Monday 18 May 2009

Sastra Sepeda di Boja

Judul : Sastra Sepeda di Boja - Kumpulan Catatan Perjalanan
Penulis : Arif Khusnudhon, dkk
Kata Pengantar Sigit Susanto
Penerbit : lerengmedini press
Cetakan : I, April 2008
Tebal : 112 halaman

Membaca judul buku ini “Sastra Sepeda di Boja” tentu menimbulkan pertanyaan apa itu “Sastra Sepeda?” , lalu di mana pula kota Boja berada ? Sastra Sepeda adalah nama sebuah kegiatan dimana para pesertanya diajak bersepeda ke beberapa tempat dan menuliskan pengalaman mereka dalam sebuah catatan perjalanan. Seperti yang kita ketahui ‘Catatan Perjalanan/Travel Writing’, atau Sastra Pelancongan adalah salah satu genre dalam dunia sastra. Beberapa sastrawan dunia seperti VS. Naipul, DH. Lawrence, Charles Dickens, Ernest Hemingway, dll pernah menulis catatan perjalanan, karenanya tak berlebihan jika kegiatan bersepeda yang salah satu tujuannya untuk menuliskan pengalaman bersepeda dari tiap pesertanya ini diberi nama “Sastra Sepeda”.

Lalu dimana Boja?. Boja adalah nama desa di Kecamatan Boja, Kendal, Jawa Tengah. Desa seluas 1.024 ha yang berpenduduk sekitar 6000 jiwa ini berjarak sekitar 27 km dari Kota Semarang. Di perpustakaan desa yang bernama Pondok Maos Guyub yang berdiri sejak 2007 dan telah memiliki koleksi sekitar 1550 buku (700 komik, 350 novel berbahasa asing, 500 buku berbahasa Indonesia, terutama buku sastra dan kebudayaan) inilah kegiatan Sastra Sepeda dilaksanakan.

Pengagas Sastra Sepeda adalah Sigit Susanto, putra daerah asli Boja, pendiri Perpustakaan Pondok Maos Guyub dan penulis buku “Menyusuri Lorong-lorong Dunia jilid 1-2 yang kini bermukim bersama istrinya di Swiss. Sigit bersama pengelola perpustakaan dan milis Apresiasi Sastra bekerja sama untuk mewujudkan kegiatan Sastra Sepeda ini yang dilaksanakan pada tanggal 3- 10 Mei 2008 yang lalu. Pesertanya sebagian besar terdiri dari anak-anak / remaja Boja dan diikuti beberapa peserta tamu yang berasal dari Jakarta, Bandung, Semarang, Bali, Kalimantan, bahkan diikuti pula oleh Shiho Sawae, mahasiswi S3 Tokyo University of Foreign Studies Jepang yang tengah melakukan riset untuk disertasinya mengenai gaya kegiatan sastra di Indonesia terkini.

Sesuai dengan salah satu tujuan Sastra Sepeda dimana peserta didorong mengenal lingkungannya dan menuliskan pengalamannya masing-masing untuk mendorong kemajuan dunia baca-tulis di Boja dan sekitarnya, maka semua obyek-obyek yang dikunjungi adalah tempat yang berorientasi sosial seperti pabrik tempe, pabrik genting, puskesmas, rumah sakit jiwa, gereja, pesantren, makam Sunan Bromo, makam pahlawan, pasar hewan, dll, yang jika dijumlah ada 20 obyek yang dikunjungi oleh para peserta selama tujuh hari berturut-turut. Dari kegiatan inilah akhirnya terhimpunlah 15 tulisan dan dibukukan dalam sebuah buku sederhana dengan judul ‘Kumpulan Catatan Perjalanan Sastra Sepeda di Boja’ yang diterbitkan oleh penerbit lokal asal Boja, lerengmedini press.

Kelima belas cataran perjalanan pada buku ini dibagi menjadi dua bagian, bagian pertama berisi 4 tulisan peserta lokal yang masih duduk di bangku SMP, sedangkan bagian kedua berisi 10 catatan penulis tamu dengan aneka profesi seperti penyair, mahasiswa, cerpenis, mantan TKW, pensiunan guru, dll. Semuanya menulis catatan perjalanan mereka dengan gaya dan sudut pandangnya masing-masing.

Yang menarik tentu saja tulisan anak-anak SMP, mereka mencatat hasil pengamatan obyek-obyek yang dikunjunginya dengan tulisan tangan. Bahkan untuk melengkapi catatan mereka, tak jarang tulisan-tulisan itu diberi gambar-gambar berupa sketsa dari apa yang mereka lihat. Semua tulisan tangan dan gambar tersebut terekam secara apa adanya dalam buku ini karena dengan cerdas penerbit menampilkan tulisan mereka dengan cara men-scan langsung dari apa yang mereka tulis. Jadi jika tulisannya agak sukar dibaca ya itu karena tulisan aslinya yang memang agak sukar dibaca. Tapi disinilah letak keasyikan membaca bagian ini karena pembaca akan dibawa memasuki nuansa anak SMP asal Boja dari apa yang mereka tulis dan gambar sesuai dengan aslinya.

Dibagian kedua, yang merupakan catatan perjalanan para peserta tamu , barulah tersaji seperti naskah-naskah buku pada umumnya. Dari ke sepuluh catatan ini kita akan melihat bagaimana para peserta tamu dari berbagai profesi menulis catatan perjalanan mereka dengan sudut pandang dan gayanya masing-masing.

Semua menulis pengalamannya bersepedanya dengan menarik, termasuk penak-pernik perjalanan seperti bangun kesiangan sehingga harus berangkat sendiri menuju Boja, ada yang terjatuh dari sepeda, anak kecil yang merengek ingin menonton pementasan kuda lumping hingga usai, suasana dalam rumah sakit jiwa, dan pernak-pernik lain yang mereka temui dalam kegiatan ini. Yang pasti munculnya tulisan para peserta tamu dari berbagai daerah juga menambah ragamnya sudut pandang akan Boja dan sekitarnya, sehingga Boja tidak hanya dipotret oleh orang setempat, tapi juga oleh orang luar yang biasanya akan lebih obyektif dalam menggambarkan keberadaan suatu tempat.

Tampaknya tak ada batasan harus seperti apa dan apa saja yang perlu dituliskan. Semua peserta hanya diminta untuk menulis apa yang mereka lihat dan amati, karenanya tulisan-tulisan dalam buku ini sangat beraham. Ada yang panjang dan mendetail, ada pula yang singkat. Jika ingin mengetahui kegiatan ini secara rinci mungkin bisa membaca tulisan Sigit Susanto dan Adi Toha yang merekam kegiatan ini dari obyek ke obyek dari hari pertama hingga ke enam lengkap dengan deskripsi yang mengajak pembacanya ikut merasakan apa yang dialami oleh peserta Sastra Sepeda ini.

Selain itu ada pula yang tulisannya lebih menekankan pada munculnya kenangan masa kecil, alih-alih merinci pengalaman bersepeda, Maria Bo Niok, pengelola rumah baca “Istana Rumbia” di Wonosobo malah menulis bagaimana girangnya ketika ia menemukan buku Ko Ping ho di perpustakaan Pondok Maos Guyub. Atau bagaimana Stevi Sundah menuliskan pengalamanannya dengan kalimat-kalimat puitis plus dengan beberapa puisi yang ia goreskan untuk melengkapi tulisannya.

Sebagai pelangkap, buku ini menyajikan pula beberapa foto kegiatan ‘Sastra Sepeda’ , semua fotonya tersaji dengan tajam di bagian akhir buku ini sehingga membuat pembacanya dapat lebih merasakan bagaimana seru dan menariknya kegiatan Sastra Sepeda di Boja.

Ide untuk membukukan kegiatan Sastra Sepeda ini sangatlah mulia. Mungkin awalnya para peserta sastra sepeda tak mengira jika tulisan-tulisan mereka akan terkumpul dalam sebuah buku yang dan diterbitkan oleh penerbit lokal. Dengan demikian apa yang telah mereka tulis menjadi abadi, dan bisa dibaca dan menjadi inspirasi bagi pembaca buku ini. Tentunya kita bisa membayangkan bagaimana senangnya anak-anak SMP yang tulisan tangannya dimuat di buku ini, yang pasti mereka akan terharu dan merasa bangga membaca tulisannya sampai dibukukan. Semoga kebanggaan ini kelak akan berbuahkan semangat bagi mereka untuk terus menulis dan berkarya. Dan seperti yang menjadi harapan M. Ali Muakhor, seorang peserta tamu Sastra Sepeda, “Semoga dalam 5 atau 10 tahun kedepan akan lahir penulis-penulis baru yang berasal dari Boja” (hal 78)

Buku ini selain dapat mendokumentasikan kegiatan Sastra Sepeda dan menyulut semangat literasi di Boja, tentunya buku ini juga akan mengispirasi pembacanya bahwa sebuah catatan perjalanan tidak harus ditulis dari pengalaman mengunjungi tempat-tempat yang jauh, obyek-obyek wisata terkenal di dalam dan luar negeri. Jika kita membuka mata kita, maka ada tempat-tempat di sekitar kita yang sering kita lewati dan tampaknya biasa-biasa saja namun memiliki muatan sosial dan budaya yang unik yang ternyata bisa ditulis untuk menjadi sebuah catatan perjalanan yang menarik untuk diketahui oleh semua orang.

@h_tanzil

No comments:

Post a Comment

 
ans!!