Tuesday 8 February 2011

Kisah-Kisah Tengah Malam (Edgar Allan Poe)

No. 250
Judul : Kisah-Kisah Tengah Malam
Penulis : Adgar Allan Poe
Penerjemah : Maggie Tiojakin
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Desember 2010
Tebal : 248 hlm

Kisah-kisah Tengah Malam adalah kumpulan cerita pendek karya Sastrawan Amerika Edgar Allan Poe (1809-1849) yang namanya telah dikenal di seluruh dunia. Karya-karyanya meliputi puisi, novel, essai, dan puluhan cerpen-cerpen yang umumnya bertemakan misteri sehingga ia juga dikenal sebagai master penulis cerita misteri-horor gothic dunia yang karyanya banyak menginspirasi penulis-penulis kisah misteri di generasi-generasi selanjutnya.

Di Indonesia nama Poe sendiri mungkin masih terasa asing dibanding penulis-penulis kisah misteri lainnya seperti Alfred Hithcok, Stephen King, Agatha Christie, dll, karena karya-karya Poe ini sedikit sekali yang telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Dari data yang saya peroleh, pada tahun 1952 Yayasan Pembangunan menerbitkan sebuah karya Poe berjudul “Kumbang Emas”. Lalu di tahun 2002 A.S Laksana pernah menerjemahkan cerpen Poe “Tell –Tale Heart” (Hati yang Meracau) yang diterbitkan oleh Akubaca, dan kini yang terbaru adalah terbitan Gramedia berjudul “Kisah-kisah Tengah Malam” yang diterjemahkan dengan baik oleh Magie Tiojakin yang memuat 13 cerpen terpilih Alan Edgar Poe.

Sayangnya penerbit tidak menjelaskan apa yang mendasari dipilihnya 13 cerpen Poe untuk buku ini, tapi yang pasti ketiga belas cerpen dalam buku ini setidaknya mewakili bagaimana Poe dengan cara bertuturnya yang khas mengajak pembacanya menyelami aneka kisah misteri horor gothic klasik karya penulis dunia Edgar Allan Poe.

Sepertinya pembaca tak diberi kesempatan untuk menyesuaikan diri terlebih dahulu untuk masuk dalam kisah misteri. Tanpa basa-basi buku ini menyuuguhkan kisah yang langsung meneror pembacanya. Dalam cerpen pertama yang berjudul “Gema Jantung Yang Tersiksa” Poe menceritakan peristiwa pembunuhan yang dilakukan si tokoh utamanya terhadap lelaki tua. Alasannya hanya karena dia tak suka melihat mata si lelaki tua yang menurutnya menyerupai mata seekor burung bangkai.

Setelah membunuhnya dengan keji untuk menyembunyikan jejaknya ia memutilasi mayatnya dan menyembunyikannya di bawah lantai kayu dikamar si lelaki tua itu. Walau ketika ia memutilasi mayatnya ia tampak begitu tenang tapi tak lama setelah itu ia mulai merasakan kegilisahan yang amat sangat, batinnya terteror karena ia merasa terus mendengar bunyi detak jantung si lelaki tua yang telah dibunuhnya.

Teror selanjutnya dapat kita temui di cerpen “Hop Frog” tentang seorang pelawak bertubuh ceblol yang bersama rombongannya diundang ke istana untuk menghibur sang raja dan para penasehatnya. Awalnya kisah ini bernuansa ceria namun ketika sang raja melecehkan teman wanita Hop Frog, ia menjadi sakit hati dan segera menyusun rencana keji. Ia mengemas sebuah pertunjukan lawakan dimana raja dan para penasehatnya ikut ambil bagian dalam pertunjukan tersebut. Dengan memakai kostum monyet sang raja sama sekali tak menduga bahwa pertunjukkan yang mereka mainkan itu pada akhirnya berujung pada sebuah peristiwa pembantaian keji terhadap raja dan para penasehatnya.

Yang tak kalah mengerikan dan membuat jantung saya berpacu kencang ketika membacanya adalah cerpen “Jurang dan Pendulum” dimana dikisahkan seorang tawanan harus menderita secara psikis karena dalam keadaan terikat ia harus menyaksikan pendulum tajam yang sedikit demi sedikit turun untuk mengiris tubuhnya. Di cerpen ini Poe mendeksripsikannya dengan detail dan perlahan sehingga membuat pembacanya menahan nafas karena seolah merasakan sendiri teror mental yang dialami si tawanan itu.

Buku ini juga menyajikan salah satu cerpen Poe yang paling populer yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan telah diadaptasi beberapa kali kedalam sebuah film yaitu “Black Cat” (Kucing hitam), cerpen ini menceritakan seorang kepala rumah tangga yang pada awalnya memiliki kehidupan yang normal bersama istrinya dan Pluto, seekor kucing hitam kesayangannya. Kehidupannya berubah ketika suatu saat ia mengalami tekanan dalam hidupnya sehingga membuat dirinya sering mabuk dan marah-marah.

Suatu malam ia pulang dalam keadaan mabuk, ketika dilihatnya Pluto menghindarnya darinya maka diangkatnya kucing hitamnya itu, secara spontan Pluto meronta dan spontan mengingitnya, seketika itu pula emosinya meledak-ledak, dengan keji ia mencungkil sebelah mata kucing kesayangannya itu. Di malam-malam berikutnya ia menggantung kucing kesayangannya sampai mati. Entah karena kutukan kucing hitamnya atau hanya kebetulan, dimalam setelah ia membunuh kucing hitamnya tiba-tiba api melahap habis rumahnya hingga ia jatuh miskin.

Setelah kejadian itu, kepribadiannya semakin aneh hingga pada akhirnya datanglah seekor kucing hitam lain yang sangat mirip dengan Pluto yang telah dibunuhnya. Suatu hari kucing itu membuatnya tersandung, amarahnya meluap, ketika ia hendak membunuh kucing itu, istrinya menghalanginya alih-alih membunuh kucing iamalah membunuh istrinya dan menguburkan mayatnya ke dalam tembok.

Seluruh cerpen dalam buku ini memang menyajikan kisah-kisah misteri ala Poe yang meneror pembacanya, namun diantara ketigabelas kisah misteri ada satu kisah misteri yang mungkin bisa dibilang unik dan tak seram, bahkan terkesan lucu yaitu cerpen berjudul “Obrolan dengan Mummy” dimana dikisahkan sejumlah ilmuwan yang berhasil menemukan Mummy mesir kuno dan mencoba menghidupkannya dengan sengatan aliran listrik. Mummy itu kemudian hidup dan berdialog panjang tentang pencapaian teknologi mesir kuno dan masa kini.

Membaca seluruh cerpen-cerpen Poe dalam buku ini memang menarik, dalam menyajikan kisah-kisah msiterinya Poe tidak hanya meneror pembacanya melalui kehadiran sosok hantu atau monster namun ia menggedor saraf takut pembacanya melalui kegilaan psikologis yang dialami tokoh-tokohnya. Tokoh-tokoh yang diciptakan Poe umumnya dhantui oleh bayangan-bayangannya sendiri sehingga hidup mereka dicekam oleh ketakutan yang mereka ciptakan sendiri dalam benak mereka.

Poe juga seorang pendongeng yang hebat, imajinasinya yang luas membawa pembacanya untuk masuk dari satu kisah ke kisah misteri lainnya dengan setting yang berbeda-beda. Di sebuah rumah sempit, di sebuah kapal , ditengah kepungan badai, daintara tebing yang curam, dalam ruang penyiksaan tahanan, istana raja, hingga ruang kerja seorang pelukis. Semua itu dideskirpsikannya dengan detail, misterius, dan ironis sehingga masing-masing kisah memberikan sebuah pengalaman yang unik bagi pembaca.

Selain itu dari cerpen-cerpennya ini juga pembaca akan memahami betapa banyak referensi dan wawasan yang diketahui oleh Poe baik dalam bidang geografi, sejarah, mitologi, budaya, bahasa maupun sastra yang mewarnai cerpen-cerpennya.

Satu hal yang patut disayangkan dalam buku ini adalah kisah terakhir yang menurut saya kurang pas sebagai penutup buku ini. Jika di awal pembaca sudah disuguhkan dengan kisah yang meneror pembacanya namun di cerpen terakhir “ Rumah Keluarga Usher” seolah menjadi antiklimaks karena di cerpen ini Poe tampak berputar-putar menjalin kisahnya sehingga saya sendiri bosan dan ingin segera sampai di ujung kisahnya.

Pada akhirnya setiap pembaca akan memiliki kesannya sendiri pada apa yang telah dibacanya di buku ini. Namun jika kita mau lebih dalam memaknainya, buku ini tentunya tak sekedar menimbulkan efek ngeri bagi pembacanya semata. Setidaknya ketakutan yang dialami para tokoh-tokoh dalam buku ini menyadarkan kita sejauh mana ketakutan mengendalikan dan mempengaruhi kehidupan kita.

Apakah selama ini kehidupan kita dikendalikan oleh ketakutan-ketakutan yang kita ciptakan sendiri dalam benak kita? Jika ya, mungkin tiba saatnya kita menyingkirkan semua ketakutan yang mungkin belum tentu akan terjadi dan menggantinya dengan rasa optimis untuk mengisi hari-hari di depan kita.


@htanzil


Sedikit tentang hari-hari terakhir Edgar Allan Poe. Sama seperti kisah-kisah misteri yang diciptakannya, hari-hari terakhir kehidupan Poe juga sama misteriusnya. Poe ditemukan dalam kondisi menyedihkan di sebuah selokan di Baltimore, setelah beberapa hari sebelumnya pamit untuk mengajar di Norfolk dan Richmond. Ia diangkut ke rumah sakit dalam keadaan tidak sadarkan diri sebelum akhirnya meninggal pada tanggal 7 Oktober 1849 di usia yang ke 40.

No comments:

Post a Comment

 
ans!!