gelombang agar bisa mendarat bersama semua awak
kapal lain untuk menepi di pantai harapan, suatu tempat di akhirat
nanti, yaitu surga.
Karenanya seorang suami harus tahu ilmu
bagaimana mengarungi badai, ombak, relung, dan pusaran air, supaya
selamat tiba di pantai harapan. Tidak ada salahnya ketika akan menikah
kita merenung sejenak, "Saya ini sudah punya kemampuan atau belum untuk
menyelamatkan anak dan istri dalam mengarungi bahtera kehidupan sehingga
bisa kembali ke pantai pulang nanti?!".
Karena menikah bukan hanya masalah mampu cari uang, walau ini juga
penting, tapi bukan salah satu yang terpenting. Suami bekerja keras
membanting tulang memeras keringat, tapi ternyata tidak shalat, sungguh
sangat merugi. Ingatlah karena kalau sekedar cari uang, harap tahu saja
bahwa garong juga tujuannya cuma cari uang, lalu apa bedanya dengan
garong?!
Hanya beda cara saja, tapi kalau cita-citanya sama, apa bedanya?
Buat kita cari nafkah itu termasuk dalam proses mengendalikan bahtera.
Tiada lain supaya makanan yang jadi keringat statusnya halal, supaya
baju yang dipakai statusnya halal, atau agar kalau beli buku juga dari
rijki yang statusnya halal. Hati-hatilah, walaupun di kantong terlihat
banyak uang, tetap harus pintar-pintar mengendalikan penggunaannya,
jangan sampai asal main comot. Seperti halnya ketika mancing ikan di
tengah lautan, walaupun nampak banyak ikan, tetap harus hati-hati, siapa
tahu yang nyangkut dipancing ikan hiu yang justru bisa mengunyah kita,
atau nampak manis gemulai tapi ternyata ikan duyung.
Ketika
ijab kabul, seorang suami harusnya bertekad, "Saya harus mampu memimpin
rumah tangga ini mengarungi episode hidup yang sebentar di dunia agar
seluruh anggota awak kapal dan penumpang bisa selamat sampai tujuan
akhir, yaitu surga". Bahkan jikalau dalam kapal ikut penumpang lain,
misalkan ada pembantu, ponakan, atau yang lainnya, maka sebagai pemimpin
tugasnya sama juga, yaitu harus membawa mereka ke tujuan akhir yang
sama, yaitu surga.
Allah Azza wa Jalla mengingatkan kita dalam
sabdanya, "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…"
(Q.S. At Tahriim [66]:6).
No comments:
Post a Comment