Monday 6 February 2006

Saya Terbakar Amarah Sendirian!


Judul : Saya Terbakar Amarah Sendirian!
(Pramoedya Ananta Toer dalam Perbincangan dengan Andre Vltchek & Rossie Indira)
Penulis : Andre Vlitchek & Rossie Indira
Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Cetakan : I, Januari 2006
Tebal : xxix + 131 hlmn. : 13 cm x 19 cm

Pramoedya, setelah sekian puluh tahun namanya dihapus dari buku-buku sastra,dan buku-bukunya menghilang di rak-rak toko buku kini perlahan tapi pasti namanya kembali berkibar, karya-karyanya dicetak ulang dan selalu jadi best seller di toko-toko buku yang menjualnya. Beberapa penulis secara khusus mencoba mengkaji karya-karya monumentalnya, sebut saja Prof. A. Teeuw yang secara serius mengkaji karya-karya Pram dalam buku "Citra Manusia Indonesia dalam karya PAT (Pustaka Jaya,1997), Eka Kurniawan yang membukukan skirpsinya yang bertajuk Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis (Jendela,2001) atau Prof Apsanti D yang mengkaji secara menarik keempat Tetralogi Bumi Manusia dalam bukunya yang berjudul "Membaca Katrologi Bumi Manusia (Indonesia Tera, 2005). Selain karya-karyanya dijadikan bahan kajian penulis-penulis lokal dan luar negeri Pram juga kerap jadi incaran dari para wartawan media cetak yang secara khusus melakukan wawancara langsung dengannya, dan biasanya majalah atau koran yang memuat wawancara dengan Pram selalu habis dibeli oleh pembacanya.

Umumnya wawancara dengan Pram hanya dapat dijumpai di majalah atau koran-koran atau beberapa buku yang menyajikan cuplikan wawancara dengan Pram, kini buku "Saya Terbakar Amarah Sendirian!" tersaji dalam bentuk wawancara utuh antara Pram dengan Andre Vltchek (penulis, wartawan, analis politik amerika Serikat) & Rossie Indira. (arsitek, analis bisnis, penulis di harian Jakarta Post, Gatra,dll).

Buku menarik ini memuat lebih dari 150 pertanyaan yang diajukan oleh pewawancaranya. Wawancara yang berlangsung dalam kurun waktu 4 bulan (Desember 2003-Maret 2004) ini dibagi kedalam 12 bab yang disusun berdasarkan topiknya yang terdiri dari

- Wawancara di Jakarta
- Sebelum 1965 : Sejarah, Kolonialisme, Dan Soeharto
- Kudeta 1965
- Masa Penahanan
- Budaya dan Jawanisme
- Karya Sastra
- Soeharto, Rezimnya, dan Indonesia Saat ini
- Timor Leste dan Aceh
- Keterlibatan Amerika Serikat
- Rekonsiliasi ?
- Revolusi : Masa Depan Indonesia
- Sebelum Berpisah

Dari keseluruhan bab-bab diatas pembaca buku ini akan diajak menyelami apa yang ada dalam benak seorang Pramoedya Ananta Toer. Tajamnya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Andre Vltchek & Rossi Indira membuat seluruh perasaan dan pemikiran Pram yang tetap konsisten dari dulu hingga kini terungkap secara jelas dan apa adanya.

Pada bab "Masa Penahanan" pembaca akan diajak menyelami kehidupan Pram di Pulau Buru dimana nyawa manusia menjadi demikian tidak berartinya, kesalahan kecil seperti yang dialami temannya ketika ketahuan menyimpan sepotong koran bekas mengakibatkan temannya harus mengalami penyiksaan yang berakhir dengan kematian. (hal 37). Tempelengan dan siksaan menjadi hal yang biasa terjadi di Pulau Buru. Beruntung Pram tak mengalami siksaan yang berarti karena dirinya selalu dimonitori oleh dunia internasional. Pantauan dunia internasional inilah yang membuat Pram bertahan hidup dan bisa berkarya hingga menghasilkan karya P. Buru yang monumental itu.

Dalam hal budaya ,Pram yang jelas-jelas seorang Jawa mengkritik habis budaya Jawa yang mengharuskan "taat dan patuh pada atasan" yang menurutnya mengarah kepada fasisme (hal 45). Menurut Pram hal inilah yang menyebabkan bangsa kita terjajah, para kepala desa diberi emas dan perak sebagai sogokan atau kompensasi, sehingga mereka tidak berani protes. Dan rakyatnya pun tak berani melawan karena mereka menghormati atasannya. Inilah yang dikatakan Pram sebagai Jawanisme!, dan hal ini menurutnya masih terjadi hingga jaman kini dan terbukti hingga kini tak ada yang berani membawa Soeharto ke pengadilan karena semua takut dan patuh pada atasan.

Dalam bidang Sastra, Pram menyesalkan jika hingga kini orang masih saja membicarakan tentang pribadinya, bukan karyanya, sehingga sebagai penulis dirinya tidak selaku diakui (hal67) Di bagian ini juga dijelaskan mengenai proses kreatif Pram baik ketika ia mulai menulis hingga proses kreatifnya di P. Buru. Pram mulai menulis ditahun 1947 karena ia harus menghidupi adik-adiknya, dikatakannya bahwa ia menulis seperti orang gila untuk mendapatakan uang karena ia tak bisa bekerja lain selain menulis (hal 75). Sedangkan inspirasi menulis diperolehnya dari kehidupan. Ketika sesuatu menyinggung dirinya atau membuat dirinya marah, Pram mendapatkan inspirasi untuk melawan. Bagi Pram menulis adalah perlawanan sehingga disemua bukunya ia selalu mengajak pembacanya untuk melawan. Pram yang menurut pengakuannya kini sudah tak bisa menulis lagi semenjak serangan stroke pada tahun 2000 yang lalu, kini menghabiskan waktunya dengan membuat kliping untuk proyek Ensiklopedi Kawasan Indonesia yang kini bahannya sudah mencapai 4 meter! Rencananya jika ia menerima hadiah nobel Sastra, maka uangnya akan dipergunakan untuk menyelesaikan proyek ambisiusnya tersebut.

Dalam bagian-bagian akhir buku ini pada bab Revolusi : Masa Depan Indonesia, Pram secara tegas menyatakan bahwa untuk keluar dari kondisi Indonesia yang semakin buruk ini maka hanya angkatan mudalah yang harus bergerak. Menurutnya sejak tahun 1915 sejarah Indonesia dibuat oleh angkatan muda (hal 114). Sayangnya kini banyak angkatan muda yang konsumtif dan tidak bisa berproduksi atau mengubah situasi, yang dilakukan hanyalah keluyuran dan mendapatkan uang. Pram secara tegas menyatakan jika dirinya menjadi penguasa maka ia akan tetapkan kuota impor barang sehingga akan ada lapangan kerja dan rakyat indonesia dipaksa untuk berproduksi. Bagi Pram hal yang mutlak harus dilakukan untuk mengubah situasi bukan hanya semata menurunkan rezim yang berkuasa, melainkan harus melalui Revolusi total, yang bisa menyingkirkan tenaga-tenaga yang menghambat kemajuan Indonesia.

Ada banyak sekali pemikiran-pemikiran Pram lainnya yang terungkap di buku ini. Kemahiran pewawancara dalam menggali apa yang Pram pikirkan dan rasakan membuat buku ini kaya sekali akan cakupan dan merentang dari masa kemasa mulai dari masa perjuangan kemerdekaan, masa G30S, hingga masa kini, mulai dari soal-soal pribadi, politik hingga budaya, bahkan pandangan Pram akan masalah-masalah di Timor Leste dan Aceh-pun bisa ditemui di buku ini.

Bisa dikatakan buku ini berhasil mengeluarkan semua pemikiran dan beban yang bertumpuk yang mungkin selama ini dipendam atau terlewatkan untuk digali oleh pewawancara lainnya. Apa yang dikatakan Pram melalui buku ini sangat menyentuh perasaan dan bahkan menyedihkan. Beberapa bagian yang menyajikan tentang penindasan historis, politis, dan tak manusiawi diungkap dengan pedas, tanpa tedeng aling-aling, pandangan agama di mata Pram terungkap dengan jelas dan apa adanya. Beberapa pertanyaan dijawab dengan nuansa kemarahan yang meledak-ledak, namun ada juga yang dijawab dengan jawaban-jawaban humor. Pembagian-pembagian buku ini dalam beberapa bab membuat pembaca dapat mengikuti kisah hidupnya mulai dari Pram sebagai seorang penulis yang ditahan pemerintahan Belanda sampai masa pengasingannya di P.Buru dan masa kehidupannya kini yang dirasakannya "terasing di negeri sendiri"

Buku ini sangat baik dibaca oleh para pecinta karya-karya Pramoedya (Pramist) karena seluruh isi buku ini akan menjawab semua pertanyaan yang mungkin menjadi pertanyaan para Pramist juga. Jika dicermati lebih dalam lagi, seluruh jawaban yang diberikan Pram melalui buku ini memang terkesan bahwa ia terbakar oleh amarahnya sendiri pada negeri dan budaya Indonesia yang carut marut ini, secara terstruktur pembaca akan dibawa pada pemikiran-pemikirannya yang kritis seperti yang selalu terekam dalam karya-karyanya. Karena itu, buku ini bukan hanya diperuntukkan bagi para ‘Pramist’ saja, melainkan patut dibaca oleh semua kalangan yang ingin memahami akar-akar persoalan di Indonesia dewasa ini.

@h_tanzil

No comments:

Post a Comment

 
ans!!