Monday 31 October 2011

Cinta Pertama - Ivan Turgenev ( #SavePustakaJaya )

No. 272
Judul : Cinta Pertama
Penulis : Ivan Turgenev
Penerjemah : Rusman Sutiasumarga
Penerbit : Pustaka Jaya
Cetakan : IV, 2009
Tebal : 173 hlm


Cinta pertama itu abadi, walau tak selalu berlanjut ke jenjang pernikahan namun kenangannya tak pernah terhapus dalam ingatan kita yang pendek ini. Umumnya tiap orang selalu mengenang bagaimana pertama kali ia jatuh cinta, dari mulai cinta pertama yang konyol, yang mengharu biru, hingga cinta pertama yang abadi. Apapun dan bagaimanapun akhir dari kisah cinta pertama biasanya selalu menarik untuk dikenang baik sekedar untuk disimpan dalam hati, dicurhatkan kepada teman, ditulis di blog-blog pribadi, atau tak jarang menjadi sumber inspirasi para penulis2 novel roman.

Ivan Tugenev (1818-1883), salah satu penulis besar dalam sejarah kesusasteraan Rusia tak mau ketinggalan untuk menuliskan roman tentang kisah cinta pertama. Namun ini bukan kisah cinta pertamanya, melainkan cinta pertama tokoh khayalannya, Vladimir Petrovitsy. Novel ini atau lebih tepatnya disebut novelette ini diawali dengan adegan dalam sebuah pesta dimana Vladimir berserta kawan-kawannya duduk bersama untuk saling menceritakan kisah cinta pertama mereka.

Dari narasi Vladimir Pertovitsy inilah mengalir bagaimana dirinya mengalami cinta pertamanya disaat usianya baru 16 tahun. Dikisahkan Vladimir jatuh cinta pada tetangganya, Zinaida Zasyekina yang telah berusia 21 tahun. Zinaida ini tinggal bersama ibunya yang sudah tua, puteri Zaskeyina . Meskipun memiliki garis keturunan bangsawan, puteri Zasyekina dan anak gadisnya itu hidup dalam kemiskinan dan tinggal si sebelah rumah Valdimir.

Karena kecantikannya, hampir setiap hari Zinaida dikelilingi oleh para pria-pria yang berkumpul di rumahnya, mereka terdiri berbagai profesi, ada dokter, tentara, penyair, dll. Vladimir yang saat itu merupakan pria termuda juga tak ketinggalan untuk ikut ambil bagian dalam setiap pertemuan itu. Zinaida menggunakan kesempatan itu untuk bermain dan berolok-olok bersama para pria yang memujanya. Walaupun kadang permainan yang digagas oleh Zianida itu melecehkan mereka, para pria itu tetap setia mengikutinya sambil berharap mendapat cinta dari sang puteri.

Seperti halnya para pria itu Vladimirpun memuja dan mencintai Zinaida. Lambat laun Zianida mengetahui gelagat Vladimir yang diam-diam mencintainya. Walau Zianida sadar bahwa dirinya lebih tua dari Vladimir namun Zianida mennyambut cinta Vladimir dengan memberi peluang-peluang pada Vladimir untuk berada di dekatnya hingga akhirnya ia mengangkat Vladimir sebagai pengawal pribadinya.

Namun cinta Vladimir tak semulus harapannya, kedekatannya dengan pujaan hatinya selaku pengawal pribadinya malah membawanya pada kenyataan bahwa cinta pertamanya itu harus berujung pada kenyataan pahit yang membuat dirinya serasa tersambar petir di siang bolong!, kenyataan yang sama sekali tak pernah terpikirkan sedikitpun

Bagi saya pribadi, novel roman klasik ini tak terlalu istimewa, kisahnya datar-datar saja, walau ada kejadian mengagetkan bagi tokoh utamanya namun sepertinya penulis tak melanjutkannya dengan menguras habis konflik batin apa yang dihadapi Vladimir ketika harus berhadapan dengan kenyataan yang menyakitkannya. Padahal di awal-awal kisah penulis mahir menggambarkan bagaimana bingung dan salah tingkahnya Vladimir muda menghadapi kegalauannya karena mencintai Zianida.

Komentar yang berada di cover belakang novel ini yang mengatakan bahwa Cinta Pertama adalah novel yang indah, kisah cinta yang dilukiskan dengan sangat peka dan mengharukan, sekali sama sekali tidak saya rasakan saat saya membaca novel ini. Apakah ini karena terjemahannya sehingga keindahan dan keharuannya tidak saya rasakan? Karena saya belum membaca novel dalam bahasa aslinya atau dalam bahasa Inggrisnya maka saya tidak bisa menilai bahwa terjemahannya kurang tepat.

Dua orang kawan yang sudah membaca buku ini mengatakan terjemahannya kaku, bagi saya sendiri saya masih bisa menikmati terjemahannya hanya saja ada beberapa frasa kata yang sepertinya sudah jarang dipakai sehingga agak janggal membacanya, saya menduga karena novel yang dicetak tahun 2009 (cetakan IV) ini sang editor tidak melakukan penyesuaian terhadap terjemahan Rusman Sutiasumarga yang menerjemahkan buku ini di tahun 1972 dari bahasa Belanda.

Terlepas dari tak bisanya saya rasakan keindahan dan keharuan dari novel ini seperti yang ditulis di cover belakang novel ini saya rasa karya ini tetap bermanfaat untuk memberikan sebuah gambaran bagaimana potret kehidupan sosial masyarakat Rusia di abad ke 19 dan bagaimana ungkapan perasaan cinta itu ternyata tak berubah walau abad sudah berganti dan masyarakat sudah sedemikian modernnya. Apapun namanya ungkapan verbal saat seseorang dalam keadaan galau karena cinta di abad 19 ternyata masih sama seperti di abad ini.

Tentang Penulis & Sejarah Penerbitan

Ivan Turganev (1818-1883) adalah salah satu sastrawan Rusia terkenal. Jika berpijak pada periodisasi kesusasteraan Rusia, Ivan Turgenev adalah salah satu tokoh pertama yang muncul dari aliran Realisme Sosialis (1840-an). Para akademisi sastra Rusia berpendapat Ivan Turgenev adalah novelis dan dramawan yang dapat dengan baik memahami dan menulis kondisi masyarakat Rusia saat itu.

Karyanya yang dianggap penting adalah Zapiski Okhotnika (Corat-coret Seorang Olahragawan-1852), Rudin (1856) serta Otzy i Deti (Ayah dan Anak-anaknya, 1862). Novel Ayah dan Anak-anaknya dianggap sebagai karya yang menjadi standar karya fiksi abad ke-19. Selain itu, Turgenev juga gemar mengolah tema-tema percintaan seperti Asya (1858), dan Pervaia Liubov (Cinta Pertama ,1860).

Novel Pervaia Liubov (Cinta Pertama) terbit pertama kali pada tahun 1860 sedangkan edisi bahasa Inggrisnya baru terbit pada tahun 1897. Edisi Bahasa Indonesianya yg terbit pada tahun 1972 diterjemahkan oleh Rusman Sutiasumarga dari edisi bahasa Belandanya. Selain itu Ruman S juga menerjemahkan novel ini ke dalam bahasa Sunda dan dimuat sebagai cerita bersambung dalam Majalan Sunda tahun 1965 dengan judul Baleg Tampele.

Hingga kini novel Pervaia Liubov (Cinta Pertama) masih dibaca dan dipelajari sebagai bahan kajian sastra Rusia di sekolah-sekolah dan Perguruan Tinggi di Rusia.

@htanzil

*Review ini merupakan proyek baca bersama BBI (Bllogger Buku Indonesia) bln Oktober 2011 sekaligus untuk mendukung program #SavePustakaJaya

Thursday 27 October 2011

Ngeblog Untuk Berbagi Kesan Membaca



Jangan heran kalau postingan kali ini bukan tentang review buku , sesuai dengan kesepakatan beberapa teman-teman BBI (Blogger Buku Indonesia) dalam rangka  memperingati Hari Blogger Nasional yang diperingati setiap tanggal 27 Oktober, maka sebagian dari blogger buku secara khusus ikut memeriahkannya dengan cara menulis pengalamannya selama mengelola blog bukunya masing-masing.

Selain itu tulisan ini juga dibuat untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang diadakan oleh ON\OF,  penyelenggara Pesta Blogger Nasional  yang mengajak para Blogger untuk berbagi kisah tentang pengalaman yang didapatkan dari ngeblog (Berkat NgeBlog) di hari Blogger Nasional 27 Oktober 2011 ini.

Apa sih sebetulnya yang membuat saya mengelola blog buku ini sejak 5 tahun yang lampau, dan apa manfaatya buat saya pribadi?  Semua berawal dari kegemaran saya membaca buku. Awalnya saya membaca dan menyimpan semua kenangan dan kesan bacaan itu dalam hati, atau paling sesekali berbagi kesan dengan kawan sehobi yang saat itu jumlahnya tidak terlalu banyak.

Di tahun 2001 ketika mulai bersentuhan dengan internet saya mengenal apa yang namanya milis, dari sebuah milis umum akhirnya saya menemukan milis pasarbuku, sebuah milis yang khusus dibuat untuk berdiskusi soal buku. Dari sana mulailah saya berteman dengan teman-teman berbagai usia dan profesi  yang memiliki hobi dan kecintaan yang sama terhadap buku. Dari milis itu saya mulai berbagi kesan saya terhadap buku yang sedang atau telah saya baca. Awalnya singkat saja, mungkin hanya satu paragraf atau tidak jarang hanya komentar satu atau dua kalimat saja. Ternyata komentar-komentar saya itu direspon oleh para milisser  pasarbuku lainnya sehingga terjadi sebuah diskusi buku yang mengasyikan antara para pecinta buku.

Lambat laun saya mencoba membuat sebuah tulisan yang utuh atas kesan membaca saya, entah itu resensi atau bukan saya tak mempedulikannya karena saya hanya menuangkan apa yang ada dalam kepala saat saya menyelesaikan sebuah buku yang telah saya baca. Ketika beberapa teman di milis bilang kalau apa yang saya tulis itu sebuah resensi buku ya akhirnya saya memberanikan diri mengawali setiap tulisan saya dengan judul kolom [Book Review].

Kesemua resensi saya itu awalnya saya posting hanya di milis pasarbuku dan sebagai back up saya simpan di hardisk computer saya, lama kelamaan saya berpikir, "Bagaimana jika hardisk saya rusak? Hilanglah semua tulisan saya!".  Tulisan yang saya posting di milis memang masih ada, tapi rasanya terlalu repot kalau hendak mengarsip dari milis. Karena saat itu era blog sudah mulai memasyarakat dan beberapa blog buku sudah mulai muncul, akhirnya saya memutuskan untuk mendokumentasikan resensi-resensi ke saya ke blog.  Setelah memilih dari segi kepraktisannya akhirnya saya memilih Blogspot untuk menyimpan semua resensi saya.

Akhirnya saya mulai mengisi blog yang saya beri nama http://bukuygkubaca.blogspot.com , sesuai dengan keinginan dan komitmen saya, blog tersebut hanya akan saya isi dengan resensi buku-buku yang telah saya baca. Jadi setiap saya telah menyelesaikan membaca sebuah buku saya pasti akan menulis resensinya dan mempostingnya ke milis dan blog. Awalnya saya memiliki komitmen untuk meng-update blog tersebut seminggu sekali, namun dengan bertambahnya kesibukan baik dalam pekerjaan maupun keluarga, kadang target tersebut tak terlampaui, karenanya kini update blog tergantung dari seberapa cepat saya menyelesaikan sebuah buku, kadang 1 minggu atau tak jarang 1 bulan sekali saja.

Ternyata mengelola sebuah blog buku memberikan banyak manfaat bagi saya, selain semakin banyak teman yang sehobi dengan saya, ternyata blog ini lambat laun mendapat perhatian dari berbagai penerbit dan  beberapa penulis lokal. Tak jarang penerbit-penerbit maupun penulisnya langsung secara teratur mengirimkan buku-buku terbarunya untuk saya baca dan buat resensinya.

Tentunya bagi saya hal ini sangat menyenangkan, otomatis anggaran saya untuk membeli buku jadi berkurang karena seringnya dikirimi buku-buku gratis dari berbagai penerbit. Namun kadang kiriman-kiriman buku tersebut menjadi beban juga bagi saya, terutama ketika buku-buku gratis tersebut semakin menumpuk tak terbaca. Walau tak ada paksaan dari si pengirim buku, rasanya tak enak kalau buku pemberian mereka tak sempat saya baca dan buatkan resensinya.

Manfaat lain dengan membuat blog buku, adalah saya memiliki sarana untuk berlatih menulis resensi. Sadar bahwa blog yang saya isi dibaca oleh banyak orang, maka saya berusaha untuk menulis dengan baik. Otomatis hal ini membuat saya terus berlatih agar bisa menulis resensi dengan baik.  Bahkan tulisan-tulisan saya di blog juga merupakan draft awal bagi saya untuk menulis resensi untuk keperluan media cetak. Karena menulis untuk media cetak memiliki keterbatasan jumlah kalimat dan karekteristik yang berbeda dengan di blog maka biasanya saya mengedit ulang tulisan-tulisan saya di blog. Dan Puji Tuhan! Dari tulisan-tulisan saya di blog yang saya kirimkan ke media cetak akhirnya di tahun 2008-2009 beberapa resensi saya  dimuat di koran-koran lokal dan nasional.

Karena membaca adalah kegiatan yang sudah menjadi bagian dari aktivitas keseharian saya maka hingga kini saya terus membaca dan mengudate blog buku saya. Menulis resensi untuk media-media cetak sudah tidak serajin dulu karena saat ini saya sedang fokus mendata dan membuat jaringan antara para blogger buku. Sekitar bulan April 2011 lalu saya mulai mendata blog-blog buku (blog khusus yang hanya berisi info/review/pernak-pernik,dll soal buku) di Indonesia yang masih aktif. Hingga kini tercatat ada 86 blog buku aktif yang saya masukkan dalam daftar Blog Buku Indonesia di salah satu thread Goodreads Indonesia di


Selain itu saya bersama para blogger buku juga mencoba membuat jaringan blogger buku di Indonesia yang kami namakan Blogger Buku Indonesia (BBI) baik di twitter


http://www.twitter.com/bbi_2011

maupun goup facebook di

Karena masih dalam tahap perintisan maka belum banyak yang dikerjakan oleh BBI, namun melalui BBI saya dan teman-teman mencoba membagi kemeriahan dan atusiasme kami akan buku dan ngeblog. Kami berharap melalui BBI kami bisa menularkan virus semangat membaca dan menulis kepada masyarakat luas khususnya bagi para blogger dan pengguna internet lainnya. Setiap bulannya kami gelar acara baca bersama berdasarkan judul tertentu, penerbit tertentu, genre bacaan, dll. Nantinya setiap akhir bulan apa yang telah kami baca itu dituangkan dalam review di blog kami masing-masing secara serentak.

Demikian sedikit tentang blog buku, manfaat yang saya peroleh dari blog buku yang telah saya kelola selama 5 tahun ini, dan sedikit tentang BBI. Banyak orang bertanya pada saya apa sih yang memotivasi saya untuk terus menulis di blog buku ? Jujur saja saya tak memiliki jawaban yang muluk-muluk, saya hanya mengatakan bahwa motivasi saya untuk terus mengupadate blog buku saya adalah untuk sekedar berbagi pengalaman membaca kepada semua teman-teman pecinta buku, atau setidaknya saya bisa membantu teman-teman yang hobi membaca untuk menentukan pilihan buku apa yang akan mereka baca melaluli blog buku saya ini.

@htanzil

Friday 21 October 2011

Perang Napoleon di Jawa 1811





[No. 271]
Judul : Perang Napoleon di Jawa 1811
Penulis : Jean Rocher
Penerbit : Buku Kompas
Cetakan : 2011
Tebal : 280 hlm

Mungkin banyak yang tidak mengetahui bahwa selain Belanda dan Jepang, Indonesia pernah juga berada dibawah kekuasaan Prancis dimasa Kaisar Napoleon Bonaparte yang gemar membaca buku sambil berperang itu sedang berada dalam puncak kejayaan dengan menguasai hampir seluruh daratan Eropa baik dengan diplomasi maupun peperangan.

Belanda di awal abad ke 19 adalah salah satu daerah taklukkan Napoleon dengan mengangkat adiknya, Louis Napoleon sebagai raja Belanda. Dengan demikian seluruh wilayah Belanda beserta negara-negara koloninya otomatis jatuh ke tangan Prancis termasuk Hindia Belanda. Inggris yang merupakan salah satu musuh bebuyutan Prancis mencoba membendung kekuasaan Napoleon,  salah satu yang diincarnya adalah koloni Prancis di Jawa yang merupakan salah satu pulau penghasil rempah-rempah yang banyak diincar Negara-negara Eropa. 

Selain nilai ekomomis pulau jawa sebagai penghasil rempah dunia dan satu-satunya daerah di Asia yang dikuasai oleh Prancis, maka Napoleon Bonaparte berniat mempertahankan sekuat tenaga Pulau Jawa dari serbuan pasukan Inggris. Bahkan sejarah mencatat bahwa Sang Kaisar pernah memerintahkan kepada Menteri Kelautan dan Wilayah Jajahan Prancis Admiral Decres untuk mempertahankan Jawa berapapun harga yang harus dibayarnya dan berniat untuk mengirim 10.000 pasukannya ke Jawa.

Sayangnya niat Napoleon itu tak pernah terlaksana, pasukan Inggris dengan kekuatan penuh pada tahun 1811 menyerbu Pulau Jawa yang saat itu dikuasai oleh Perancis. Perang yang melibatkan 20.000 pasukan Inggris dengan 100 armada kapal laut melawan 12.000 serdadu gabungan Perancis, Belanda, dan Jawa itu merupakan pertempuran terbesar tentara Napoleon di Asia, sayangnya perang tersebut terlupakan dalam ingatan baik oleh Indonesia, Perancis, bahkan Inggris yang akhirnya berhasil menguasai Jawa. 

Kisah perang dahsyat di Jawa yang terlupakan antara pasukan Napoleon (Prancis) dibawah pimpinan gubernur jenderal Hindia Belanda, Jenderal Janssens melawan pasukan Inggris yang dikomandoi oleh Jenderal Auchmuty pada tahun 1811 inilah yang dinarasikan oleh Jean Rocher, penisunan perwira Perancis  kedalam sebuah novel sejarah yang berjudul La Debandade des Jean-Fesse dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Perang Napoleon di Jawa 1811 -  Kekalahan Memalukan Gubernur Jenderal Janssens

Dalam novelnya ini Jean Rocher menulis kisah perang Napoleon dengan detail, mulai dari perintah Napoleon kepada Admiral Decres untuk mempertahankan Jawa ,saat-saat keberangkatan Jenderal Janssens menuju Jawa dengan pasukan pemabuk yang  tak punya disiplin, proses penyerahan kepemimpinan dari Gubernur Jenderal Daendels kepada Janssens, kedatangan pasukan Inggris ke Jawa, peperangan dahsyat di benteng Masteer Colins hingga menyerahnya Jenderal Jansssens pada pasukan Inggris sehingga Prancis harus menyerahkan satu-satunya daerah koloninya yang tersisa di Asia.

Kesemua itu ditulis oleh Jean Rocher dengan kalimat-kalimat yang enak dibaca dan dibagi kedalam bab-bab yang tidak terlalu panjang sehingga buku setebal 280 hlm ini memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi

Melalui novel sejarah ini kita akan mengetahui bagaimana terjadinya Perang Napoleon yang dahsyat  di Jawa pada 1811 dan apa yang menjadi penyebab kekalahan pasukan Napoleon. Walau penulis adalah seorang Prancis namun ia tak ragu untuk menggambarkan bagaima pasukan Prancis harus menelan kekalahan akibat strategi perang yang buruk dari Jenderal Jansses.  Dalam novel ini terlihat jelas bagaimana Rocher menimpakan kekalahan Perancis pada Jenderal Jannsens.










 Jean Willem Janssens
       (1752-1838)









Jika kita membaca novel ini,akan terungkap bagaimana kepemimpinan Janssens  membuat Perancis harus angkat kaki dari pulau Jawa.  Di novel ini Roocher menjelaskan bahwa Janssens adalah jenderal logistik yang lebih paham mengatur logistik dibanding menyusun strategi perang. Jannssens juga dikenal sebagai perwira penjilat yang berhasil menjilat Napoleon sehingga dirinya memperoleh promosi sebagai jenderal divisi di usianya yang ke 39, menjadi perwira tinggi legion kehormatan, hingga akhirnya kemudian diangkat sebagai gubernur Jenderal di Hindia Belanda menggantikan Daendels!

Daendels sendiri sebenarnya sudah mempersiapkan dengan matang bagaimana pasukannya dapat mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris, antara lain dengan mendirikan benteng Meester Cornelis di Jatinegara dan  membangun Jalan Raya Pos sepanjang 1000 km yang memungkinkan dirinya untuk mengirim dengan cepat pasukannya dimanapun Inggris mendarat.

Daendels juga sudah menduga kalau armada Inggris bakal mendarat di Cilincing, kepada Janssens ia telah menyarankan untuk menempatkan satu detasemen infanteri dengan arteleri di Cilincing. Namun Janssens tidak mempedulikan rekomendasi itu. Apa yang diramalkan Daendels menjadi kenyataan, armada Inggris akhirnya mendarat di Cilincing tanpa satu pelurupun ditembakkan, bahkan saking mulusnya, pasukan Inggris sempat-sempatnya membeli buah-buahan dan sayur mayur yang ditawarkan penduduk setempat.






 Benteng Mesteer Cornelis - Jatinegara







Hal ini membuat pasukan Inggris tanpa hambatan mendekati benteng pertahanan Janssens, Master Cornelis sehingga pertempuran hebat terjadi, serbuan pasukan Inggris  tak dapat dibendung, terus merangsak masuk ke kubu-kubu pertahanan Prancis hingga akhirnya Janssens memerintahkan untuk membakar gudang mesiu sehingga gudang itu meledak dan menewaskan lebih dari 200 prajurit. Rocher menulis bawa dahsyatnya ledakan gudang mesiu tersebut dapat dibandingkan dengan bencana letusan gunung berapi.

Ledakan gudang mesiu tak menyurutkan pasukan Inggris sehingga akhirnya benteng pertahanan Meester Cornelis bisa dikuasai pasukan Inggris dan Jenderal Janssens melarikan diri hingga ke Semarang – Ungaran –dan berakhir di Tuntang. Walau dibantu oleh pasukan jawa yang dipimpin oleh Prang Wedana atau Mangkunegoro II yang konon telah dilatih untuk mengadopsi strategi perang ala balatentara Eropa,  namun karena ketidakmampuan Janssens memimpin pertempuran membuat pasukannya kocar kacir dan akhirnya harus menyerah di Tuntang (Semarang)

Sebelum menyerah Jenderal Janssens dengan angkuh mengajukan sejumlah syarat kepada musuhnya.  Di novel ini Rocher memuat secara rinci syarat-syarat penyerahan diri Janssens sebanyak 22 pasal kepada Jenderal Auchmuty selaku panglima pasukan Inggris. Apakah Jenderal Auchmuty menyetujui seluruh syarat yang diajukan Janssen? dan bagimana nasib Jenderal Janssens selanjutnya? Semuanya akan kita dapatkan dalam lembar-lembar terakhir novel ini.

Kurang imajinatif

Sebagai sebuah novel sejarah, Jan Rocher menulis peristiwa ini secara menarik dengan detail lokasi dan strategi perang yang cermat sehingga kita seolah bisa merasakan berada dalam suasana perang besar itu.  Sayangnya penulis kurang berani dalam mengembangkan imajinasinya sehingga kisah perang dalam novel akan lebih hidup lagi

Sebenarnya ada celah-celah peristiwa yang akan menarik jika dieksplorasi dengan imajinasi penulisnya, antara lain saat perjalanan Jenderal Jansses melarikan diri ke Jawa Tengah menyusuri Jalan Raya Pos, jalan raya yang seharusnya digunakan untuk mengusir musuh namun akhirnya menjadi jalan menuju kekalahan yang memalukan bagi Jenderal Janssens. Peristiwa ini sayangnya hanya dikisahkan sekedarnya bagaikan sebuah laporan perjalanan singkat.

Atau sebenarnya dapat juga diceritakan bagaimana hubungan antara Jenderal Janssens dengan Prang Wedana (Mangkunegoro II) beserta pasukan Jawa elitnya yang membantunya dalam menghadapi tentara Inggris ketika ia melarikan diri ke Jawa Tengah yang tentunya akan menarik jika dikisahkan secara mendalam

Terlepas dari itu, sebagai sebuah novel sejarah ini buku ini berhasil untuk mengungkap apa yang mungkin selama ini banyak tidak diketahui masyarakat awam bahwa di Jawa pernah terjadi Perang Napoleon terbesar di Asia yang juga melibatkan dan mengorbankan kaum pribumi. Sebuah perang yang menjadi tonggak penanda berakhirnya masa kekuasaan Belanda-Prancis dan dimulainya era penjajahan Inggris di Nusantara di bawah rezim Sir Thomas Stamford Raffles.

Dengan demikian  melalui novel ini kita juga disadarkan kembali bahwa bukan hanya Belanda dan Jepang yang pernah menguasai negeri kita, melainkan Prancis dan Inggris pun pernah berkuasa di bumi Nusantara. Hal ini tentunya akan membuat kita semakin disadarkan dan bangga akan arti strategis kepulauan Nusantara yang selalu menjadi rebutan bagi bangsa-bangsa di dunia sejak berabad-abad yang lampau.

@htanzil

Tambahan  :




Sebagai pembanding atas buku ini, kisah tentang perang Napoleon di Jawa 1811 juga bisa kita baca di buku William Thorn, Penaklukkan Pulau Jawa yang tahun ini juga terjemahannya baru diterbitkan oleh Elexmedia. Buku yang juga dijadikan salah satu sumber Jean Roche untuk menulis novelnya ini merupakan sebuah catatan perjalanan Mayor William Thorn dari Angkatan Bersenjata Inggris Raya yang dikirim ke Jawa (dan Malaya) untuk merebut wilayah itu dari Perancis di tahun 1811



Tuesday 11 October 2011

Piramid - Ismail Kadare

[No. 270]
Judul : Piramid
Penulis : Ismail Kadare
Penerjemah : Dwi Pranoto
Penerbit  Marjin Kiri
Cetakan : I, 2011
Tebal : 216 hlm

Piramid  adalah sebuah konstruksi bangunan tertua dalam sejarah umat manusia yang sudah digunakan sejak berabad-abad lampau oleh bangsa Mesir dan Maya kuno. Piramid biasanya digunakan sebagai makam raja-raja atau tempat pemujaan. Salah satu piramid yang paling terkenal dan masuk dalam daftar 7 keajaiban dunia adalah kompleks Piramida Giza yang terletak di dekat kota Kairo (Mesir).

Piramid Giza hingga kini adalah piramida terbesar dibandingkan dengan piramida-piramida lain yang ada di muka bumi. Luas area kompleks Piramid Giza yang terdiri dari 3 piramid besar dan sebuah patung Spinx bisa disamakan antara jarak dari St Peter (Roma), sampai ke St. Paul (London).

Ketiga piramid itu adalah piramid Khufu (Cheops), Khafre (Rakhaef/Chephren) dan Menkaure (Mycerinus) dan yang paling besar adalah Piramid Cheops setinggi 145 meter yang dibangun 4000 thn yg lampau (2550 SM), karena faktor alam tinggi piramid Cheops kini telah menurun sekitar 9 meter. Para arkeolog memperkirakan piramid Cheops yang dibangun selama 20 tahun ini mempekerjakan 10 rb orang.

Selama ini mungkin kita hanya mengetahui kalau Piramid adalah sebuah monumen kuburan raja atau tempat pemujaan, ternyata tidak, ada maksud tertentu dibalik pembuatan piramid yang erat kaitannya dengan kelanggengan kekuasaan raja-raja Mesir. Hal itulah yang coba diungkapkan oleh Ismail Kadare, sastrawan Albania, peraih Man Booker Prize 2005 di salah satu novelnya yang berjudul Piramid

Di lembar-lembar pertama novel ini Kadare langsung memikat pembacanya dengan celetukan Firaun baru Cheops (2589-2566 SM) pada para pejabat istana bahwa ia tak ingin ada Piramid didirikan untuknya. Celotehan ini tentu saja membuat semua yang mendengarnya terkaget-kaget bagaikan mendengar sebuah ‘berita malapetaka’. Hal ini  juga membuat para pendeta istana buru-buru menyelisik lembar-lembar papyrus tua untuk meresponi keinginan Firaun muda yang nyeleneh ini.

Berdasarkan penelisikan para pendeta istana, akhirnya Pendeta Tingga Hemiunu memberanikan diri menghadap Firaun Cheops dan mencoba meyakinkan Firaun untuk membatalkan niatnya itu.  Di bagian ini, Kadere menarasikan argumen Hemiunu pada Firaun  dengan gamblang sehingga terungkaplah tujuan utama dari dibangunnya sebuah Piramid. Setelah mendengar penjelasan dari Heminiu akhirnya Cheops membatalkan niatnya dan memerintahkan rakyat Mesir untuk membuat piramid untuk dirinya seperti yang telah dilakukan oleh para pendahulunya.

Menurut Heminiu gagasan membangun Piramid lahir dari pada suatu masa krisis dimana kekuasaan Firaun melemah. Namun krisis ini tidak dipicu oleh kemiskinan, luapan sungai Nil, atau penyakit sampar seperti yang umumnya terjadi di Mesir, melainkan karena keberlimpahan. Kemakmuran ini tentunya membuat masyarakat lebih mandiri dan bebas dalam berpikir sehingga membuat rakyat lebih kritis bahkan membangkang terhadap kekuasaan Firaun.

Untuk mengatasinya Firaun mengutus dukun-peramal Sobekhotep ke gurun Sahara untuk merenungkan persoalan ini dalam kesunyian total. 40 hari kemudian Sobekhotep mendapat wangsit dan menyampaikannya pada Firaun bahwa yang harus dilakukan adalah meniadakan kemakmuran!

Wangsit yang diterima dukun peramal ini lalu diterjemahkan dengan menyelenggarakan kerja raksaksa yang melampaui imajinasi, yang akan memperlemah rakyat Mesir, menghisap energi rakyat yang menghancurkan jiwa raga. Sebuah proyek yang pada dasarnya bisa diselesaikan namun takkan pernah terselesaikan, proyek yang memperbaharui dirinya sendiri terus menerus, tak bermanfaat bagi rakyat namun berguna bagi negara.  Tujuannya adalah membuat rakyat Mesir terus menerus sibuk siang-malam sehingga mereka menjadi linglung dan tidak memilik semangat untuk melawan kekuasaan Firaun

Membangun Piramid adalah jawabannya! Sebuah makam yang diperuntukkan untuk peristirahat abadi sang Firaun yang kelak akan menjadi identitas Mesir hingga kini. Setiap Firaun nantinya akan memiliki piramidnya sendiri, sehingga meski sebuah generasi belum lagi pulih dari letih akibat pembangunan, seorang Firaun baru kembali akan menundukkan rakyatnya melalui pembangunan piramid untuknya

Demikianlah Ismail Kadare menuturkan maksud dan tujuan didirikannya Piramid dalam novelnya ini. Di novelnya ini kita akan disadarkan bagaimana pada akhirnya Piramid memiskinkan kehidupan rakyat Mesir. Novel yang minim dialog ini mengupas secara apik bagaimana sebuah Piramid dibangun mulai dari masa persiapan pembangunan yang dimulai dari pelipatganaan produksi cambuk, penambangan batu-batu besar untuk piramid hingga ketika piramidion (batu puncak piramid) dipasang lengkap dengan isu2 persekongkolan dibalik pembuatan piramid, kutukan, hingga tekanan yang dihadapi oleh para pembuat Piramid mulai dari pekerja, mandor hingga Firaun sendiri.

Tekanan akibat pembangunan Piramid ternyata tak hanya mempengaruhi rakyat Mesir, bahkan Firaun sendiri mengalaminya terlebih saat Piramid selesai dikerjakan. Setelah Piramid berdiri dengan kokohnya Firaun Cheops merasa ada sebuah kekuatan yang ingin menyeret dirinya untuk masuk ke dalam Piramidnya. Jiwanya terganggu karena seolah Piramid itu terus memanggil-manggil dirinya untuk menjemput kematiannya sehingga muncul ide darinya untuk membunuh seseorang dan meletakkan muminya untuk disemayamkan  dalam Piramid untuk menggantikan dirinya. Pada akhirnya mental Firaun semakin memburuk hingga akhirnya ia meninggal tiga tahun setelah kerja Piramid usai.

Novel ini tak berhenti sampai ketika Piramid rampung dan mumi Firaun Cheops akhirnya disemayamkan di dalamnya. Kadare melanjutkan ketika di suatu masa para penjarah mulai berani memasuki piramid. Mereka ternyata tak hanya menemukan harta karun yang dibawa mati sang Firaun,  ketika para penjarah mencongkel sakrofagus (peti mati)  Firaun dan kerabatnya, melalui mumi yang dilihatnya mereka menemukan fakta-fakta baru tentang isu-isu pribadi sang firaun dan keluarganya, intrik politik, persekongkolan, dan dendam di masa lalu yang selama ini ikut terkubur rapat setelah kematian Firaun.

Hal inilah yang nantinya akan mendorong para sejarahwan muda untuk mempertanyakan dan meninjau kembali konsepsi mereka mengenai sejarah resmi kerajaan. Dari bukti-bukti yang ditemukan oleh para penjarah kubur inilah sejarah kerajaan Mesir memungkinkan untuk ditulis ulang sebagai sesuatu yang sama sekali berbeda dengan sejarah resmi yang selama ini ditulis dan diingat rakyat Mesir.

Di akhir novel Kadare juga membawa pembacanya pada Piramid di pedalaman Asia, di padang rumput luas Ishafan, dimana seorang raja bernama Timurlenk mendirikan sebuah piramid yang serupa dengan yang dibangun Firaun Cheops. Namun yang membedakannya, piramid itu bukan dibuat dari batu melainkan dari tengkorak kepala-kepala musuh kerajaan yang mereka penggal. Hal ini  membuat Raja Timurlenk terus melakukan pembantaian demi pembantaian untuk memenuhi ambisinya membuat sebuah piramid tengkorak!

Pada akhirnya membaca novel karya sastrawan Albania yang diterjemahkan dengan apik ini akan menyadarkan kita bahwa Piramid bukanlah sekedar monumen budaya adiluhung bangsa Mesir. Piramid adalah lambang kekuasaan, ia adalah penindasan, kekuatan, penakluk pemberontakan, penyempit pikiran, pelemah kehendak, kebosanan, dan kesia-siaan. Piramid adalah pilar penyangga kekuasaan. Jika ia terguncang, segalanya rubuh berantakan.

Melalui novel ini kita juga dapat merenungkan betapa dahsyatnya sebuah usaha untuk melanggengkan kekuasaan hingga ia bisa menentukan arah dan nasib manusia di dalamnya. Walau tak berwujud segitiga tinggi yang merobek langit, setiap negara memiliki piramidnya sendiri, jika di epilog novelnya ini Kadare juga menemukan ‘Piramid’ dalam bentuk bunker bawah tanah di tanah kelahirannya, Albania, lalu bagaimana dengan kita? Setelah kita membaca novel ini mampukah kita menemukan ‘piramid’ yang saat ini sedang dibangun oleh penguasa negeri kita sebagai pilar penyangga kekuasaannya?

Tentang Penulis

Ismail Kadare ( 76 thn) adalah sastrawan asal Albania, di negaranya ia dianggap pembaharu sastra Albania karena menulis murni dalam bahasa Albania tanpa dibumbui bahasa asing. 

Penindasan rezim totaliter Enver Hoxha memaksanya untuk menyelundupkan naskah-naskah novelnya keluar negeri. Pada tahun 1990 Kadare akhirnya melarikan diri ke Perancis dan disanalah ia merampungkan naskah La pyramide. Selanjutnya karya-karya Kadere menjadi inspirasi penumbangan rezim totaliter Albania.

Dengan puluhan karya-karyanya yang mendapat respon positif dari kalangan kritikus sastra Kadare beberapa kali dicalonkan sebagai penerima Nobel Sastra dan  beberapa kali mendapat anugerah sastra internasional salah satunya adalah Man Booker International Prize (2005). Kadere juga dianggap sebagai filsuf di Perancis, pada tahun 1996 ia diangkat sebagai anggota kehormatan Academie des Sciences Morales et Politiques mengantikan kedudukan filsuf Karl Poper.


Karya-karya Kadare telah diterjemahkan kedalam 30 bahasa dunia, termasuk  Indonesia. Novel Piramid adalah karya kedua Kadare yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia setelah pada tahun 2003 yang lalu salah satu karyanya Elegi Kosovo diterjemahkan oleh Penerbit Jalasutra

@htanzil

 
ans!!