Friday 29 July 2011

The Day of The Jackal - Frederick Forsyth (Lomba Resensi Buku Serambi 2011)

[No. 264]
Judul : The Day of the Jackal
Penulis : Frederick Forsyth
Penerjemah : Ranina B. Kunto
Penerbit : PT. Serambi Ilmu Semesta
Cetakan : I, Juni 2011
Tebal : 609 hlm

Tentunya kita masih ingat sekitar dua tahun yang lalu Presiden SBY dalam sebuah konferensi pers mengatakan bahwa foto dirinya dijadikan sasaran tembak oleh para teroris yang sedang berlatih. Sebenarnya ini bukanlah hal yang aneh karena para pemimpin negara di berbagai belahan dunia ini seringkali menjadi target utama pembunuhan dari para lawan politiknya.

Presiden Soekarno sendiri selama masa pemerintahannya telah tujuh kali mengalami percobaan pembunuhan, begitu juga dengan pemimpin-pemimpin negara lainnya, rekor terbanyak hingga kini dipegang oleh pemimpin Cuba, Fidel Castro dengan 638 kali usaha percobaan pembunuhan terhadapnya.

Dari sekian banyak pemimpin dunia yang mendapat ancaman pembunuhan, Charles de Gaulle, (Presiden Perancis 1958-1969) adalah salah satu Presiden yang berkali-kali lolos dari upaya pembunuhan terhdap dirinya. Yang paling terkenal adalah yang terjadi pada tgl 22 Agustus 1962 dimana ia dan istrinya ditembak ketika sedang mengendarai mobil. Rencana pembunuhan ini dikomandoi oleh Kolonel Jean-Marie-Thiry, anggota militer Prancis sekaligus pemimpin OAS (Organisation L’armee Secrete), organisasi tentara rahasia yang berniat bertujuan menjatuhkan de Gaulle karena mereka berpendapat sang Presiden telah menghianati negaranya dengan memberi kemerdekaan kepada Aljazair yang semula merupakan tanah jajahan Prancis.

Rencana tersebut gagal, walau terdapat 14 lubang tembakan di mobilnya, Charles de Gaulle dan istrinya selamat dan Kolonel Thiry diganjar hukuman mati oleh pengadilan miltier Prancis pada tahun 1963. Persitiwa inilah yang kemudian mengilhami novelis Inggris Frederick Forsyth untuk menulis novel The Day of The Jackal (1971)

Dalam novelnya ini Forsyth mengawali kisahnya saat menjelang dilaksanakannya hukuman mati bagi Kolonel Jean-Marie-Thiry. Kemudian kisah bergerak mundur sejenak ke peristiwa percobaan pembunuhan de Gaulle yang dikomandoi oleh Kolonel Thiry. Paska percobaan pembunuhan yang gagal inilah yang oleh Forsyth dijadikan pijakan awal dalam mengembangkan imajinasinya.

Kematian Kolonel Thiry selaku pimpinan OAS tak membuat putus asa anggota-anggotanya. Belajar dari kegagalan-kegagalan sebelumnya, Kolonel Rodin, salah satu petinggi OAS membuat sebuah rencana rahasia untuk mencoba kembali membunuh Presiden de Gaulle melalui jasa seorang pembunuh profesional. Untuk mencegah bocornya rencana ini maka hanya tiga petinggi OAS dan sang pembunuh bayaran yang mengetahuinya.

Seluruh rencana pembunuhan diserahkan pada si pembunuh bayaran dari Inggris dengan nama sandi “Jackal”. OAS hanya menyediakan bayaran yang diminta oleh si jackal yaitu 500 ribu dolar ( Rp. 4,5 Milyar), jumlah yang fantastis di tahun 60an. Setelah menerima uang muka dari OAS, mulailah sang Jackal melakukan berbagai persiapan mulai dari memesan senjata khusus dengan peluru berhulu ledak yang jika mengenai kepala akan menghancurkan segalanya di dalam tulang tengkorak, membuat 4 buah paspor palsu, hingga mempersiapkan perlengkapan penyamaran secara matang.

Berkat kejelian kepolisian Prancis, rencana pembunuhan terhadap Presiden de Gaulle kembali tercium, hanya saja kali ini mereka dibuat hampir mati kutu karena yang mereka ketahui hanyalah ciri-ciri fisik si pembunuh yaitu pria Inggris jangkung dengan rambut pirang, selain itu tak ada satu arsip dan data yang dimiliki pihak keamanan Prancis mengenai nama pembunuh, kapan, dimana, dan bagaimana si pembunuh professional ini akan beraksi.

Dengan nyawa Presiden sebagai taruhannya, pihak kepolisian Prancis yang dipimpin oleh Claude Lebel, detektif terbaik Prancis dan dibantu oleh kepolisian dari lima negara Eropa plus Amerika dan Afrika bertarung dengan waktu dan kecerdasan si Jackal dalam melaksanakannya tugas yang diembannya.

Kaya akan detail

Yang membuat novel ini menarik adalah bagaimana Forsyth menghadirkan detail-detail fakta dan peristiwanya. Hal ini bisa jadi keunggulan sekaligus kelemahan dimata pembacanya. Bagi yang menyukai kisah dengan plot cepat hal ini bisa jadi membosankan, terlebih jika pembaca tidak begitu menguasai materi yang dipaparkan si penulis.

Contohnya adalah soal senjata rakitan yang dipakai oleh si Jackal. Di sini penulis memaparkan secara detail mulai dari ukuran, jenis logam, alat picu, dsb yang tentunya membuat pembaca yang awam akan senjata jadi bosan, namun bagi mereka yang akrab dengan senjata mungkin hal ini merupakan bagian yang menarik.

Selain soal senjata, detail-detail soal pencurian paspor, pembuatan SIM Internasional dan paspor palsu, penyamaran si jackal, bagaimana ia mengelabui petugas keamanan dan imigrasi , cara kerja seorang detektif dalam merangkai data, dan sebagainya juga dibeberkan dalam novel ini. Selain itu penulis juga memaparkan latar belakang politik Prancis di masa pemerintahan Charles de Gaulle yang tentunya akan menambah wawasan pembacanya dalam hal situasi politik Prancis di tahun 60-an.

Kesemua itu diramu oleh Forsyth menjadi sebuah kisah triller yang menarik, walau di awal-awal agak terasa membosankan karena detail-detail diatas namun di bag-bab terakhir pembaca akan dibawa pada puncak ketegangan ketika Sang Presiden telah berada dalam bidikan senjata sang Jackal.

Di novel ini juga dikisahkan bagaimana Union Corse sebuah sindikat kejahatan yang terorganisir di Prancis yang lebih tua dan berbahaya daripada Mafia Sisilia turut membantu kepolisian Prancis untuk memburu sang Jackal. Sayangnya Forsyth kurang mengeksplorasi keterlibatan Union Corse, kalau saja peran organisasi rahasia ini diberi porsi yang lebih besar novel ini pasti akan lebih menarik lagi.

Novel yang berbahaya

Saking detailnya penulis memberikan gambaran bagaima sang Jackal mempersiapkan dirinya untuk melaksanakan perkerjaan profersionalnya, buku ini ternyata memberikan dampak yang mungkin tidak terduga oleh Forsyth sebelumnya.

Metode untuk mendapatkan paspor palsu yang secara diteil dijelaskan dalam buku ini berhasil ditiru oleh banyak orang. Metode yang akhirnya dikenal dengan istilah “Day of the Jackal Fraud” ini kemudian dianggap sebagai celah keamanan paling rentan di Inggris sehingga pemerintah Inggris akhirnya melakukan perubahan besar-besaran dalam birokrasi pengurusan dokumen.

Usaha sang Jackal untuk membunuh presiden Prancis juga mengilhami Yigal Amir, seorang militan ekstrem kanan untuk membunuh PM Israel Yithzak Rabin pada 1955. Vladimir Arutnunian yang pada tahun 2005 berencana membunuh Presiden AS George W. Bush mengaku terobsesi untuk melakukan apa yang dilakukan oleh Jackal.

Dari fakta-fakta diatas rasanya tak berlebihan kalau novel ini saya anggap sebagai novel yang memikat sekaligus berbahaya!

Sejarah Penerbitan dan Adaptasi film


The Day of The Jackal karya Frederick Forsyth ini pertama kali diterbitkan di Inggris pada 1971 oleh penerbit Huthcinson dan langsung menjadi best seller. Di tahun 1972 novel ini meraih penghargaan novel terbaik Edgar Allan Poe. Pada tahun 1990 Crime Writers' Association (Asosiasi Penulis Misteri Inggris) memasukkan The Day of The Jackal sebagai 100 Novel Kriminal terbaik sepanjang masa. 5 tahun kemudian novel ini juga masuk dalam daftar “100 Novel Misteri Terbaik Sepanjang Masa” yang dibuat oleh Mystery Writers of America (Asosiasi Penulis Kisah Misteri Amerika)

Di Indonesia sendiri novel ini setidaknya telah 2 kali diterjemahkan, di tahun 1977 The Day of The Jackal l pernah diterbitkan oleh Gramedia setelah sebelumnya muncul sebagai sebagai cerita bersambung di Koran KOMPAS. Pada thun 2004 novel ini juga diterbitkan dalam dua jilid oleh penerbit Alice Saputra Comunication dengan judul Beraksinya Sang Jakal









Edisi terjemahan terbitan thn 2004
Penerbit : Alice Saputra Communication Co. (?)











Sedangkan untuk adaptasi film, novel ini pertama kali diadaptasi ke layar lebar oleh Universal Picture pada tahun 1973 dengan Edward Fox sebagai sang Jackal. Kabarnya plot filmnya ini sangat setia pada bukunya, sesuatu yang sangat jarang terjadi pada film-film yang diadaptasi dari sebuah novel.

Pada tahun 1997 film ini dibuat remake-nya dengan perubahan plot dan kondisi era tahun 90an dengan Bruce Willis sebagai sang Jackal didampingi Richard Gere dan Sidney Poiter.

Tentang Penulis

Frederick Forsyth (73 thn) adalah penulis asal Inggris, sebelum menjadi penulis ia pernah bertugas sebagai pilot AU Inggris, dan sebagai jurnalis di Reuters dan BBC, ia juga pernah menjadi koresponden liputan [perang sipil di Nigeria.

Pada tahun 1969 ia memulai kariernya sebagai penulis buku dengan terbitnya sebuah karya non fiksi berjudul The Biafra Story (1969) . Namanya baru dikenal publik setelah ia menerbitkan novel The Day of The Jackal (1971). Selanjutnya Novel-novelnya yang bercerita seputar peperangan, intrik, politik, dan spionase lintas Negara selalu menjadi bestseller yang memukau para pembacannya di seluruh dunia. Hampir semua karya-karyanya seperti The Day of the Jackal, The Odessa File, The Dogs of War telah difilmkan dengan bintang-bintang andalan dan sukses di mana-mana.

Frederick Forsyth kini tinggal di Hertfortshire, Inggris dengan istri dan dua anak laki-lakinya, dan masih aktif menulis. Novel ke-13 yang merupakan karya terbarunya adalah The Cobra (2010) yang bercerita tentang perdagangan kokain internasional yang berpusat di Kolombia

Saturday 9 July 2011

The Iliad of Homer

[No. 263]

Judul : The Iliad of Homer

Penulis : Homer

Penerjemah : A. Rachmatullah

Penerbit : ONCOR Semesta Ilmu

Cetakan : I, 2011

Tebal : 254 hlm



Tahukah Anda kalau di dunia ini ada dua kisah peperangan yang begitu melegenda dan abadi? Jika kita bagi dunia menjadi dua kultur (Barat dan Timur) di timur kita mengenal perang Bratayudha, sedangkan di kultur Barat kita mengenal kisah Perang Troya.

Jika Perang Brathayuda yang merupakan klimaks dari kisah Ramayana ditulis di India oleh Begawan Vyasa Dwaipayana pada 1500 SM, kisah perang Troya ditulis oleh Homer pada tahun 800 SM dalam dua buku karyanya yaitu The Iliad dan Oddysey. Sayangnya kedua buku itu belum mencakup seluruh kisah perang Troya yang berlangsung selama sepuluh tahun. The Iliad hanya menceritakan tahun-tahun terakhir pengepungan Troya sedangkan Oddysey menceritakan pulangnya Oddyseus, pahlawan bangsa Achean (Yunani) dari penyerbuannya ke Troy. Kisah-kisah lainnya tersebar dalam berbagai fragmen dan karya-karya sastra Yunani kuno lainnya.

Asal Mula Perang Troya

Konon Perang Troya yang dipercaya terjadi pada abad ke 13 atau ke 12 SM di sekitar Dadanelles – Turki ini bermula dari persaingan para dewi di kahyangan. Sautu saat dewi Hera, Athena, dan Aphrodite bertengkar tentang siapa diantara mereka yang tercantik. Karena tak ada kesepakatan mereka meminta bantuan pada dewa Zeus. Zeus lalu menyuruh mereka bertanya pada Paris, pangeran Troy yang terkenal jujur dan adil.

Masing-masing dewi berusaha mempengaruhi Paris agar memilih mereka sebagai yang tercantik, salah satunya yaitu Aphrodite yang menjanjikan Paris memperoleh seorang istri yang terkenal kecantikannya di dunia yaitu Helen dari Sparta. Tergiur oleh tawaran menarik Aprhrodite Paris memutuskan untuk memilih dewai Aphrodite sebagai dewai yang tercantik.

Singkat cerita Paris berangkat menuju Sparta dan menemui Menelaus raja Sparta , suami Helen. Ia pura-pura bertamu hingga di malam harinya dengan 'restu' dari dewi Aphrodite, Paris menculik Helen dan membawanya ke Troy.

Ketika Menelaus sadar bahwa istrinya telah diculik oleh Paris ia meminta bantuan kakaknya, Agamemnon (Raja Myceane) untuk merebut kembali istrinya. Agamemnon lalu memanggil seluruh pasukan kerajaan dan pahlawan-pahlawan Yunani seperti Achiless, Ulysees, Ajax, Nestor, Patroclus bergabung menyerbu Troy untuk merebut kembali Helen. Baginya ini bukan sekedar memperebutkan seorang wanita melainkan sebuah persoalan harga diri bangsa Yunani yang diinjak-injak oleh pasukan Troy. Maka berangkatlah pasukan koalisi Achean dengan 1000 kapalnya berlayar menuju Troy.

Selama sepuluh tahun pasukan Achean mengepung tembok pertahanan Troy, namun Troy tak berhasil juga direbut hingga akhirnya atas ide Odyyseus yang cerdik dibuatlah seolah-olah kapal perang pasukan Achean hendak berlayar pulang dengan meninggalkan sebuah ‘cenderamata’ berupa Patung Kuda. Oleh pasukan Troy, patung Kuda itu lalu diarak masuk ke dalam benteng Troy, mereka sama sekali tak menduga bahwa di dalam patung kuda besar itu bersembunyi 40 prajurit Achean.

Saat penduduk Troy tertidur lelap keluarlah 40 prajurit Achean dari patung kuda untuk membuka gerbang kota Troy sehingga seluruh pasukan Achean dapat masuk menyerang. Malam itu juga pasukan Achean melakukan pembantaian besar-besaran dan kota Troy pun jatuh ke tangan Achean dan Helen verhaduk dibawa pulang ke Sparta.

The Illiad

Dari keseluruhan legenda Perang Troy tersebut, The Iliad hanya menceritakan saat peperangan hampir berakhir. Tokoh sentral dalam Iliad adalah Achilles, Agamemon, dan Hector. Kisahnya dibuka dengan perseteruan antar sesama pasukan kolaisi Achean antara Raja Agamemnon dengan Achiles, salah seorang pajurit terbaik Achean. Konflik yang disebabkan karena Agamemnon menculik seorang pendeta wanita kuil Apollo yang merupakan tawanan Achilles membuat Achilles ‘ngambek’, mogok berperang dan memutuskan untuk tinggal dalam kemahnya kecuali jika pasukan Troy menginjak-nginjak perkemahannya.

Walau dibujuk oleh para dewa dewa Yunani dan beberapa koleganya untuk berdamai dengan Agamenom, Achiles menolak berdamai. Keegoisan dan kesombongan Achiles ini menyebabkan pasukan Achean terdesak oleh pasukan Troy.

Kekukuhan Achilles untuk menolak bertempur bersama Agamemon ke Troy akhirnya luluh ketika Patroclus, sepupunya gugur ketika berhadapan dengan Hector, pangeran Troy. Ia lalu bersumpah akan membunuh langsung Hector dengan tangannya sendiri.

Dengan amarahnya yang menggebu-gebu dan didorong oleh kesedihan yang luar biasa akibat kematian sepupunya akhirnya Achilles berangkat berperang dan berhadapan langsung dengan Hector. Achilles berhasil membunuh Hector. Tak puas dengan membunuhnya ia menyeret mayat Hector mengelilingi kota Troy dan membawa pulang jasadnya ke tendanya.

Raja Priam, ayah Hector tentunya tak tinggal diam, melihat jasad putra kesayangannya diperlakukan dengan keji oleh Achilless Ia segera menyelinap ke dalam tenda pasukan Achean untuk menemui Achiless dan memohon agar ia bisa membawa mayat anaknya untuk dikuburkan secara layak di kota Troy.

Review

Pada intinya kisah utama yang diceritakan Homer dalam The Iliad adalah kemarahan Achilles baik itu kepada Raja Agamemon maupun Hector, namun diluar kisah itu ada banyak kisah-kisah lain seperti bagaimana Oddyseus dan Diomedes memata-matai Troy, duel Menelaus melawan Paris, pertarungan Achilles dengan dewa penjaga sungai Schamander , dll yang semuanya menyiratkan ambisi, harga diri, keberanian, dan ketabahan para pahlawan-pahlawannya.

Sebetulnya perang Troy bisa cepat selesai jika saja Achilles tidak marahan dengan Agamemnon, panjangnya peperangan membuat kedua pihak kelelahan bahkan pasukan Achean sempat ingin mundur dari peperangan. Peran para dewa juga membuat perang semakin berkepanjangan. Maju mundurnya peperangan juga ditentukan oleh para dewa dan dewi. Dalam mitologi Yunani kuno manusia tak ubahnya seperti wayang yang dikendalikan oleh beberapa dalang sekaligus sehingga apa yang terjadi di bumi merupakan hasil kesepakatan dari para dewa, jika dewa-dewa saling konflik maka imbasnya akan terjadi pula di bumi.

Di kahyangan sendiri keberpihakan para dewa terpecah antara yang memihak pasukan Achean dan pasukan Troy. Masing-masing dewa mengatur langsung jalannya peperangan, mereka tak segan untuk turun ke bumi dan menyamar sebagai sahabat dekat orang yang ingin dipengaruhinya, selain itu para dewa juga bisa langsung membawa kabur jagoannya yang dalam keadaan terdesak sehingga jagoannya itu terhindar dari pedang lawannya

Buku yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia ini merupakan terjemahan dari versi ringkasnya, sejatinya The Iliad merupakan puisi epik terindah yang pernah ditulis sepanjang sejarah yang terdiri dari 15.639 baris sajak. Namun karena yang menjadi dasar terjemahannya adalah versi ringkasnya maka keindahan puisinya menjadi hilang sehingga membaca The Iliad tak ubahnya membaca sebuah kisah perang semata.

Di buku ini juga terdapat puluhan nama-nama dewa berikut pahlawan Achean dan Troy beserta kisah-kisahnya. Bagi mereka yang tidak terbiasa membaca kisah mitologi Yunani tentunya hal ini akan sedikit menyulitkan baik dari nama-nama dewa/tokoh2nya yang sulit dieja maupun juga dari berbagai kisah dalam buku ini yang sebenarnya memiliki latar belakang kejadian yang tidak ditulis dalam The Iliad.

Jadi sebelum membaca The Iliad alangkah baiknya kita membaca dulu tentang kisah dan dunia mitologi Yunani agar lebih memahami apa yang melatarbelakangi kisah-kisah dalam The Iliad, atau mungkin ada baiknya penerbit dalam kata pengantarnya menyertakan juga sedikit mengenai latar belakang terjadinya Perang Troy dan bagaimana peran dewa-dewa di masa itu agar pembaca yang awam bisa lebih menikmati buku ini.

Ada beberapa kesalahan ketik ada dalam buku ini, walau tidak banyak namun hal ini seharusnya bisa dicegah pada saat porses proof reading buku ini. Dari segi terjemahan, ada dua kata yang saya rasa terjemahannya kurang tepat yaitu kata ‘suster’ (hal.. ?) dan kata ‘tidur bareng’ (hal 146).

Saya rasa menggunakan kata 'suster' dalam konteks yunani kuno tidaklah pas, rasanya lebih tepat jika digunakan kata ‘pengasuh’. Sedangkan kata ‘tidur bareng’ akan lebih elok jika diterjemahkan menjadi ‘tidur bersama’.

Namun terlepas dari itu, upaya menerjemahkan The Iliad ke dalam bahasa Indonesia patut diapresiasi dengan baik. Kita mungkin pernah membaca atau menonton Kisah perang Troy dalam berbagai versi namun membaca langsung perang Troy dari The Iliad ini tentunya memberikan sensasi tersendiri karena karya yang ditulis oleh Homer ribuan tahun yang lalu yang juga dianggap sebagai tonggak kesusasteraan dunia ini akhirnya dapat dibaca dalam bahasa Indonesia.

Tentang Homer

Homer, diperkirakan hidup di abad ke-8 SM, karena tidak ada data biografis mengenai dirinya maka tidak banyak yang diketahui tentang dirinya. Kita hanya tahu Homer berusia panjang, hidup dalam kemiskinan dan mengembara dari satu negeri ke negeri lainnya, dan ia bisa bertahan hidup dengan membacakan puisi-puisinya di setiap daerah yang ia singgahi.

Setelah kematiannya, Homer mendapat penghargaan yang sangat besar dari dunia. Lima puluh kota di Yunani mengklaim diri sebagai tanah kelahirannya; namun sebagian besar kalangan menganggap pulau Chi’os adalah negeri kelahiran Homer yang pasti bahasa yang digunakan dalam The Iliad & Oddysey menunjukkan bahwa Homer berasal dari Ionia, daerah sebelah timur laut Aegea.

Ada tradisi kuno yang teramat kokoh, berasal dari masa awal-awal Yunani, bahwa Homer itu buta. Tetapi, kehebatan yang tampak secara visual dari kedua sajak itu menunjukkan andaikan benar Homer itu buta, maka itu bukan bawaan dari lahir. Bahasa yang digunakan dalam sajak itu menunjukkan bahwa Homer berasal dari Ionia, daerah sebelah timur laut Aegea.

Ada beberapa ahli yang meragukan apakah The Iliad dan Oddysey itu meruapakan karya asli Homer. Pada abad-abad sebelum Homer memang banyak sajak-sajak yang lebih pendek mengenai Perang Troy yang yang digubah oleh penyair-penyair Yunani lain, dan Homer banyak mengambilnya dari karya mereka. Tetapi, Homer berbuat lebih jauh dari sekedar merakit Iliad dari sajak-sajak pendek yang sudah ada sebelumnya. Dia memilih, dia mengatur, dia menyempurnakan kata-kata dan menambahnya serta pada akhirnya melengkapinya menjadi hasil final dengan bakat sastranya yang genius.

Hingga kini The Iliad dianggap sebagai karya sastra tertua dari dunia Barat. Bahkan orang-orang Yunani sendiri mengakui pengaruh Homer dan tidak menganggap diri mereka berpendidikan kecuali jika mereka telah membaca karya-karyanya.

@htanzil

 
ans!!